Quantcast
Channel: Cemerlang
Viewing all 92 articles
Browse latest View live

Lapan Sifat Ibadurrahman (Hamba Allah yang Maha Pemurah)

$
0
0
Bermula daripada ayat ke 63 sampai akhir surat Al Furqan, disebutkan sifat-sifat Ibadurrahman (Hamba Allah yang Maha Permurah).  Seorang Ibadurrahman memiliki sifat-sifat  yang sangat mulia. Semoga kita boleh mencontohnya. Sifat-sifat tersebut iaitu:

1. Tawaduk dan bijaksana.

Allah berfirman,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً

Maksudnya, "Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Surah Al-Furqan ayat 63)

Sifat Ibadurrahman yang pertama adalah bersikap tawaduk baik terhadap Khaliq (Allah SWT) mahupun makhluq. Tidak berjalan di atas muka bumi dengan sombong dan takabur. Mereka juga bersifat bijaksana dan lemah lembut.

Al Hasan mengatakan, “Jika ada orang jahil menggoda atau mengganggu mereka maka mereka tidak membalas (dengan berbuat kejahilan).” [Lihat Tafsir Baghawi]

2. Suka menunaikan qiyamul lail

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّداً وَقِيَاماً

Maksudnya, "Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka." (Surah Al-Furqan ayat 64)

Sifat Ibadurrahman yang kedua adalah suka dan mencintai solat malam. Syaikh Sa’diy rahimahullah mengatakan, “Yaitu orang banyak mengerjakan solat malam, ikhlas dalam mengerjakannya serta merendahkan diri dihadapan Tuhannya. Sebagaimana firmaNya,” Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap (Surah  as-Sajdah ayat 16).”

3. Berlindung dari azab neraka

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَاماً

Maksudnya, "Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. (Surah  Al-Furqan ayat 65)

Seorang ibadurrahman senantiasa berlindung kepada Allah SWT agar terhindar dari perkara-perkara yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka. Andaikata mereka telah melakukan suatu dosa atau kesalahan yang dapat menjerumuskan kepada api neraka maka mereka meminta ampunan kepada Allah SWT dengan linangan air mata.

4. Sederhana  dalam membelanjakan harta (tidak kikir dan tidak boros)

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَاماً

Maksudnya, "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Surah  Al-Furqan ayat 67)

Seorang Ibadurrahman selalu bersikap sederhana (pertengahan) dalam membelanjakan harta, tidak berlebihan, tidak pula kikir.

Imam Baghawi mengatakan dalam tafsirnya, “Sebagian ahli ilmu mengatakan yang disebut isrof yaitu bersikap melampaui batas dalam membelanjakan harta, bahkan boleh sampai dalam kategori tabdzir (menyia-yiakan harta). Adapun iqtar yaitu kurang dari batas yang semestinya (dalam membelanjakan harta)”

5.  Tidak berbuat syirik, membunuh, dan berzina

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ

Maksudnya, "Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. (Surah  Al-Furqan ayat 68)

Seorang hamba Allah yang baik senantiasa berusaha menjauhi dosa dan maksiat apalagi yang termasuk dosa-dosa besar. Diantara dosa yang paling besar adalah syirik, membunuh (tanpa hak) dan zina. 

Abdullah bin Mas’ud mengatakan, Ada seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah dosa apa yang paling besar disisi Allah?” Rasulullah menjawab, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” Lalu orang tersebut bertanya lagi, “Lalu apa?” Rasulullah menjawab, “Engkau membunuh anakmu kerana takut ia makan bersamamu.” Orang tersebut bertanya lagi “Lalu apa lagi?”  Rasulullah menjawab, “Engkau berzina dengan isteri tetanggamu.”  Lalu Allah pun membenarkan (perkataan Rasulullah) dengan menurunkan ayat “Dan orang-orang yang tidak menyembah selain Allah…(ayat diatas). [Lihat Tafsir Baghawi]

6.  Berpaling dari perkara haram atau sia-sia dan menjaga kehormatan diri

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَاماً

Maksudnya, "Dan orang-orang yang tidak menghadiri az-Zuur (hal-hal yang haram), dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Surah  Al Furqan ayat  72)

Seorang Ibadurrahman berusaha senantiasa menjaga kesucian dirinya. Ia selalu berusaha menghindar dari perkara-perkara yang haram dan tidak sibuk dengan perkara yang sia-sia.

7.  Mudah menerima nasihat dan peringatan.

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمّاً وَعُمْيَاناً

Maksudnya, "Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. (Surah Al-Furqan ayat 73)

Seorang Ibadurrahman mudah untuk menerima nasihat dan peringatan. Ia berhati lembut yang mudah menerima pelajaran. Ia tidak berpaling dari kebenaran sebagaiaman yang dilakukan oleh orang-orang yang tuli dan buta (mata hatinya).

8.  Berdoa dan memohon kepada Allah SWT diberi isteri dan keturunan yang baik dan menyejukkan hati

Allah berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً

Maksudnya, "Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Surah Al-Furqan ayat 74)

Inilah sifat-sifat Ibadurrahman yang begitu mulia. Tidak hairan Allah SWT menjanjikan kepada mereka balasan yang baik pula.

Allah berfirman,

أُوْلَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَاماً

Maksudnya, " Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam syurga) kerana kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. (Surah Al-Furqan ayat 75)

Terdapat 20 Cara Menguatkan Iman Kepada Allah SWT.

$
0
0
Iman manusia ada masa turun dan ada masa naik. Ketika iman turun biasanya seseorang sedang mengikut hawa nafsu, syaitan dapat menguasai jiwanya dan dia terputus hubungan dengan Allah SWT. Untuk mendapat iman yang kuat pula terdapat beberapa amal soleh yang perlu di lakukan oleh seseorang , maka hati dan jiwanya akan berada di dalam tenang, yakin, redha dan seronok kerana mempunyai hubungan yang baik dengan Allah SWT.

Cara-cara yang akan dapata menguatkan iman seseorang adalah seperti berikut :

1. Perbanyaklah membaca, tadabbur dan menyimak ayat-ayat Al-Quran

Al-Qur'an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai ubat bagi hati manusia. "Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an sesuatu yang menjadi ubat dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Surah Al-Isra ' ayat 82).

Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, "Caranya ada dua macam:

Pertama, engkau harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat.

Kedua, sesudah itu engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur'an, memikirkan dan memahami apa yang dimaksudkan dan mengapa ia diturunkan. Engkau harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengubati hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh. "

2. Rasakan keagungan Allah SWT seperti yang digambarkan Al-Quran dan Sunah.

Al-Quran dan Sunah banyak sekali mengungkap keagungan Allah SWT. Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung hatinya.

Resapi betapa agungnya Allah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui, yang memiliki nama-nama yang baik (asma'ul husna). Dialah Al-'Azhim, Al-Muhaimin, Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-Muth'ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.

Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini, "Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya." (Az-Zumar: 67)

3. Belajar dan mencari ilmu agama (ilmu syariah).

Firman Allah SWT maksudnya, , "Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang-orang yang berilmu." (Surah Fathir ayat  28). Oleh itu dalamilah ilmu-ilmu yang menjadikan kita merasai  takut kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman maksudnya, "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" (Surah Az-Zumar ayat  9).

Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang syariat yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir hidup manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka gelombang ujian berbanding orang yang jahil.

Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih tahu menjaga diri daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya seksa neraka, tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya syurga, tentu tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.

4. Sentiasa mengadakan kumpulan usrah atau halaqah untuk mengingati kebesaran Allah SWT dan hari akhirat.

Suatu hari Abu Bakar melawat Hanzhalah. "Bagaimana keadaanmu, wahai Hanzhalah?" Hanzhalah menjawab, "Hanzhalah telah berbuat munafik." Abu Bakar bertanya apa sebabnya. Kata Hanzhalah, "Jika kami berada di sisi Rasulullah SAW., Baginda mengingatkan kami tentang neraka dan syurga yang seakan-akan kami boleh melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi Rasulullah SAW. kami pun disibukkan oleh urusan isteri, anak-anak, dan kehidupan, lalu kami pun banyak lupa. "

Lantas kedua-duanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW. Kata Rasulullah, "Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam zikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah, sa'atah, sa'atan, sa'atan. "(Hadis Sahih Riwayat Muslim no. 2750)

Begitulah majlis usrah boleh menambah dan meningkatkan iman kita. Makanya para sahabat sangat bersemangat mengadakan pertemuan halaqah ilmu dan zikir. "Duduklah besama kami untuk mengimani hari kiamat," begitu ajak Muaz bin Jabal. Di halaqah itu, kita boleh melaksanakan perkara-perkara untuk mengingati Allah SWT kepada kita, membaca Al-Quran, membaca hadis, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal soleh

Suatu ketika Rasulullah SAW. bertanya, "Siapa di antara kamu yang berpuasa pada hari ini?" Abu Bakar menjawab, "Saya." Lalu Rasulullah SAW. bertanya lagi, "Siapa di antara kamu yang hari ini menziarahi orang sakit?" Abu Bakar menjawab, "Saya." Lalu Rasulullah SAW. bersabda, "Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang malainkan dia akan masuk syurga." (Hadis Sahih Riwayat Muslim)

Begitulah seorang mukmin yang Shaddiq (sejati), begitu bersemangat menggunakan setiap kesempatan untuk memperbanyak amal soleh. Mereka berlumba-lumba untuk mendapatkan syurga. "Berlumba-lumbalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi." (Surah Al-Hadid ayat 21)

Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah SWT., "Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian. "(Surah Adz-Dzariyat ayat  17-19)

Banyak beramal soleh, akan menguatkan iman kita. Jika kita berterusan dengan amal-amal soleh, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadis qudsi, Rasulullah SAW. menerangkan bahawa Allah SWT berfirman maksudnya, "Hamba-Ku sentiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya." (Hadis Sahih Riwauay Bukhari no. 6137)

6. Lakukan berbagai macam ibadah

Ibadah mempunyai banyak bentuknya. Ada ibadah fizikal seperti puasa, ibadah harta seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan zikir. Ada juga ibadah yang yang menggabungkan semuanya seperti haji. Semua bentuk ibadah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lemah iman kita.

Puasa membuat kita khusyu 'dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah). Solat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang sempurna kualitinya. Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya (cintakan dunia) . Tahajjud menambah kekuatan jiwa dan fizikal.

Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat pakaian iman kita makin baru dan cemerlang, tapi ianya juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu untuk masuk syurga.

Rasulullah SAW. bersabda maksudnya, "Sesiapa yang menafkahi dua isteri di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu syurga: 'Wahai hamba Allah, ini adalah baik.' Lalu sesiapa yang menjadi orang yang banyak mendirikan solat, maka dia dipanggil dari pintu solat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak melakukan puasa, maka dia dipanggil dari pintu ar-Rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu sedekah. "(Bukhari no. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su'ul khatimah

Rasa takut su'ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa menjaga iman kita. Penyebab su'ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan diri kita ke dalam jurang kederhakaan. Sehingga, ketika nyawa  dicabut oleh malaikat Izrail, lidahnya tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di hembusan nafas terakhir.Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda,
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ

”Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk syurga” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621)

8. Banyak-banyaklah ingat mati

Rasulullah SAW. bersabda, "Dulu aku melarangmu menziarahi kubur, ketahuilah sekarang ziarahilah kubur kerana hal itu boleh melunakan hati, membuat mata menangis mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang kotor." (Shahihul Jami 'no. 4584)

Rasulullah SAW. juga bersabda maksudnya, "Banyak-banyaklah mengingati penebas kelazatan-kelazatan, iaitu kematian." (Tirmidzi no. 230)

Mengingat-ingat mati boleh mendorong kita untuk mengelakkan diri dari berbuat derhaka kepada Allah SWT dan dapat melembutkan hati kita yang keras. Kerana itu Rasulullah SAW menganjurkan kepada kita, "Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah, nescaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat." (Shahihul Jami 'no. 4109)

Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat berziarah kubur, bayangkan  keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rosak membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.

Bayangan seperti itu jika memberi kesan di dalam hati, akan membuat kita menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah rajin beribadah.

9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat

Ada beberapa surah dalam al-Quran yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya, surah Qaf, Al-Waqi'ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan At-Takwir. Begitu juga hadis-hadis Rasulullah SAW.

Dengan membacanya, mata hati kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu dan hadir di pemandangan yang dahsyat itu. Semua pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat, hari kebangkitan, berkumpul di Padang Mahsyar, tentang syafa'at Rasulullah SAW., Hisab, pahala, qisas, timbangan, jambatan, tempat tinggal yang kekal di syurga atau neraka; semua itu menambah tebal iman kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam

Aisyah pernah berkata, "Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika mereka melihat awan, maka mereka gembira kerana berharap turun hujan. Namun aku melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu. "Rasulullah SAW. menjawab, "Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada azab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diazab kerana angin, dan ada suatu kaum yang melihat azab sambil berkata, 'Ini adalah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami'. "(Hadis Sahih Riwayat Muslim no. 899)

Begitulah Rasulullah SAW. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika melihat gerhana, terlihat raut takut di wajah baginda. Kata Abu Musa, "Matahari pernah gerhana, lalu Rasulullah SAW. berdiri dalam keadaan ketakutan. Baginda takut kerana gerhana itu merupakan tanda kiamat. "

11. Berzikirlah yang banyak

Melalaikan zikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kubur sebelum kita terbujur di kubur. Roh kita terpenjara. Tidak boleh kembali. Kerana itu, orang yang ingin mengubati imannya yang lemah, harus memperbanyak zikirullah. "Dan ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa." (Surah Al-Kahfi ayat 24)

Firman-Nya lagi yang bermaksud, "Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah lha hati menjadi tenteram." (Surah Ar-Rad ayat 28)

Ibnu Qayim berkata, "Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak boleh mencair kecuali dengan zikrullah. Maka seseorang harus mengubati kekerasan hatinya dengan zikrullah. "

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah SWT dan pasrah kepada-Nya

Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, nescaya akan lebih dekat dengan Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW maksudnya, "Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa." (Hadis Sahih Riwayat Muslim no. 428)

Seseorang selagi mahu bermunajat kepada Allah SWT dengan ucapan yang mencerminkan ketundukan dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya. Semakin menampakkan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah SWT, semakin kuat iman kita. Semakin banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita kepada Allah SWT.

Allah Subhanahu Wa Taala berfirman dalam Surah Al-Ghaafir ayat 60 yang maksudnya: "Dan Tuhan kamu berfirman: "Berdoalah kamu kepadaKu niscaya Aku perkenankan doa permohonan kamu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong takbur daripada beribadat dan berdoa kepadaKu, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina."

13. Tinggalkan angan-angan kosong.

Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja. Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan hubbud-dunya (cintakan dunia) . Padahal, hidup di dunia hanyalah beberapa ketika saja.

Allah SWT. berfirman, "Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka azab yang telah dijanjikan kepada mereka, nescaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu menikmatinya." (Asy-Syu'ara: 205-207 )

"Seakan-akan mereka tidak pernah diam (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari." (Surah Yunus ayat 45)

14. Memikirkan kehinaan dunia

Hati seseorang bergantung kepada kandungan kepalanya. Apa yang difikirkannya, itulah keadaan hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata Allah SWT maksudnya., "Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya." (Surah Ali Imran ayat 185)

Kerana itu fikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah SAW bersabda maksudnya, "Sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu boleh dijadikan perumpamaan bagi dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah boleh diketahui akan menjadi apakah ia. "(Hadis Riwayat Thabrani)

Dengan memikirkan bahawa dunia hanya seperti itu, fikiran kita akan mencari perkara yang lebih tinggi iaitu syurga Firdaus dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah SWT

"Sesiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu dari ketakwaan hati." (Surah Al-Hajj ayat 32)

"Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhan-nya." (Surah Al-Hajj ayat  30)

Hurumatullah adalah hak-hak Allah SWT yang ada di diri manusia, tempat, atau waktu tertentu. Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin Abdullah, Rasulullah SAW.; Tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi, Al-Aqha), dan masa-masa yang tertentu seperti bulan-bulan haram.

Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak meremehkan dosa-dosa kecil. Sebab, banyak manusia binasa kerana mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Bersabda Rasulullah SAW yang bermaksud, "Jauhilah dosa-dosa kecil, kerana dosa-dosa kecil itu boleh berhimpun pada diri seseorang hingga ia boleh membinasakan dirinya."

16. Menguatkan sikap al-wala 'wal-bara'

Al-wala 'adalah saling tolong menolong dan pemberian kebaikan kepada sesama muslim. Sedangkan "wal-bara" adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Sifat wal -bara adalah membenci orang islam dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah, tentu keadaan ini petanda iman itu sangat lemah.

Memurnikan kesetiaan hanya kepada AlahSWT, Rasul, dan orang-orang yang beriman adalah perkara yang boleh menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawaduk.

Rasulullah SAW. bersabda maksudnya, "Merendahkan diri termasuk bagian dari iman." (Hadis Riwayat Ibnu Majah no. 4118)

Rasulullah SAW juga bersabda maksudnya, "Barangsiapa menanggalkan pakaian kerana merendahkan diri kepada Allah padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hati kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya." (Hadis Riwayat Tirmidzi no. 2481)

Maka tak hairan jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf-sahabat yang kaya-tidak berbeza dengan yang dikenakan para hamba yang dimilikinya.

18. Perbanyak amalan hati

Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan redha dengan semua takdir yang ditetapkan-Nya. Hati juga akan penuh dengan iman jika di isi dengan perasaan syukur dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa khusyuk, zuhud, warak, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman)

19. Sering menghisab diri

Allah SWT berfirman maksudnya, "Wahai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." (Surah Al-Hasyr ayat 18)

Umar bin Khattab r.a. berwasiat, "Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab." Selagi umur kita masih ada, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat. Apakah sudah cukup untuk mendapat keampunan dan syurga dari Allah SWT.? Sungguh ini cara yang berkesan untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.

20. Berdoa kepada Allah SWT agar diberi ketetapan iman

Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki seorang hamba. Rasulullah SAW. berwasiat, "Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui iman di dalam hati."

Ya Allah, perbaharuilah iman yang ada di dalam dada kami. Tetapkanlah hati kami dalam taat kepadamu. Tidak ada daya dan upaya kami kecuali dengan pertolonganMu.

Kisah Ukasyah Palsu.

$
0
0
Status Kisah Ukasyah Yang Ingin Memukul Nabi Sallallah Alaih Wasallam Sebelum Baginda Wafat

Saya sering kali ditanya tentang kisah Ukasyah yang kononnya ingin memukul Nabi sallallah alaih wasallam sebagai membalas balik (qisas) perbuatan Nabi sallallah alaih wasallam yang memukulnya. Saya lampirkan ceritanya seperti yang disebarkn dalam salah satu blog (walaupun kisahnya dalam hadis lebih panjang):

ABDULLAH bin Abbas bercerita: “Menjelang wafatnya Nabi saw, diperintahkannya Bilal unruk mengumandangkan azan. Para sahabat datang berduyun-duyun ke Masjid Nabawi memenuhi seruan azan itu, meskipun waktu solat belum tiba.

Nabi masuk ke dalam masjid dan melakukan solat sunat dua rakaat. Kemudian Baginda naik ke atas mimbar dan memulakan khutbahnya yang panjang. Baginda ucapkan puji-pujian kepada Allah Yang Maha Agung sehingga meniis air mata orang yang mengikutinya.

Kemudian, Baginda bersabda: “Ayyuhal Muslimun, aku adalah Nabi utusan Allah, pemberi nasihat dan pembawa kebenaran kepada kalian. Kedudukan aku diantara kalian bagaikan seorang saudara atau seorang ayah yang sangat kasih kepada anak-anaknya. Apabila ada diantara kalian yang merasa pernah dizalimi, ku harap dia mahu menuntutnya dariku di dunia ini sebelum datangnya tuntutan yang amat dasyat pada hari akhirat kelak.”

Berulang kali Nabi mengucapkan kata-katanya itu, tetapi tidak ada suara yang mahu menyahutnya. Siapa gerangan pengikut Nabi Muhammad yang merasa rela  menuntut Nabi saw. Semua sahabat diam termangu. Ada yang terisak-isak menangis menyaksikan ketulusan dan keadilan seorang pemimpin agung ini. Mereka tak dapat membayangkan betapa seorang pemimpin yang agung dan sudah berkorban segala-galanya demi umatnya, tiba-tiba pada akhir hayatnya dan dalam keadaan badan yang sudah lemah masih menegakkan keadilan seadil-adilnya meskipun terhadap dirinya sendiri.

Dalam suasana yang hening dan mencengkam seperti itu, tiba-tiba Akasyah bin Muhshin berdiri dan memecahkan kesunyian, “Aku ya Rasulullah yang akan mengajukan tuntutan padamu.”

Mendengar kata-kata Akasyah seperti itu, para sahabat yang duduk di sekitar Nabi merasa seakan-akan disambar petir yang maha dasyat. Mereka hairan. Kerongkong mereka tersumbat tidak dapat berbicara. Jantung mereka berdebar keras seperti ingin pecah. Suara tangis mereka saling bersahut-sahutan dengan suara tangis dinding-dinding Masjid Nabawi yang ikut menyaksikan peristiwa yang amat mendebarkan itu.

“Biarkan Akaasyah mengajukan tuntutannya padaku, “ kata Nabi menenangkannya hadirin. “Aku lebih bahagia apabila aku boleh menunaikannya di dunia ini sebelum tibanya hari Qiamat kelak. Wahai Akasyah, katakanlah apa yang pernah kulakukan terhadap dirimu sehingga engkau berhak membalas terhadap diriku.”

“Ya Rasulullah, peristiwa ini terjadi pada saat ghazwah Badar.” Kata Akasyah. “Waktu itu untaku berada di samping untamu. Aku turun dari untaku kerana ingin menghapirimu. Tiba-tiba Baginda angkat kayu penyebat unta Baginda dan kayu itu mengenai bahagian belakangku. Aku tidak tahu apakah Baginda lakukan itu dengan sengaja atau kerana ingin menyebat unta itu.”

“Wahai Akasyah, Rasul Allah tidak akan mungkin melakukan perbuatan seperti itu dengan sengaja. Tetapi bagaimanapun engkau mempunyai hak untuk membalasnya.” Jawab Rasulullah saw.

“Wahai Bilal, pergilah ke rumahFathimah puteriku dan ambil kayu itu di sana,” kata Rasulullah saw.

Bilal keluar dari masjid sambil menarik nafasnya panjang-panjang. Dia tidak tahu apa yang akan dikatakannya kepada puteri kesayangan Nabi saw. Fathimah pasti akan merasa terkejut sekali apabila diketahuinya bahawa ayah kesayangannya dituntut oleh salah seorang sahabatnya. Bukan menuntut harta, melainkan menuntut qisas denganmembalas sebatan nabi pada belakangnya. Itupun di saat-saat akhir hayatnya dan dalam keadaan badan Nabi yang sering sakit.

“Wahai Fathimah puteri Penghulu alam semesta,” kata Bilal setelah mengetuk pintu dan memberi salam kepada Fathimah. “Nabi meminta sebatang kayu yang dahulunya sering digunakannya untuk menyebat untanya.”

“Untuk apa wahai Bilal?” Tanya Fathimah ingin tahu.

“Nabi hendak memberikan kayu itu kepada seseorang yang mahu mengqisasnya (membalasnya),” jawab Bilal

“Wahai Bilal, apakah ada orang yang sanggup memukul Nabi dengan kayu itu?”

Tanpa menjawab, Bilal meninggaklkan rumah Fathimah sambil membawa kayu itu. Sesampainya di masjid, Bilal memberikan kayu itu kepada Rasulullah saw yang kemudiannya diberikan kepada Akasyah. Abu Bakar dan Umar menyaksikan kejadian itu dengan penuh keharuan. Mereka berkata: “Wahai Akasyah, kami mahu menjadi tebusan Nabi saw. Balaslah kami asal jangan engkau balas jasad Nabi saw.”

“Biarkanlah Akasyah wahai Abu Bakar dan Umar. Sungguh Allah Maha Tahu apa akan kedudukan kalian,” kata Nabi meyakinkan dua sahabat ini.

“Wahai Akasyah, jiwa ini tebusan untuk Nabi saw. Hatiku tidak dapat menerima apa yang akan engkau lakukan terhadap Nabi yang mulia ini. Ini belakangku dan tubuhku. Pukulllah aku dengan tanganmu dan sebatlah aku dengan segala kekuatannu,” kata Ali penuh kepiluan.

“Tidak Hai Ali,” kata Nabi. “Sungguh Allah Maha Tahu akan niat dan kedudukanmu.”

Hasan dan Husin, dua cucu Nabi yang sangat disayanginya kemudian berdiri dan berkata dengan suara pilu: “Wahai Akasyah, bukankah engkau tahu bahawa kami adalah cucu Rasulullah saw, darah dagingnya dan cahaya matanya. Mengambil qisas dari kami adalah sama dengan mengambil qisas dari Rasulullah saw.”

“Tidak hai Hasan dan Husin. Kalian adalah cahaya mata hatiku. Biarkanlah Akasyah melakukan apa yang ingin dilakukannya,” kata Nabi.

“Wahai Akasyah, pukullah aku apabila benar bahawa aku pernah memukulmu,” pinta Nabi kepada Akasyah.

Nabi membuka bajunya dan menelungkup bersiap sedia untuk diqisas oleh Akasyah. Para sahabat menangis penuh kesyahduan menyaksikan peristiwa itu. Tiba-tiba Akasyah membuang kayu yang digenggamnya, lalu memeluk dan meletakkan tubuhnya pada tubuh Rasulullah saw. Katanya: “Wahai junjunganku Rasulullah, jiwa ini adalah tebusanmu, hati siapa yang akan tergamak mengambil qisas darimu. Aku lakukan ini semata-mata berharap badan ini dapat bersentuhan dengan badanmu yang mulia. Dengannya kuharap Allah akan boleh memeliharaku dari sentuhan api neraka.”

Nabi kemudian bersabda: ‘Ketahuilah bahawa siapa yang ingin melihat penghuni syurga maka lihatlah Akasyah.”


Begitulah kisah yang disearkan di alam maya. Cerita ini sangat menyayat hati kita. Cuma kita perlu bertanya adakah ia sahih? Saya rasa biarlah ulama hadis yang menjawab tentang status hadis ini. Berikut ulasan ulama hadis terhadap kesahihan cerita ini:

1. Kata Ibn al-Jauzi (al-Mudhu'at, jld. 1, hlm. 301):

هذا حديث موضوع محال كافأ الله من وضعه وقبح من يشين الشريعة بمثل هذا التخليط البارد والكلام الذى لا يليق بالرسول صلى الله عليه وسلم ولا بالصحابة، والمتهم به عبد المنعم بن إدريس.

Hadis ini PALSU yang mustahil (berlaku). Moga Allah membalas kepada sesiapa yang mereka-rekanya dan (moga Allah) memburukkan sesiapa yang merosakkan Syariah dengan kekeliruan yang dingin dan kalam yang tidak layak bagi Nabi sallallah alaih wasallam dan tidak layak bagi sahabat. Yang dituduh (memalsukan hadis ini) ialah Abdul Mun'im bin Idris.

2. Kata  al-Suyuti (al-Laali al-Masnu'ah, jld. 1, hlm. 257):
موضوع آفته عبد المنعم

Maksudnya: Hadis PALSU. Penyakitnya (pereka hadis ini) ialah Abdul Mun'im bin Idris.

3. Kata al-Haithami (Majma' al-Zawaid, jld. 8, hlm. 323):
رواه الطبراني وفيه عبد المنعم بن إدريس وهو كذاب وضاع

Maksudnya: (Hadis ini) riwayat al-Tabarani dan padanya (sanadnya) terdapat Abdul Mun'im bin Idris. Beliau pendusta dan pereka hadis.

Justeru, berhentilah menyebarkan cerita palsu ini. Cintakan Nabi sallallah alaih wasallam menyebabkan kita menjaga nama baginda dan hadis baginda dari pembohongan. Wallahua'lam.

Abu Muaz Rozaimi Ramle

Kenapa Timbulnya Hadis-hadis Palsu ?

$
0
0
Hadis palsu adalah kata-kata yang direka dan dianggap atau dilabelkan sebagai hadis. Terdapat juga kata-kata hikmah daripada para sahabat, tabiin atau ulama yang disalah anggap sebagai hadis. Kesemua ini dikatakan sebagai hadis maudhu’ atau hadis palsu. Persoalan tersebarnya hadis-hadis palsu adalah satu perkara yang serius dan perlu sama-sama ditangani oleh kita semua terutamanya golongan yang diberikan ilmu agama.

Terdapat banyak buku yang menceritakan dengan panjang lebar tentang sejarah kemunculan hadis-hadis palsu. Buku ini dikarang oleh para ulama sejak dahulu hingga kini. Namun saya ingin mencadangkan kepada para pembaca untuk meneliti sebuah buku yang ditulis oleh Abd. Fattah Abu Ghuddah yang bertajuk Lamahat Fi Tarikh al Sunnah Wa Ulum al Hadith. Sebahagian besar maklumat yang saya akan sebutkan seterusnya di sini diambil daripada buku ini.

Rasulullah Saw Telah Memberikan Isyarat Kemunculan Hadis Palsu.

Jika kita membaca buku-buku hadis, kita akan bertemu dengan beberapa amaran daripada Rasulullah SAW tentang dosa mencipta hadis palsu dan bahaya menyebarkan kata-kata yang bukan daripada diri Baginda SAW. Ini adalah merupakan satu tanda jelas bahawa pemalsuan hadis akan berlaku selepas Baginda SAW wafat. Di antara hadis yang jelas menyebutkan bahawa akan berlaku penipuan terhadap hadis-hadis Baginda SAW ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam Sahih Muslim:

Maksudnya: "Akan ada pada akhir zaman umatku sekumpulan manusia bersifat seperti dajjal dan pembohong yang memberitahu kamu tentang hadis yang kamu tidak pernah mendengarnya dan juga tidak pernah didengari oleh bapa-bapa kamu. Janganlah mereka mendekati kamu dan janganlah kamu mendekati mereka. Janganlah mereka menyesatkan kamu dan menjatuhkan kamu ke dalam fitnah. (Hadis sahih riwayat Muslim dalam pendahuluan Sahih Muslim (hadis no. 15 ).

Bilakah Bermulanya Pemalsuan Hadis?

Menurut Abd. Fattah Abu Ghuddah di dalam bukunya Lamahat Min Tarikh al Sunnah, permulaan jenayah pemalsuan hadis adalah pada sekitar tahun 40 Hijrah. Sebab utama yang memulakan jenayah ini ialah pertelingkahan dan perselisihan yang bermula sejak Khalifah Uthman Bin Affan gugur syahid dibunuh oleh golongan pemberontak. (Lamahat Min Tarikh al Sunnah Wa Ulum al Hadith – Abd. Fattah Abu Ghuddah – muka surat 45 – cetakan Maktab al Mathbu’at al Islamiyyah, Halab, Syria.)

Sebab-Sebab Hadis Palsu Dicipta.

Terdapat banyak sebab yang menjadikan sebahagian manusia tergamak melakukan kesalahan yang amat besar ini iaitu memalsukan hadis. Sebab-sebab ini dapat dilihat dalam bentuk golongan yang menyebut hadis palsu. Secara ringkasnya saya sebutkan di sini beberapa golongan yang menyebut hadis-hadis palsu bersumberkan daripada tulisan Ali al Qari (1014H) dalam bukunya al Mashnu’ Fi Ma’rifati al Hadis al Maudhu’. Ianya adalah seperti berikut :

1- Golongan yang terlalu tenggelam dalam zuhud tanpa ilmu sehingga daya ingatan mereka menjadi kurang dan tidak dapat membezakan di antara hadis atau kata-kata orang lain. Mereka tersilap lalu menyebut sesuatu sebagai hadis sedangkan yang sebenarnya bukan hadis.

2- Golongan ahli periwayat hadis yang tidak menghafaz hadis-hadis mereka. Maka apabila sesuatu berlaku kepada buku mereka, mereka tidak dapat mengingat dengan tepat apakah hadis yang telah mereka catatkan.

3- Golongan yang soleh tetapi disebabkan terlalu tua, mereka terkena penyakit nyanyuk lalu tersalah dalam menyebut hadis-hadis palsu. (Golongan pertama, kedua dan ketiga ini memang wujud dari dulu hingga hari ini. Orang-orang yang soleh dan baik akhlaknya tidak semestinya alim dan berpengetahuan dalam bidang hadis. Begitu juga dengan orang-orang alim yang kurang mengingati hadis-hadis yang pernah dihafalnya satu ketika dahulu. Berhati-hati adalah satu kewajipan.)

4- Terdapat juga golongan yang tersalah meriwayatkan hadis-hadis palsu, tetapi setelah ditegur, mereka sombong dan enggan menarik balik kata-kata mereka.

5- Golongan zindiq yang jahat. Mereka mencipta hadis-hadis palsu bertujuan menyesatkan umat Islam.

6- Golongan yang taksub dengan mazhab masing-masing dan mencipta hadis-hadis palsu untuk menguatkan dan memenangkan mazhab mereka.

7- Golongan jahil yang mencipta hadis-hadis palsu kononnya untuk menggalakkan manusia melakukan ketaatan atau menggerunkan mereka daripada melakukan perkara maksiat.

8- Golongan yang menyatakan bahawa tidak mengapa meletakkan sanad palsu kepada kata-kata yang indah.

9- Golongan pengampu yang mencipta hadis-hadis agar mereka disayangi oleh pemerintah.

10-Golongan penceramah dan tukang cerita yang berceramah di masjid-masjid. Mereka mencipta atau meriwayatkan hadis palsu semata-mata untuk menarik minat masyarakat awam agar mereka mendapat banyak habuan kebendaan dan menjadi masyhur.

Sepuluh golongan ini ialah mereka yang dinyatakan oleh Ali al Qari sebagai golongan yang menjadi sumber datangnya hadis-hadis palsu. Kita dapat lihat dengan jelas bahawa ada di antara golongan yang disebutkan oleh Ali al Qari yang sememangnya jahat dan ada juga yang jahil atau tersilap.

Halalkah Gaji Pekerja Islam Yang Menghidang Arak?

$
0
0
Soalan:

Adakah halal gaji pekerja hotel yang menghidangkan arak, daging yang haram, membenarkan permainan judi dan sebagainya? Apakah yang sepatutnya dilakukan?

Jawapan:

Saya memetik jawapan Sheikh Abdul Munsif Mahmud seorang ulama Universiti Al-Azhar apabila diajukan soalan yang sama, beliau menyatakan:

Wajib bagi orang tersebut meninggalkan pekerjaan itu sehinggalah dia tidak bertemu lagi dengan perkara-perkara mungkar yang boleh menyebabkan dirinya terjebak. Sekiranya tidak boleh berhenti maka ketika itu hendaklah dia menjaga agamanya dengan menjauhkan diri dari suasana begitu disamping mencuba mencari pekerjaan lain.

Berdasarkan hadis sahih, Rasulullah SAW bersabda maksudnya, :

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan di antara keduanya ada perkara yang meragukan (syubhat) yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Dan sesiapa yang berjaga-jaga dari yang syubhat maka ia telah membersihkan agamanya dan kehormatan dirinya dan barangsiapa yang mengambil yang syubhat maka sesungguhnya (ia mungkin) telah melakukan yang haram…” (Hadis Sahih Riwayat Bukhari & Muslim)

Oleh yang demikian pekerja tersebut perlulah mencari kerja yang lain yang munasabah dengan kepakarannya dan yang sesuai dengannya. Firman Allah SWT (yang bermaksud:

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah nescaya Dia akan membuka baginya jalan keluar dan melimpahkan rezkinya dengan iada disangka-sangka”. (Surah al-Talaq 2 - 3)

Demikian juga saranan kepada pekerja yang terhalang bagi melakukan solat fardhu dan solat Jumaat untuk mengambil tindakan yang serupa.

Hukum Mendoakan Orang Bukan Islam.

$
0
0
Mendoakan orang bukan Islam boleh di huraikan kepada menjadi empat keadaan :

PERTAMA: Mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah.

Para Ulama telah sepakat (Ijma’) akan bolehnya hal ini, diantara dalilnya adalah hadits berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَدِمَ الطُّفَيْلُ وَأَصْحَابُهُ فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ دَوْسًا قَدْ كَفَرَتْ وَأَبَتْ، فَادْعُ اللَّهَ عَلَيْهَا! فَقِيلَ: هَلَكَتْ دَوْسٌ! فَقَالَ: اللَّهُمَّ اهْدِ دَوْسًا وَائْتِ بِهِمْ!ـ

Abu Hurairah -radliallahu anhu- mengatakan: (Suatu hari) At-Thufail dan para sahabatnya datang, mereka mengatakan: “ya Rasulullah, Kabilah Daus benar-benar telah kufur dan menolak (dakwah Islam), maka doakanlah keburukan untuk mereka! Maka ada yg mengatakan: “Mampuslah kabilah Daus”. Lalu baginda mengatakan: “Ya Allah, berikanlah hidayah kepada Kabilah Daus, dan datangkanlah mereka (kepadaku). (HR. Bukhari 2937 dan Muslim 2524, dg redaksi dari Imam Muslim)

Hadits berikut juga menunjukkan bolehnya mendoakan agar mereka mendapatkan hidayah:

عَنْ أَبِي مُوسَى رضي الله عنه، قَالَ: كَانَ الْيَهُودُ يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ أَنْ يَقُولَ لَهُمْ يَرْحَمُكُم اللَّهُ، فَيَقُولُ: يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

Abu Musa -radliallahu anhu- mengatakan: “Dahulu Kaum Yahudi biasa berpura-pura bersin di dekat Nabi -Shallallahu Alaihi Wasallam-, mereka berharap baginda mahu mengucapkan doa untuk mereka “yarhamukallah (semoga Allah merahmati kalian)”, maka baginda mengatakan doa: “yahdikumullah wa yushlihabalakum (semoga Allah memberi hidayah kepada kalian, dan memperbaiki keadaan kalian)” (HR. Tirmidzi 2739 , dan yg lainnya, dishohihkan oleh Syeikh Albani)

KEDUA: Mendoakan kebaikan dalam perkara dunia.

Hal ini dibolehkan kerana adanya contoh dari Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam-… lihatlah dalam hadis di atas, baginda mendoakan kepada Kaum Yahudi:

يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

“Semoga Allah memberi kalian hidayah, dan memperbaiki keadaan kalian”

Ada juga ikrar (persetujuan) Rasulullah –Shallallahu Alaihi Wasallam– dalam hal ini:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ قَالَ: بَعَثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَرِيَّةٍ فَنَزَلْنَا بِقَوْمٍ، فَسَأَلْنَاهُمُ القِرَى فَلَمْ يَقْرُونَا، فَلُدِغَ سَيِّدُهُمْ فَأَتَوْنَا فَقَالُوا: هَلْ فِيكُمْ مَنْ يَرْقِي مِنَ العَقْرَبِ؟ قُلْتُ: نَعَمْ أَنَا، وَلَكِنْ لاَ أَرْقِيهِ حَتَّى تُعْطُونَا غَنَمًا، قَالُوا: فَإِنَّا نُعْطِيكُمْ ثَلاَثِينَ شَاةً، فَقَبِلْنَا فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ: الحَمْدُ لِلَّهِ سَبْعَ مَرَّاتٍ، فَبَرَأَ وَقَبَضْنَا الغَنَمَ، قَالَ: فَعَرَضَ فِي أَنْفُسِنَا مِنْهَا شَيْءٌ فَقُلْنَا: لاَ تَعْجَلُوا حَتَّى تَأْتُوا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَيْهِ ذَكَرْتُ لَهُ الَّذِي صَنَعْتُ، قَالَ: وَمَا عَلِمْتَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ؟ اقْبِضُوا الغَنَمَ وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ بِسَهْمٍ

Abu Said al-Khudri mengatakan: (Suatu saat) Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam- menugaskan kami dalam Sariyyah (pasukan kecil), lalu kami singgah di suatu kaum, dan kami meminta mereka agar menjamu kami tapi mereka menolaknya. Lalu pemimpin mereka terkena sengatan haiwan, maka mereka mendatangi kami, dan mengatakan: “Adakah diantara kalian yg boleh meruqyah sakit kerana sengatan Kalajengking?”. Maka ku jawab: “Ya, aku boleh, tapi aku tidak akan meruqyahnya kecuali kalian memberi kami kambing”. Mereka mengatakan: “Kami akan memberikan 30 kambing kepada kalian”. Maka kami menerima tawaran itu, dan aku bacakan kepada (pemimpin)nya surat Alhamdulilah sebanyak 7 kali, maka ia pun sembuh, dan kami terima imbalan (30) kambing.

Abu Sa’id mengatakan: Lalu ada sesuatu yg mengganjal di hati kami (dari langkah ini), maka kami mengatakan: “Jangan tergesa-gesa (dengan upah kambing ini), sampai kalian mendatangi Rasulullah -Shallallahu Alaihi Wasallam-.

Abu sa’id mengatakan: Maka ketika kami mendatangi baginda, aku menyebutkan apa yg telah kulakukan. Baginda mengatakan: “Dari mana kau tahu, bahawa (Alfatihah) itu Ruqyah?, ambillah kambingnya dan berilah aku bagian darinya”. (HR. Tirmidzi [2063] dengan redaksi ini, kisah ini juga diriwayatkan di dalam shahih Bukhari [2276] dan shahih Muslim [2201]).

Hadits ini menjelaskan bolehnya kita me-ruqyah orang kafir agar sakitnya sembuh, dan ini merupakan bentuk dari tindakan mendoakan kebaikan untuk mereka dalam urusan dunia. Tidak salah kita mendoakan kesembuhan mereka jika mereka sakit.

Diantara dalil dalam masalah ini adalah dibolehkannya kita menjawab salamnya orang kafir, walaupun bolehnya hanya seringkas “wa’alaikum“, sebagaimana sabda Nabi –Shallallahu Alaihi Wasallam-:

إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الكِتَابِ فَقُولُوا: وَعَلَيْكُمْ

“Jika seorang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) mengucapkan salam kepada kalian, maka jawablah dengan ucapan: “Wa’alaikum“. (HR. Bukhari [5788], dan Muslim [4024]).

Ada juga contoh dari salah seorang Sahabat Nabi dalam masalah ini:

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ الْجُهَنِيِّ: أَنَّهُ مَرَّ بِرَجُلٍ هَيْئَتُهُ هَيْئَةُ مُسْلِمٍ، فَسَلَّمَ فَرَدَّ عَلَيْهِ: وَعَلَيْكَ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ. فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ: إِنَّهُ نَصْرَانِيٌّ! فَقَامَ عُقْبَةُ فَتَبِعَهُ حَتَّى أَدْرَكَهُ. فَقَالَ: إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ وَبَرَكَاتَهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ، لَكِنْ أَطَالَ اللَّهُ حَيَاتَكَ، وَأَكْثَرَ مالك، وولدك

Uqbah bin Amir al-Juhani -radhiallahu anhu- menceritakan: bahawa dia pernah berpapasan dengan seseorang yang gayanya seperti muslim, lalu orang tersebut memberi salam kepadanya, maka ia pun menjawabnya dengan ucapan: “wa’alaika wa rahmatullah wabarakatuh”… Maka pelayannya mengatakan padanya: Dia itu seorang Nasrani!… Lalu Uqbah pun beranjak dan mengikutinya hingga ia mendapatkannya, maka ia mengatakan: “Sesungguhnya rahmat dan berkah Allah itu untuk Kaum Mukminin, akan tetapi semoga Allah memanjangkan umurmu, dan memperbanyak harta dan anakmu” (HR. Bukhori dalam kitabnya Adabul Mufrod 1/430, dan dihasankan oleh Syeikh Albani)

Banyak ulama yg memberi batasan: bahwa orang kafir yg didoakan kebaikan, harus bukan dalam kategori kafir harbi (yakni kafir yg memerangi Kaum Muslimin)… Dan ini sangatlah tepat… Syeikh Albani -rahimahullah- mengatakan:

ولكن لا بد أن يلاحظ الداعي أن لا يكون الكافر عدواً للمسلمين

Akan tetapi, orang yg mendoakan kebaikan harus memperhatikan, bahawa orang kafir tersebut bukanlah musuh (perang) bagi Kaum Muslimin. (Ta’liq Kitab Adab Mufrod 1/430).

KETIGA: Mendoakan agar dosa mereka diampuni, setelah mereka mati dalam keadaan kafir.

Para ulama telah sepakat (Ijma’) bahawa hal ini diharamkan:

قال النووي رحمه الله : وأما الصلاة على الكافر والدعاء له بالمغفرة فحرام بنص القرآن والإجماع

Imam Nawawi -rahimahullah- mengatakan: “Adapun menyolati orang kafir, dan mendoakan agar diampuni dosanya, maka ini merupakan perbuatan haram, berdasarkan nas al-Quran dan Ijma’. (al-Majmu’ 5/120).

وقال ابن تيمية رحمه الله: إن الاستغفار للكفار لا يجوز بالكتاب والسنَّة والإجماع

Ibnu Taimiyah -rahimahullah- juga mengatakan: Sesungguhnya memintakan maghfiroh untuk orang-orang kafir tidak dibolehkan, berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’. (Majmu’ul Fatawa 12/489)

Dan dalil paling tegas dalam masalah ini adalah firman Allah Ta’ala:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

Maksudnya, "Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) Jahim." (Surah at-Taubah ayat 113)

KEEMPAT: Mendoakan agar diampuni dosanya ketika mereka masih hidup.

Hal ini dibolehkan dengan Dalil hadits berikut:

قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بن مسعود: كَأَنِّي أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي نَبِيًّا مِنْ الْأَنْبِيَاءِ ضَرَبَهُ قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَجْهِهِ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Abdullah bin Mas’ud mengatakan: “Seakan-akan aku sekarang melihat Nabi -Shallallahu Alaihi Wasallam- bercerita tentang seorang Nabi, yang dipukul oleh kaumnya hingga bercucur darah, dan ia mengusap darah tersebut dari wajahnya, tetapi ia tetap mengatakan: “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. (HR. Bukhori 3477).

Memang Hadis ini tidak tegas mengatakan bahawa Nabi yang mendoakan ampunan tersebut adalah Nabi Muhammad –Shallallahu Alaihi Wasallam-… Namun ada riwayat lain yg tegas mengatakan bahawa doa tersebut juga diucapkan oleh Nabi kita Muhammad –Shallallahu Alaihi Wasallam– kepada kaumnya yg masih kafir:

عن سهل بن سعد قال: شهدت النبي – صلى الله عليه وسلم – حين كُسِرت رباعِيتُهُ وجُرح وجهه وهُشمت البيضة على رأسه، وإني لأعرف من يغسل الدم عن وجهه، ومن ينقل عليه الماء، وماذا جعل على جرحه حتى رقأ الدم؛ كانت فاطمة بنت محمد رسول الله – صلى الله عليه وسلم – له تغسل الدم عن وجهه، وعلي- رضي الله عنه- ينقل الماء إليها في مِجنَّةٍ، فلما غسلت الدم عن وجه أبيها أحرقت حصيراً، حتى إذا صارت رماداً أخذت من ذلك الرماد، فوضعته على وجهه حتى رقأ الدم، ثم قال يومئذ: اشتد غضب الله على قوم كلموا وجه رسول الله – صلى الله عليه وسلم. ثم مكث ساعة، ثم قال: اللهم! اغفر لقومي؛ فإنهم لا يعلمون

Sahal bin sa’ad mengatakan: Aku telah menyaksikan Nabi -Shallallahu Alaihi Wasallam- saat gigi serinya patah, wajahnya terluka, dan helm perang di kepalanya pecah… sungguh aku juga tahu siapa yg mencuci darah dari wajahnya, siapa yang mendatangkan air kepadanya, dan apa yang ditempatkan dilukanya hingga darahnya mampet… Adalah Fatimah puteri Muhammad utusan Allah yang mencuci darah dari wajah, dan Ali -radliallahu anhu- yang mendatangkan air dalam perisai… maka ketika Fatimah mencuci darah dari wajah ayahnya, dia membakar tikar, sehingga ketika telah menjadi abu, ia mengambil abu itu, lalu menaruhnya di wajah baginda, hingga darahnya mampet… ketika itu baginda mengatakan: “Telah memuncak kemurkaan Allah atas kaum yang melukai wajah Rasulullah”… lalu baginda diam sebentar, dan mengatakan: “Ya Allah ampunilah kaumku, kerana sesungguhnya mereka itu tidak tahu”. (HR. Tobaroni, dan Syeikh Albani dalam Silsilah Shohihah [7/531] mengatakan: Sanadnya Hasan atau Shohih).

Diantara dalil dalam masalah ini adalah Mafhum Mukholafah dari firman Allah berikut:

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ (*) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim. Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapanya, tidak lain hanyalah kerana suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapanya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahawa bapanya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (Surah at-Taubah ayat 113-114)

Ayat ini mengaitkan “larangan memintakan ampun untuk Kaum Musyrikin”, dengan keadaan “sesudah jelas bagi mereka bahawa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka”. Sehingga sebelum jelas menjadi penghuni neraka, boleh di mintakan ampun… Dan telah shohih dari Ibnu Abbas, bahawa maksud dari firman Allah yg ertinya: “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapanya itu adalah musuh Allah” adalah “setelah mati dalam keadaan kufur”. Sehingga sebelum kematiannya, masih boleh dimintakan ampun.

Berikut Atsar dari Ibnu Abbas tersebut:

عن سعيد بن جبير قال : توفى أبو رجل ، وكان يهوديا ، فلم يتبعه ابنه ، فذكر ذلك لابن عباس ، فقال ابن عباس : وما عليه، لو غسله ، واتبعه ، واستغفر له ما كان حيا… ثم قرأ ابن عباس (فلما تبين له أنه عدو لله تبرأ منه) * يقول : لما مات على كفره

Sa’id bin Jubair mengatakan: Ada salah seorang ayah meninggal, dan dia seorang Yahudi, sehingga putranya (yang muslim) tidak mengikuti (jenazah)nya, lalu hal itu diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka beliau mengatakan: “Tidak sepatutnya ia melakukannya, (alangkah baiknya) apabila ia memandikannya, mengikuti (jenazah)nya, dan memintakan ampun baginya ketika masih hidup… kemudian Ibnu Abbas membaca ayat (yg artinya): “Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapanya itu adalah musuh Allah, ia pun berlepas diri darinya”, maksudnya: “ketika ia mati dalam keadaan kafir”. (Mushonnaf Abdurrozzaq 6/39).

Dan kesimpulan bolehnya memintakan ampun bagi orang-orang kafir selama masih hidup ini, juga banyak dinyatakan oleh para ulama, diantaranya:

Imam At-Thobari –rohimahulloh-, beliau mengatakan dalam tafsirnya:

وقد تأول قوم قول الله: {ما كان للنبي والذين آمنوا أن يستغفروا للمشركين ولو كانوا أولى قربى}… الآية، أن النهي من الله عن الاستغفار للمشركين بعد مماتهم، لقوله: {من بعد ما تبين لهم أنهم أصحاب الجحيم} وقالوا: ذلك لا يتبينه أحد إلا بأن يموت على كفره، وأما هو حي فلا سبيل إلى علم ذلك، فللمؤمنين أن يستغفروا لهم

Sekelompok ulama’ telah menafsiri firman Allah (yg ertinya): Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman, memintakan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya)… -hingga akhir ayat-; bahawa larangan dari Allah untuk memintakan ampun bagi kaum musyrikin adalah setelah matinya mereka (dalam keadaan kafir), kerana firman-Nya (yg ertinya): “sesudah jelas bagi mereka, bahawasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni (neraka) jahim”. Mereka mengatakan: “alasannya, kerana tidak ada yg boleh memastikan (bahawa dia ahli neraka), kecuali setelah ia mati dalam kekafirannya, adapun saat ia masih hidup, maka tidak ada yang boleh mengetahui hal itu, sehingga dibolehkan bagi Kaum Mukminin untuk memintakan ampun bagi mereka. (Tafsir Thobari 12/26)

Dan inilah pendapat yg dipilih oleh beliau dalam tafsirnya. (lihat Tafsir Thobari 12/28)

Imam Al-Qurtubi juga mengatakan dalam tafsirnya:

وَقَدْ قَالَ كَثِيرٌ مِنَ الْعُلَمَاءِ: لَا بَأْسَ أَنْ يَدْعُوَ الرَّجُلُ لِأَبَوَيْهِ الْكَافِرَيْنِ وَيَسْتَغْفِرَ لَهُمَا مَا دَامَا حَيَّيْنِ. فَأَمَّا مَنْ مَاتَ فَقَدِ انْقَطَعَ عَنْهُ الرَّجَاءُ فَلَا يُدْعَى لَهُ. قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كَانُوا يَسْتَغْفِرُونَ لِمَوْتَاهُمْ فَنَزَلَتْ فَأَمْسَكُوا عَنِ الِاسْتِغْفَارِ وَلَمْ يَنْهَهُمْ أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْأَحْيَاءِ حَتَّى يَمُوتُوا

Banyak ulama mengatakan: "Tidak mengapa bagi seorang (muslim) mendoakan kedua orang tuanya yg kafir, dan memintakan ampun bagi keduanya selama mereka masih hidup. Adapun orang yg sudah meninggal, maka telah terputus harapan (untuk diampuni dosanya). Ibnu Abbas mengatakan: “Dahulu orang-orang memintakan ampun untuk orang-orang mati mereka, lalu turunlah ayat, maka mereka berhenti dari memintakan ampun. Namun mereka tidak dilarang untuk memintakan ampun bagi orang-orang yg masih hidup hingga mereka meninggal”. (Tafsir Qurtubi 10/400)

Inilah pendapat paling kuat dalam masalah ini, kerana bersandarkan dalil dari Al-Qur’an, Hadits, dan Perkataan Shahabat… Kerana banyak dari kalangan ulama, memilih pendapat ini… Namun ada dua hal yg perlu digaris bawahi di sini:

– Bahwa yg lebih afdhol adalah mendoakan orang yg kafir agar diberikan hidayah masuk Islam… Kerana inilah yang sering dilakukan oleh Nabi –Shallallahu Alaihi Wasallam-, dan inilah yg telah disepakati bolehnya oleh para ulama.

– Ampunan yg sempurna tidak akan diberikan kepada orang kafir, selama dia masih kafir… Sehingga erti dari doa meminta ampunan untuk mereka adalah: ampunan dari sebagian dosa selain kesyirikan dan kekafirannya, atau ampunan untuk semua dosanya dengan jalan diberi hidayah dahulu untuk masuk Islam.

Sekian… wallahu Ta’ala a’lam…

Terdapat 10 Dalil Sahih Kenapa Lelaki Di Perintahkan Solat Berjemaah Di Masjid ?

$
0
0

1. Allah SWT yang langsung memerintahkan dalam al-Quran agar solat berjemaah.

Allah SWT berfirman,

وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah solat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (Surah Al-Baqarah ayat 43)

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

، فلا بد لقوله { مع الراكعين } من فائدة أخرى وليست إلا فعلها مع جماعة المصلين والمعية تفيد ذلك

“Makna firman Allah “Rukuklah beserta orang-orang yang rukuk, faedahnya iaitu tidaklah dilakukan kecuali bersama jemaah yang solat dan bersama-sama.”[Ash-Shalatu wa hukmu tarikiha hal. 139-141]

2. Ketika perang berkecamuk, tetap diperintahkan solat berjemaah. Maka apalagi suasana aman dan tenteram. Dan ini perintah langsung dari Allah SWT dalam al-Quran

Allah SWT berfirman,

وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةُُ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلِيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ وَدَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ تَغْفُلُونَ عَنْ أَسْلِحَتِكُمْ وَأَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيلُونَ عَلَيْكُم مَّيْلَةً وَاحِدَةً وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِن كَانَ بِكُمْ أَذًى مِّن مَّطَرٍ أَوْ كُنتُم مَّرْضَى أَن تَضَعُوا أَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوا حِذْرَكُمْ إِنَّ اللهَ أَعَدَّ لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan solat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (solat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang solat bersamamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum solat, lalu solatlah mereka denganmu.” (Surah An-Nisa’ ayat 102)

Ibnu Mundzir rahimahullah berkata,

ففي أمر الله بإقامة الجماعة في حال الخوف : دليل على أن ذلك في حال الأمن أوجب .

“Pada perintah Allah SWT untuk tetap menegakkan solat jemaah ketika takut (perang) adalah dalil bahawa solat berjemaah ketika keadaan aman lebih wajib lagi.”[Al- Ausath 4/135]

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah menjelaskan,

وفي هذا دليل على أن الجماعة فرض على الأعيان إذ لم يسقطها سبحانه عن الطائفة الثانية بفعل الأولى، ولو كانت الجماعة سنة لكان أولى الأعذار بسقوطها عذر الخوف، ولو كانت فرض كفاية لسقطت بفعل الطائفة الأولى …وأنه لم يرخص لهم في تركها حال الخوف

“Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahawa solat berjemaah hukumnya fardhu ain bukan hanya sunat atau fardhu kifayah, Seandainya hukumnya sunat tentu keadaan takut dari musuh adalah uzur yang utama. Juga bukan fardhu kifayah kerana Allah menggugurkan kewajiban berjemaah atas rombongan kedua dengan telah berjemaahnya rombongan pertama… dan Allah tidak memberi keringanan bagi mereka untuk meninggalkan solat berjemaah dalam keadaan ketakutan (perang).“[Kitab Solah hal. 138, Ibnu Qayyim]

3.Orang buta yang tidak ada penuntut ke masjid tetap di perintahkan solat berjemaah ke masjid jika mendengar azan, maka bagaimana yang matanya sihat?

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata,

أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ أَعْمَى فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَسَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُرَخِّصَ لَهُ فَيُصَلِّيَ فِي بَيْتِهِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ

“Seorang buta pernah menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan berujar, “Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.” Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk solat di rumah, maka baginda pun memberikan keringanan kepadanya. Ketika orang itu beranjak pulang, baginda kembali bertanya, “Apakah engkau mendengar panggilan solat (azan)?” Laki-laki itu menjawab, “Ia.” Baginda bersabda, “Penuhilah seruan tersebut (hadiri jemaah solat).”
[HR. Muslim no. 653]

Dalam hadis yang lain iaitu, Ibnu Ummi Maktum (ia buta matanya). Dia berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَتَسْمَعُ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ فَحَىَّ هَلاَ ».

“Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan azan hayya ‘alash solah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan azan tersebut”.”[HR. Abu Daud, Syaikh Al Albani mengatakan bahawa hadits ini sahih]

4.Wajib solat berjemaah di masjid jika mendengar azan

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,

مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِهِ فَلَا صَلَاةَ لَهُ إِلَّا مِنْ عُذْرٍ

“Barangsiapa yang mendengar azan lalu tidak mendatanginya, maka tidak ada solat baginya, kecuali bila ada uzur.” [HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Misykat al-Mashabih: 1077 dan Irwa’ al-Ghalil no. 551]

5.Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberikan ancaman kepada laki-laki yang tidak solat berjemaah di masjid dengan membakar rumah mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

“Solat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah solat Isya dan solat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, nescaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga solat didirikan, kemudian ku suruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri solat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.”[HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651]

Ibnu Mundzir rahimahullah berkata,

وفي اهتمامه بأن يحرق على قوم تخلفوا عن الصلاة بيوتهم أبين البيان على وجوب فرض الجماعة

“Keinginan baginda (membakar rumah) orang yang tidak ikut solat berjemaah di masjid merupakan dalil yang sangat jelas akan wajib ainnya solat berjemaah di masjid”[Al-Ausath 4/134]

6.Tidak solat berjemaah di masjid di anggap “munafik” oleh para sahabat.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu dia berkata:

وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

“Menurut pendapat kami (para sahabat), tidaklah seseorang itu tidak hadir solat jemaah, melainkan dia seorang munafik yang sudah jelas kemunafikannya. Sungguh dahulu seseorang dari kami harus dipapah di antara dua orang hingga diberdirikan si saff (barisan) solat yang ada.”[HR. Muslim no. 654]

7.Solat berjemaah mendapat pahala lebih banyak.

Dalam satu riwayat 27 kali lebih banyak daripada solat bersendirian.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Solat berjemaah itu lebih utama daripada solat sendirian dengan 27 derajat.”[HR. Bukhari]

8.Keutamaan solat berjemaah yang banyak.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِي جَمَاعَةٍ كَانَ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ

“Barang siapa solat Isya dengan berjemaah, pahalanya seperti solat setengah malam. Barang siapa solat Isya dan Subuh dengan berjemaah, pahalanya seperti solat semalam penuh.”[Fathul Bari 2/154—157]

9. Tidak solat berjemaah akan dikuasai oleh syaitan.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

مَا مِنْ ثَلَاثَةٍ فِي قَرْيَةٍ وَلَا بَدْوٍ لَا تُقَامُ فِيهِمْ الصَّلَاةُ إِلَّا قَدْ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمْ الشَّيْطَانُ فَعَلَيْكَ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّمَا يَأْكُلُ الذِّئْبُ الْقَاصِيَةَ

“Tidaklah tiga orang di suatu desa atau lembah yang tidak didirikan solat berjemaah di lingkungan mereka, melainkan syaitan telah menguasai mereka. Kerana itu tetaplah kalian (solat) berjemaah, kerana sesungguhnya serigala itu hanya akan menerkam kambing yang sendirian (jauh dari kawan-kawannya).”[HR. Abu Daud no. 547, An-Nasai no. 838, dan sanadnya dinyatakan hasan oleh An-Nawawi]

10. Amal yang pertama kali dihisab adalah solat, jika baik maka seluruh amal baik dan sebaliknya, apakah kita pilih solat yang sekadarnya saja atau meraih pahala tinggi dengan solat berjemaah?

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَاةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ

“Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah solatnya. Rabb kita Jalla Wa ‘Azza berfirman kepada para malaikat-Nya -padahal Dia lebih mengetahui, “Periksalah solat hamba-Ku, sempurnakah atau justru kurang?” Sekiranya sempurna, maka akan dituliskan baginya dengan sempurna, dan jika terdapat kekurangan maka Allah berfirman, “Periksalah lagi, apakah hamba-Ku memiliki amalan solat sunat?” Jikalau terdapat solat sunatnya, Allah berfirman, “Sempurnakanlah kekurangan yang ada pada solat wajib hamba-Ku itu dengan solat sunatnya.” Selanjutnya semua amal manusia akan dihisab dengan cara demikian.”[HR. Abu Daud no. 964, At-Tirmizi no. 413 dishahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 2571]

Khusus bagi yang mengaku mazhab Syafi’i (majoriti di Malaysia , Indonesia, Singapura dan Brunei), maka Imam Syafi’i mewajibkan solat berjemaah dan tidak memberi keringanan (rukshah).

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,

وأما الجماعة فلا ارخص في تركها إلا من عذر

“Adapun solat jemaah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada uzur.”[Ash Shalah wa Hukmu Tarikiha hal. 107]

Nama Yang Baik Untuk Anak-anak Dalam Islam.

$
0
0
Jika kita nak letakkan nama untuk anak-anak carilah nama yg baik maksudnya, ringkas dan tidak terlalu panjang. Dua perkataan sudah memadai tak perlu nama anak-anak 3 perkataan atau 4 perkataan.Adalah menjadi hak anak dan kewajipan yang mesti dipenuhi oleh ibubapa memberikan nama yang baik kepada bayi yang baru dilahirkan. Memberikan seseorang nama-nama yang baik dan elok menjadi tuntutan Islam ..

Dalam satu majlis, seorang anak menemui Khalifah Umar dan bertanya mengenai hak seorang anak ke atas bapanya, beliau telah menjelaskan: “Memilih ibunya, memperelokkan namanya dan mengajarkan kepadanya al-Quran.”

Sebab itu setiap pemilihan, sebaik-baiknya ada tujuan dan dengan maksud yang boleh menjadi atau mengandungi doa, boleh dipercayai serta berkaitan pula dengan pembentukan sahsiah anak tersebut.
.
Kekal Sehingga Akhirat.

Islam menganjurkan pemilihan nama yang baik, kerana ia lambang identiti seseorang dan nama itulah ia akan dikenali sepanjang hayat dan menjadi sebutan sampai ke hari akhirat. Apabila orang memanggilnya dengan nama tersebut, maka pada sepanjang hayatnya, mereka seolah-olah berdoa untuk anak tersebut..

Seorang Muslim wajib percaya kepada hari kebangkitan dan perlu mengakui bahawa nama yang diberikan kepada anak di dunia akan kekal digunakan di akhirat.

Abu Darda ada meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW bersabda:
إنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ القِيامَةِ بأسْمائكُمْ وأسماءِ آبائِكُمْ فأحْسِنُوا أسْماءَكُمْ

“Sesungguhnya kamu akan diseru/dipanggil pada hari Kiamat nanti dengan nama-nama kamu dan juga nama bapa-bapa kamu, maka perelokkanlah nama-nama kamu.” (Hadis Riwayat Imam Abu Daud dari Abu Dardak r.a.)
.
Hari Memberi Nama

Disunatkan memberi nama kepada bayi pada hari ketujuh kelahirannya sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah SAW;
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينٌ بِعَقِيقَةٍ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ، وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى

“Setiap anak kecil (bayi) dipertaruhkan dengan suatu aqiqah; disembelih untuknya pada hari ke tujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama”. (Hadis Riwayat Imam Abu Daud, Tirmizi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari Hasan r.a. dari Samurah bin Jundub r.a.).

Rasulullah SAW juga pernah memberi nama kepada bayi pada hari dilahirkan. Antaranya ialah hadis dari Abu Musa al-Asy’ari r.a. yang menceritakan;
وُلِدَ لِي غُلاَمٌ، فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فَسَمَّاهُ: إِبْرَاهِيمَ، وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ وَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ

“Telah dilahirkan untukku seorang anak, lalu aku membawanya kepada Rasulullah SAW, maka baginda menamakannya Ibrahim dan baginda mentahniknya dengan sebiji buah tamar serta baginda mendoakan keberkatan untuknya.” (Hadis Riwayat Imam Bukhari dan Muslim).

Maka, adalah menjadi sunnah, menamakan bayi pada hari ketujuh atau pada hari ia dilahirkan. Imam Nawawi dalam al-Azkar menegaskan; “Yang menjadi sunnah ialah menamakan bayi pada hari ketujuh dari hari kelahirannya atau menamakannya pada hari kelahirannya”. Manakala Imam Bukhari menjelaskan; “Hadis-hadis yang menyebutkan hari kelahiran dimengertikan bagi orang yang tidak berniat melakukan aqiqah dan adapun hadis-hadis yang menyebutkan hari ketujuh, maka dimengertikan bagi orang yang ingin melakukan aqiqah bagi anaknya.”
.
Menamakan Bayi Yang Meninggal

Jika ditakdirkan bayi mati di dalam perut, gugur atau pun meninggal sewaktu dilahirkan, adalah disunatkan diberikan juga nama kepada mereka. Bersyukur dan terimalah dengan redha atas kematian ini kerana anak-anak yang meninggal sebelum umur baligh adalah mati syahid dan akan menjadi syafaat kepada ibubapanya di akhirat kelak..

Allah Ta’ala berfirman kepada Jibril, Alaihis Salaam: “Pergilah dan ambillah ayah-ayah mereka dan ibu-ibu mereka dari mana-mana sahaja mereka berada, lalu serahkanlah mereka kepada anak-anak mereka, kerana sesungguhnya aku benar-benar telah mengampuni dosa-dosa mereka dengan syafaat anak-anak mereka, dan masukkanlah mereka bersama-sama anak-anak mereka masing-masing ke dalam syurga. “
.
Panduan Memberi Nama Anak dalam Islam

Dalam masalah meletakkan nama ini, hendaklah diberi perhatian perkara-perkara berikut;.

a) Disunatkan memberi nama-nama yang baik dan elok kerana Rasulullah SAW bersabda;
إنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ القِيامَةِ بأسْمائكُمْ وأسماءِ آبائِكُمْ فأحْسِنُوا أسْماءَكُمْ

“Sesungguhnya kamu semua akan diseru/dipanggil pada hari Kiamat dengan nama-nama kamu dan nama-nama bapa kamu. Oleh demikian, perelokkanlah nama-nama kamu.” (Riwayat Imam Abu Daud dari Abu Dardak r.a.).

b) Nama yang paling baik/paling elok ialah Abdullah dan Abdurrahman sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW;
إنَّ أحَبَّ أسْمائكُمْ إلى اللّه عَزَّ وَجَلَّ عَبْدُ اللّه، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ

“Sesungguhnya nama yang paling disukai oleh Allah dari nama-nama kamu ialah Abdullah dan Abdurrahman.” (Hadis Riwayat Imam Muslim dari Abdullah bin Umar r.a.).

c) Harus memberi nama sempena nama para Nabi seperti Ibrahim, Hud, Soleh, Muhammad dan sebagainya. Sebagaimana sedia dimaklumi bahawa, Rasulullah SAW telah menamakan salah seorang anaknya dengan nama Ibrahim.

i) Sabda Baginda SAW;
تَسَمَّوا بأسْماءِ الأنْبِياءِ، وَأحَبُّ الأسْماءِ إلى اللّه تَعالى عَبْدُ اللّه وَعَبْدُ الرَّحْمَن، وأصْدَقُها: حَارِثٌ وَهمَّامٌ، وأقْبَحُها: حَرْبٌ وَمُرَّةُ

“Berilah nama dengan nama-nama para Nabi. Nama yang paling disukai oleh Allah ialah Abdullah dan Abdurrahman. Nama yang paling tepat (dengan hakikat manusia) ialah Harith dan Hammam, dan nama yang paling buruk ialah Harb dan Murrah.” (Hadis Riwayat Abu Daud, an-Nasai dan lain-lain dari Abi Wahb al-Jusyami r.a.).

ii) Jabir bin Abdullah r.a. menceritakan; “Seorang lelaki dari kalangan kami baru memperolehi anak dan ia memberi nama anak itu ‘Muhammad’. Lalu kaumnya berkata kepadanya; ‘Kami tidak akan membiarkan kamu memberi nama dengan nama Rasulullah SAW. Maka lelaki ini pun pergi menemui Nabi SAW dengan membawa anaknya di atas belakangnya. Ia bertanya Nabi; “Ya Rasulullah, dilahirkan untukku anak dan aku menamakannya ‘Muhammad’, lalu kaumku berkata kepadaku; ‘Kami tidak akan membiar kamu menamakan dengan nama Muhammad.” Lantas Rasulullah SAW menjawab;
تَسَمَّوْا بِاسْمِي، وَلاَ تَكْتَنُوا بِكُنْيَتِي، فَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ، أَقْسِمُ بَيْنَكُمْ

“Berilah nama dengan namaku, akan tetapi jangan memanggil dengan panggilanku (iaitu Abul-Qasim) kerana sesungguhnya aku adalah Qasim (pembahagi) yang membahagi di antara kamu.” (Hadis Riwayat Imam Muslim)

Tata Cara Wuduk Menurut Al-Qur’an & As-Sunnah

$
0
0

Kita mulai dari kajian pertama ini yaitu Tata Cara Wuduk
 

1. Apabila seorang muslim mau berwuduk maka hendaknya ia berniat di dalam hatinya kemudian membaca “Bismillahirrahmanirrahim” sebab Rasulullah SAW bersabda “Tidak sah wuduk orang yg tidak menyebut nama Allah” . Dan apabila ia lupa maka tidaklah mengapa. Jika hanya mengucapkan “Bismillah” saja maka dianggap cukup.
 

2. Kemudian disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum memulai wuduk. 

3. Kemudian berkumur-kumur .
 

4. Lalu menghirup air dgn hidung lalu mengeluarkannya.
 

Disunnahkan ketika menghirup air di lakukan dgn kuat kecuali jika dalam keadaan berpuasa maka ia tidak mengeraskannya krn dikhawatirkan air masuk ke dalam tenggorokan. Rasulullah bersabda “Keraskanlah di dalam menghirup air dgn hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa.”
 

5. Lalu mencuci muka. Batas muka adl dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai dagu dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. Dan jika rambut yg ada pada muka tipis maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya. Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja namun disunnahkan mencelah-celahi rambut yg tebal tersebut. Kerana Rasulullah selalu mencelah-celahi jenggotnya di saat berwuduk.
 

6. Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku krn Allah berfirman “dan kedua tanganmu hingga siku.” .
 

7. Kemudian mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali dimulai dari bagian depan kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan kepala. Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dgn air yg tersisa pada tangannya.
 

8. Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki krn Allah berfirman “dan kedua kakimu hingga dua mata kaki.” . Yang dimaksud mata kaki adalah benjolan yg ada di sebelah bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dgn kaki. Orang yg tangan atau kakinya terpotong maka ia mencuci bagian yg tersisa yg wajib dicuci. Dan apabila tangan atau kakinya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja.
 

Setelah selesai berwuduk mengucapkan :Sabda Rasullullah SAW maksudnya;

“Sesiapa yang mengambil wuduk dengan baik kemudian dia berkata, Asyhadu al laa ilaaha illAllah wahdahu laa syarikalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘Abdahu wa rasulluh, Allah hummaj ‘alni minat tawwaabin, waj’alni minal mutatohhiriin

(maksudnya: Aku bersaksi bahawa tiada Tuhan selain Allah esa (Tuhan) saja tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahawa Muhammad itu adalah hamba dan utusanNya. Allah jadikanlah aku dari kalangan orang yang banyak bertaubat dan jadikanlah aku dari kalangan orang yang menyucikan diri), akan dibuka untuknya kesemua lapan pintu-pintu syurga agar dia memasukinya dari mana dia suka.

(Hadis riwayat ImamTarmizi( 50) ; Sahih: Sahih Al-Tarmizi(55) dan Al-Nasai(148);Sahih:Sahih Al-Nasai(148))


Ketika berwuduk wajib mencuci anggota-anggota wuduknya secara berurutan tidak menunda pencucian salah satunya hingga yg sebelumnya kering. Hal ini berdasar hadits yg diriwayatkan Ibn Umar Zaid bin Sabit dan Abu Hurairah bahwa Nabi senantiasa berwudu secara berurutan kemudian beliau bersabda “Inilah cara berwudu di mana Allah tidak akan menerima shalat seseorang kecuali dgn wudu seperti ini.” .
 

Boleh mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwuduk

Sunnah Wuduk
 

Disunnatkan bagi tiap muslim menggosok gigi sebelum memulai wudhunya krn Rasulullah bersabda “Sekiranya aku tidak memberatkan umatku niscaya aku perintah mere-ka bersiwak tiap kali akan berwudhu.” (Riwayat Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’).
 

Disunnatkan pula mencuci kedua telapak tangan tiga kali sebelum berwudhu sebagaimana disebutkan di atas kecuali jika setelah bangun tidur maka hukumnya wajib mencucinya tiga kali sebelum berwudhu. Sebab boleh jadi kedua tangannya telah menyentuh kotoran di waktu tidurnya sedangkan ia tidak merasakannya. Rasulullah bersabda “Apabila seorang di antara kamu bangun tidur maka hendaknya tidak mencelupkan kedua tangannya di dalam bejana air sebelum mencucinya terlebih dahulu tiga kali krn sesungguhnya ia tidak mengetahui di mana tangannya berada .” .
 

Disunnatkan keras di dalam meng-hirup air dgn hidung sebagaimana dijelaskan di atas.
 

Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jenggot jika tebal ketika membasuh muka .
 

Disunnatkan bagi orang muslim mencelah-celahi jari-jari tangan dan kaki di saat mencucinya krn Rasulullah bersabda “Celah-celahilah jari-jemari kamu.” .
 

Mencuci anggota wuduk yg kanan terlebih dahulu sebelum mencuci anggota wuduk yg kiri. Mencuci tangan kanan terlebih dahulu kemudian tangan kiri dan begitu pula mencuci kaki kanan sebelum mencuci kaki kiri.
 

Mencuci anggota-anggota wudhu dua atau tiga kali namun kepala cukup diusap satu kali usapan saja.
 

Tidak berlebih-lebihan dalam pemakaian air krn Rasulullah berwudhu dgn mencuci tiga kali lalu bersabda “Barangsiapa mencuci lbh maka ia telah berbuat kesalahan dan kezhaliman.” Hal-hal Yang Membatalkan Wudhu Wudhu seorang muslim batal krn hal-hal berikut ini
 

Keluarnya sesuatu dari qubul atau dubur baik berupa air kecil atau- pun air besar.
 

Keluar angin dari dubur .
 

Hilang akalnya baik krn gila pingsan mabuk atau krn tidur yg nyenyak hingga tidak menya-dari apa yg keluar darinya. Adapun tidur ringan yg tidak menghilangkan perasaan maka tidak membatalkan wudhu.
 

Menyentuh kemaluan dgn tangan dgn syhwt (**) apakah yg disentuh tersebut kemaluannya sendiri atau milik orang lain krn Rasulullah bersabda “Barangsiapa yg menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwuduk.”.
 

Memakan daging unta krn ketika Rasulullah ditanya “Apakah kami harus berwudhu krn makan daging unta? Nabi menjawab Ya.” . Begitu pula memakan usus hati babat atau sumsumnya adl membatalkan wudhu krn hal tersebut sama dgn dagingnya. Adapun air susu unta tidak membatalkan wudhu krn Rasulullah SAW pernah menyuruh suatu kaum minum air susu unta dan tidak menyuruh mereka berwudlu sesudahnya . Untuk lbh berhati-hati maka sebaiknya berwuduk sesudah minum atau makan kuah daging unta.
 

Hal-hal yg haram dilakukan oleh yg tidak berwuduk.  Apabila seorang muslim berhadats kecil maka haram melakukan hal-hal berikut ini
 

Menyentuh mushaf Al-Qur’an krn Rasulullah mengatakan di dalam suratnya yg beliau kirimkan kepada penduduk negeri Yaman “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an selain orang yg suci.” . Adapun membaca Al-Qur’an dgn tidak menyentuhnya maka hal itu boleh dilakukan oleh orang yg berhadats kecil.
 

Mengerjakan solat. Orang yg berhadats tidak boleh melakukan solat kecuali setelah berwuduk terlebih dahulu krn Rasulullah bersabda “Allah tidak menerima solat yg dilakukan tanpa wuduk.” . Boleh bagi orang yg tidak berwuduk melakukan sujud tilawah atau sujud syukur krn keduanya bukan merupakan solat sekalipun lbh afdhalnya adl berwuduk sebelum melakukan sujud.
 

Melakukan thawaf. Orang yg berhadats kecil tidak boleh melakukan thawaf di Ka`bah sebelum berwuduk krn Rasulullah telah bersabda “Thawaf di Baitullah itu adl solat.” . Dan juga krn Nabi berwuduk terlebih dahulu sebelaum melakukan thawaf . Catatan Penting Untuk berwuduk tidak disyaratkan mencuci qubul atau dubur terlebih dahulu krn pencucian keduanya dilakukan sehabis buaang air dan hal tersebut tidak ada hubungannya dgn wuduk. Wallahu a’lam wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wa sallam. 

Rujukan :

1. Al-Qur’an Al-Karim dan Al-Hadits Kutubus-Sittah.

2. Diadaptasi dari “Tuntunan Shalat Menurut Al-Qur’an & As-Sunnah” Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin.

3. Al-Adzkaarun Nawawiyyah Muhyiddin Abi Zakaria bin Syaraf An-Nawawi.

4. Fiqhus-Sunnah Sayyid Sabiq.

5. Slat Empat Mazhab ‘Abdul Qadir Ar-Rahbawi.

Batas-batas Pergaulan Di Antara Lelaki Dan Wanita Dalam Islam

$
0
0
Pengertian Pergaulan.

Pergaulan dalam bahasa Arab disebutkan ikhtilat berasal daripada kalimah “khalata yakhlutu khaltan” yang bererti bercampur.[Ibn Manzur, Lisan al-Arab, Jilid 9, hlm. 120-121.]

Maksud pergaulan (ikhtilat) dalam perbincangan ini ialah bergaul atau bercampur di antara lelaki dan perempuan ajnabi (yang sah kahwin) di satu tempat yakni berlaku interaksi dalam bentuk pandang-memandang atau perbuatan di antara seseorang dengan lain. Ertinya, ia berlaku antara tiga orang atau lebih. Ia berbeza dengan khalwat yang hanya terdiri dari dua orang sahaja.

Hukum Pergaulan Di Antara Lelaki Dan Wanita.

Hukum asal pergaulan antara lelaki dan perempuan ajnabi (harus nikah) adalah haram. Namun demikian, pengharaman ini tidak didasarkan kepada nas yang sarih kerana tiada nas sarih mengenai kes ini. Pengharamannya hanya diasaskan kepada hukum lain ynag pada asalnya dikhususkan bagi kaum wanita kerana dalam hukum-hukum terbabit terdapat unsur-unsur pergaulan antara lelaki dan perempuan ajnabi. Hukum-hukum yang dimaksudkan ialah; larangan berkhalwat dan musafir tanpa mahram, solat berjemaaah di masjid bagi wanita, hukum jihad bagi wanita-wanita dan hukum solat jumaat bagi wanita.

1. Larangan Berkhalwat dan Musafir tanpa mahram

Perempuan dilarang bermusafir bersendirian tanpa mahram dan dilarang berkhalwat dengan lelaki ajnabi (sah kawin dengannya).

Kedua-dua larangan ini didasarkan kepada hadis-hadis berikut:

i. Maksudnya: “Perempuan tidak harus musafir kecuali ada bersamanya mahram dan lelaki tidak harus masuk (dalam rumah) perempuan kecuali ada bersamanya mahram.”[Al- `Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh al-Bukhari, Jilid 4, hlm. 72, 77.]

ii. Maksudnya: “Lelaki tidak harus berkhalwat dengan perempuan kecuali bersamanya mahram dan tidak harus musafir kecuali bersamanya mahram.”[Al-Nawawi, Sahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Jilid 9, hlm. 109.]

Hadis pertama melarang lelaki ajnabi berkhalwat dengan wanita di dalam bilik atau rumah. Hadis kedua pula melarang wanita keluar mengerjakan haji tanpa mahram. Kedua-dua hadis ini telah dijadikan oleh para fuqaha’[ Abd al-Karim Zaydan (Dr.), al-Mufassal fi Ahkam al-Mar’ah, jilid 3, hlm. 423.] Sebagai dalil pengharaman pergaulan lelaki dan perempuan; kerana kedua-duanya mengandungi unsur pergaulan.

Walau apapun, satu kesimpulan dapat dibuat iaitu pergaulan perempuan dengan lelaki bukan mahram adalah diharamkan. Namun, pengharaman ini bukanlah didasarkan kepada suatu nas Syarak yang sarih kerana tiada nas Syarak yang dengan jelas menyatakan demikian.

Pengharaman ini hanyalah didasarkan kepada pengharaman khalwat yang terdapat dalam hadis pertama di samping larangan bergaul yang boleh difahami dari larangan ke atas wanita mengerjakan haji tanpa mahram. Dengan kata lain, oleh kerana khalwat antara wanita dan lelaki bukan mahram diharamkan maka pergaulan antara wanita dan lelaki bukan mahram juga adalah haram.

Begitu juga, oleh kerana perempuan dilarang mengerjakan haji tanpa mahram kerana perbuatan itu mendedahkannya kepada pergaulan dengan lelaki maka semua bentuk pergaulan wanita dengan lelaki bukan mahram adalah haram.

Begitu juga hukum sebaliknya, iaitu oleh kerana wanita tidak haram berkhalwat dengan lelaki mahram kerana darurat,[Al-Nawawai, op.cit., hlm. 109.] maka juga tidak haram bergaul dengan lelaki mahram atas alasan darurat. Jelas di sini, hukum boleh dengan tidak boleh wanita bergaul dengan lelaki mahram adakah sinonim dengan hukum boleh dan tidak boleh dia berkhalwat dengan lelaki mahram, begitu juga boleh dan tidak boleh beliau musafir tanpa mahram.

2. Hukum Perempuan solat Jemaah di Masjid

Rujukan kedua bagi pengharaman pergaulan antara lelaki dan wanita ajnabi ialah keizinan bagi wanita melakukan solat jemaah di masjid. Solat jemaah di masjid digalakkan bagi kaum lelaki, tidak bagi kaum wanita. Malah sebaliknya solat wanita di rumahnya adalah lebih afdhal bagi mereka.

Keizinan bagi wanita solat berjemaah di masjid tidak mutlak. Ia diikat dengan berbagai syarat; keizinan suami atau wali, tidak memakai bau-bauan tidak berhias dan tidak bercampur gaul dengan lelaki semasa solat jemaah di dalam masjid. Syarak menentukan saf bagi wanita dalam solat jemaah mestilah di belakang saf lelaki. Penentuan ini sabit melalui nas hadis seperti yang dinyatakan oleh Abdullah bin `Abbas yang beliau mendirikan solat di sebelah Rasulullah s.a.w dan Aisyah r.a mendirikan solat bersama di belakang mereka. Beliau berdiri di sebelah kanan Rasulullah s.a.w. Mereka menunaikan solat bersama.[Abd al-Razzaq al-San`ani, al-Musannaf, Jilid 2, hlm. 407.]

Pensyaratan-pensyaratan yang dikenakan dalam kes wanita solat berjemaah dengan lelaki ini menunjukkan bahawa pergaulan antara lelaki dan wanita adalah haram. Lebih-lebih lagi jika dihalusi persoalan kedudukan saf bagi wanita; di belakang saf lelaki. Ertinya wanita tidak boleh berada dalam satu saf dengan lelaki. Kalau dalam solat yang suasananya penuh taqwa, jauh dari fitnah pun wanita tidak dibenarkan bergaul dalam satu saf dengan lelaki apatah lagi dalam situasi lain yang jauh lebih tidak taqwa dan lebih terdedah kepada fitnah, sudah tentu tegahan bergaul dalam keadaan itu lebih ditegah. Kesimpulannya, pengharaman pergaulan lelaki dan perempuan adalah dirujukkan kepada nas yang melarang wanita bergaul dalam satu saf sewaktu melakukan solat jemaah bersama lelaki di samping pensyaratan-pensyaratan lain. Ini bererti kebolehan berlaku pergaulan dengan wanita dan lelaki ajnabi adalah bergantung kepada pensyaratan boleh berlakunya solat jemaah wanita bersama lelaki. Dengan kata lain pergaulan wanita dan lelaki ajnabi bukan boleh secara mutlak, tetapi boleh dengan syarat-syarat yang ditentukan.

3. Hukum Wanita Turut Serta Dalam Perang Jihad

Rujukan ketiga bagi pergaulan wanita denga lelaki ajnabi ialah hukum wanita turut serta dalam perang jihad. Menurut hukum asal, wanita tidak wajib turut serta dalam perang jihad. Aisyah r.a pernah meminta izin daripada Rasulullah s.a.w untuk turut serta berjihad, tetapi Rasulullah SAW menyatakan bahawa jihad bagi wanita adalah mengerjan haji.

Dalam menghuraikan hadis ini, Ibn al-Battal menyatakan bahawa wanita tidak wajib berjihad di medan perang kerana mereka diwajibkan berhijab dan tidak boleh bergaul dengan lelaki.

Jelas dilihat bahawa Rasulullah s.a.w tidak mengizinkan Aisyah turut serta dalam perang jihad adalah kerana mereka ditegah bergaul dengan lelaki. Ertinya, kalau dalam keadaan perang jihad mempertahankan Islam, satu keadaan yang sangat kritikal kepada orang Islam dan agama Islam sendiri wanita tidak diizinkan bergaul, maka dalam kes-kes lain yang tidak mendesak adalah lebih tidak dibenarkan.

4. Wanita Tidak Wajib Solat Jumaat

Fuqaha’ sepakat mengatakan bahawa wanita tidak wajib menunaikan solat jumaat.[13] Mazhab Hanafi berpendapat sebab wanita tidak wajib solat jumaat ialah kerana wanita sibuk dengan urusan rumah tangga di samping mereka ditegah keluar bersama kaum lelaki dlam keadaan yang boleh membawa fitnah.[14] Alasan ini membawa erti bahawa hukum pergaulan antara wnaita dan lelaki ajnabi adalah haram.

Di awal perbincangan telah dinyatakan, tiada nas sarih yang secara langsung mengharamkan pergaulan perempuan dengan lelaki ajnabi. Namun demikian, dalam konteks ini kaedah al-Asl fi al-Asyia’ al-Ibahah, tidak dapat digunakan untuk menyatakan bahawa hukum asal pergaulan perempuan dan lelaki ajnabi adalah harus, kerana nas-nas yang dikemukakan di atas secara tidak langsung telah mengandungi unsur-unsur larangan dari pergaulan antara perempuan dan lelaki ajnabi. Oleh itu, keharusan yang mutlak dalam kes ini sudah tidak ada lagi.

Batas-batas Pergaulan Lelaki dan Wanita Yang Di Benarkan.

Perbincangan di atas telah menjelaskan bahawa hukum asal pergaulan antara lelaki dan perempuan adalah dilarang. Namun demikian, dalam keadaan atau situasi tertentu hukum tersebut berubah menjadi harus. Keadaan dan situasi yang dimaksudkan ialah darurah, hajat (keperluan), maslahat Syar’ie dan kebiasaan adat setempat.

1. Pergaulan Antara Lelaki Dan Perempuan Kerana Darurat

Dalam syarah Sahih Muslim, al-Imam al-Nawawi menyatakan bahawa tidak ada perbezaan hokum berkhalwat antara perempan dan lelaki ajnabi di dalam dan luar solat, kecuali dalam keadaan darurat. Sebagai contoh, situasi di mana seorang perempuan bersendirian dalam satu perjalanan yang mungkin mendedahkannya kepada bahaya. Keadaan ini membolehkan seorang lelaki ajnabi bersama dengannya sekadar untuk membantu dan melindungi daripada bahaya.

Penjelasan al-Nawawi menyakinkan bahwa pergaulan perempuan dan lelaki ajnabi yang dikategorikan sebagai darurat, atas tujuan memberikan perlindungan atau menyelamatkan perempuan terbabit daripada bahaya adalah diharuskan dengan syarat tidak ada tujuan-tujuan lain. Hukum uni adalah satu pengecualian dari hukumnya yang asal iaitu haram.

2. Pergaulan Antara Lelaki Dan Perempuan Kerana Keperluan

Pergaulan antara perempuan dan lelaki ajnabi kerana hajat (keperluan) Syar’ie adalah dibolehkan. Antara keperluan-keperluan Syar’ie ialah:

a. Pergaulan antara lelaki dan perempuan untuk mengurus muamalah maliyah (urusan harta)

Pergaulan antara lelaki dan perempuan untuk tujuan-tujuan seperti jualbeli dan aktiviti transaksi lain dibolehkan kerana tabiat urusan jenis ini memerlukan berlaku interaksi di antara dua pihak sebelum berlaku akad. Pergaulan semasa muamalah maliyah (urusan harta) dibolehkan dengan syarat menjaga batas-batas Syarak seperti pakaian menutup aurat, menundukkan pandangan dan percakapan biasa.[16]

b. Pergaulan antara lelaki dan perempuan semasa bekerja

Semasa melaksanakan kerja, pada kebiasaannya berlaku pergaulan di antara lelaki dan perempuan. Pergaulan ini dibolehkan dengan syarat-syarat kedua-dua pihak menjaga batas-batas Syarak seperti berpakaian menutup aurat, menundukkan pandangan, percakapan biasa yang tidak mengandungi unsur-unsur fitnah dan tidak berkhalwat. Khalifah `Umar al-Khattab pernah melantik al-Syafi, seorang perempuan sebagai pegawai penguatkuasa di pasar untuk memerhati supaya tidak berlaku penyelewengan.[17] Tabiat penguatkuasa di pasar menuntut pegawai tebabit bergaul dengan peniaga dan pembeli di pasar, lelaki dan perempuan. Perlantikan perempuan bekerja sebgai penguatkuasa menunjukkan pergaulan semasa kerja dibolehkan. Kalau pergaulan ini tidak dibolehkan pasti khalifah `Umar tidak melantik perempuan bekerja sebagai penguatkuasa kerana tabiat kerja tersebut menuntut berlakunya pergaulan.

c. Pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa menjadi saksi

Perempuan boleh bergaul dengan lelaki semasa menjadi saksi dalam kes-kes yang ditentukan oleh Syarak bahawa perempuan dibolehkan menjadi saksi seperti perempuan harus menjadi saksi dalam kes-kes harta dan hak-haknya.

d. Pergaulan di antara lelaki dna perempuan dalam kenderaan awam

Pergaulan di antara dalam kenderaan dibolehkan atas alasan ianya adalah keperluan yang mendesak. Namun demikian, keharusan ini tertakluk kepada Syarak bahawa perempuan keluar rumah bukan untuk tujuan yang tidak Syar’ie seperti berfoya-foya. Ia mestilah bertujuan Syar’ie seperti bekerja untuk menyara diri atau keluarga, menziarahi keluarga, pesakit dan sebagainya.

Di samping syarat-syarat di atas, batas-batas Syarak dalam pergaulan lelaki dan perempuan perlulah dijaga. Pakaian mestilah menutup aurat, pandangan ditundukkan dan percakapan berlaku secara biasa dan normal.

3. Pergaulan Mengikut Kebiasaan Adat Dalam Majlis-majlis

Pergaulan di antara lelaki dan perempuan dalam majlis seperti kenduri kendara kerana semperna sesuatu dibolehkan dengan syarat menjaga batas-batas Syarak seperti pakaian menutup aurat, tidak tabarruj, menundukkan pandangan, bercakap dengan suara biasa dan normal. Sekiranya batas-batas Syarak tersebut tidak dipatuhi pergaulan di antara lelaki dan perempuan tidak dibolehkan. Walau bagaimanapun, pengasingan tempat antara lelaki dan perempuan semasa makan dan lainnya dalam majlis-majlis ini adalah lebih baik. Ini didasarkan kepada kaedah “Sadd al-Zari’ah” (menutup pintu-pintu fitnah).

4. Pergaulan Di Antara Lelaki Perempuan Semasa Belajar

Dalam persoalan pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa belajar, sebenarnya tidak ada hadis yang secara langsung menyentuh persoalan ini, apakah ia dilarang atau dibolehkan. Bagaimanapun, ada sesetengah ulama’[19] berpendapat lelaki dan perempuan tidak boleh bergaul semasa belajar.Mereka berhujah dengan hadis Sa’id al-Khudri yang meriwayatkan:

Maksudnya: “Perempuan berkata kepada Nabi s.a.w.: Golongan lelaki mengatasi kami ke atas kamu (orang lelaki sentiasa bersamamu setiap hari mendengar hal-hal agama). Tentukan bagi kami satu hari bersamamu (untuk mendengar dan belajar) lalu baginda menentukan satu hari untuk bertemu(mengajar) golongan perempuan, maka baginda menasihati dan mengajar mereka. Di antara nasihat baginda kepada mereka: “Sesiapa di antara kaum golongan perempuan yang menyerahkan tiga anaknya (untuk perang jihad dan anak itu mati syahid) pasti anak-anak itu menjadi penghalangnya dari apai neraka. Seorang perempuan berkata kalau dua orang? Baginda bersabda: “walau dua orang”.

Bagi mereka hadis ini menunjukkan bahawa perempuan hendaklah diasingkan tempat belajar daripada lelaki. Sekiranya pergaulan di antara lelaki dan perempuan dibolehkan, pasti perempuan pada masa itu tidak meminta Nabi SAW .menentukan hari khusus bagi mereka untuk mempelajari ilmu. Begitu juga kalau pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa belajar dibolehkan, pasti Nabi s.a.w tidak mengkhususkan hari bagi perempuan.

Bagaimanapun, setelah hadis ini diteliti, didapati ia tidak jelas menunjukkan lelaki tidak boleh bercampur dengan perempuan semasa belajar. Buktinya, ungkapan “ghalabana ‘alaika al-rijal” (lelaki mengatasi kami ke atasmu). Maksudnya, secara tab’ie kaum lelaki setiap hari bersama Rasulullah SAW atas tabiat dan fungsi mereka sebagai lelaki. Oleh itu, mereka dapat mendengar dan mempelajari perkara-perkara berkaitan agama sedangkan perempuan tidak mampu berbuat demikian atas sifat dan fungsi mereka sebagai wanita. Oleh itu, perempuan meminta Rasulullah SAW menentukan hari khusus bagi mereka mempelajari agama. Ertinya, permohonan dibuat bukan kerana tegahan bergaul semasa belajar, tetapi atas dasar tabiat dan fungsi lelaki dan wanita yang berbeza. Ia menatijahkan peluang bagi wanita untuk bersama dengan Rasulullah s.a.w agak terbatas. Oleh itu, pengkhususan hari belajar bagi perempuan tidak menunjukkan pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa belajar dilarang. Jadi, hadis ini bukan hujah bagi pengharaman pergaulan antara lelaki dan wanita semasa belajar. Larangan tersebut mungkin lebih sesuai didasarkan kepada kaedah “Sadd al-Zari’ah” (menutup pintu-pintu yang boleh mendatangkan fitnah) kerana lelaki dan perempuan, terutama di peringkat awal remaja dan remaja banyak dipengaruhi oleh rangsangan seks. Dengan itu, pergaulan di antara lelaki dan perempuan semasa belajar pada peringkat ini boleh mendorongkan kepada perkara-perkara keburukan lebih banyak daripada kebajikan. Oleh itu, pengasingan tempat belajar di antara lelaki dan perempuan adalah didasarkan kepada “Sadd al-Zari’ah” bukan hadis di atas.

Selain dari penjelasan perenggan di atas, mereka yang mengatakan pergaulan lelaki dan wanita semasa belajar diharamkan berpendapat bahawa pergaulan antara lelaki dan perempuan semasa ziarah-menziarahi adalah dibolehkan dengan beberapa syarat. Mungkin sukar difahami kenapa pergaulan semasa ziarah dibolehkan dan pergaulan semasa belajar diharamkan, sedang suasana belajar lebih jauh daripada fitnah berbanding dengan suasana ziarah. Mungkin yang membezakan hanyalah ziarah dilakukan sekali sekala tetapi belajar mungkin lebih kerap, malah dalam konteks pendidikan formal, menengah atau tinggi ia berlaku setiap hari. Adapun, tegahan ke atasnya bukan dirujukkan kepada nas, tetapi kepada kaedah “Sadd al-Zari’ah”

Rujuk Dalam Islam.

$
0
0
Tidak ada seorang muslim pun yang ingin kehidupan rumah tangganya pecah. Segala cara dan kiat dicari untuk mempertahankan bahtera rumah tangga. Apabila tidak mungkin berbaikan kecuali dengan berpisah, maka apa boleh buat, langkah yang sulit dan getir itu pun harus diambil. Islam memberikan aturan yang indah dalam perkara ini dengan mensyariatkan talak (perceraian), rujuk (damai kembali bersatu), dan masa iddah menjadi tiga: dua dengan rujuk, yaitu talak satu dan dua serta satu tanpa rujuk, yaitu talak tiga atau talak ba’in, sebagaimana firman Allah,

الطَّلاَقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ

“Talak (yang dapat dirujuk) itu sebanyak dua kali. Setelah itu, boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Surah Al-Baqarah ayat 229)

Para ulama sepakat bahawa wujud saksi tidak disyariatkannya dalam perceraian, sebagaimana dijelaskan Imam Asy-Syaukani dalam kitab Nail Al-Authar, 6:267. Namun, para ulama masih berselisih tentang kewajiban adanya saksi dalam rujuk. Pendapat yang rajih dalam hal ini adalah yang berpendapat bahawa saksi tidak wajib ada, namun bila ada saksi maka itu yang lebih baik.

Para ulama, yang tidak mewajibkan saksi dalam rujuk, berselisih pendapat dalam cara rujuk yang diakui syariat. Ada yang menyatakan bahawa cukup dengan berhubungan suami-isteri, ada yang menyatakan bahwa harus dengan niat rujuk, dan ada yang menyatakan bahwa harus dengan ucapan. Pendapat yang rajih adalah bahwa rujuk dikatakan sah dengan adanya perbuatan atau perkataan yang menunjukan rujuknya disertakan dengan niat untuk rujuk kedua keadaan tersebut, baik dengan hubungan suami-isteri atau perkataan.

Islam mensyariatkan iddah (masa menunggu) agar si suami dapat meralat kembali talaknya, setelah hilang rasa marah dan tidak sukanya lalu muncul perasaan ingin memperbaiki bahteranya. Oleh kerana itu, si suami dilarang mengusir isterinya dari rumah, dan isteri yang dicerai dengan talak satu atau dua tersebut juga tidak boleh pergi untuk tinggal di luar rumahnya. Hal ini jelas ditegaskan Allah dalam firman-Nya,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاء فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِن بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَن يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَن يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْراً

“Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar), hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah, Rabbmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah batasan-batasan dari Allah. Barang siapa yang melanggar batasan-batasan Allah, sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui bahawa barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru.” (Surah Ath-Thalaq ayat 1)

Apabila Allah berikan rasa ingin rujuk pada hati si suami dalam masa iddah tersebut maka istri wajib menerimanya walaupun ia tidak suka. Namun, bila tidak ada rujuk sampai habis masa iddah-nya maka si wanita menjadi bebas dan tidak ada keterikatan dengan suaminya terdahulu itu.

Jika keduanya sepakat untuk kembali bersatu setelah itu maka pernikahan yang baru wajib untuk dilakukan . Hal ini merupakan kesepakatan para ulama, sebagaimana pernyataan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, “Para ulama telah bersepakat bahawa bila lelaki yang merdeka mencerai wanita yang merdeka setelah berhubungan suami isteri, baik talak satu atau dua, maka suami tersebut lebih berhak untuk rujuk kepadanya walaupun si wanita tidak suka. Apabila tidak rujuk sampai selesai masa iddahnya maka si wanita menjadi orang asing (ajnabiyah), sehingga tidak halal baginya, kecuali melalui pernikahan baru.”

9 Kreteria Wanita Cantik Menurut Al-Quran Dan Sunah

$
0
0

Ciri-ciri kecantikan seseorang wanita dari sudut Islam.

1. Sentiasa menjaga pandangan agar kelihatan sopan dan terpuji (surah an-Nur 24:31)

2. Tidak bergaul bebas dengan kaum lelaki ajnabi, kecantikan dipelihara tanpa dipertontonkan. (HR Bukhari)

3. Pembawaan diri sopan, tegas, dan bersahaja. (Surah al-Qasos:25)

4. Senantiasa bercakap dengan nada suara tidak di manja-manjakan dan tidak dilembut-lembutkanan (surah al-Ahzab:32)

5. Menjauh gaya tabarruj, penggayaan diri yg mengganggu fitnah lelaki hingga menarik kepada dirinya (surah al-ahzab:33)

6. Berpakaian membawa identiti wanita mukminah (surah al-Ahzab:59)

7. Senantiasa bersih dan berbau segar (HR Bukhari)

8. Tidak mengubah ciptaan Allah seperti pembedahan plastik, membuat tato, mencukur alis, dan sebagainya. (Surah an-Nisa:119, HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan at-Thirmizi)

9. Tidak meniru penampilan kaum lelaki dari cara berpakaian, bercakap serta pembawaan diri (HR Ibnu Abbas)

Cara Allah SWT Memberi Rezeki Menurut Al-Quran

$
0
0

1— Rezeki yang dijamin oleh Allah SWT.

“Tidak suatu binatang (termasuk manusia) yang bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin oleh Allah rezekinya.”(QS. Hud: 6). 

2—Rezeki yang diperolehi sesuai dengan apa yang diusahakan.

“Tidaklah manusia mendapat apa-apa kecuali apa yang telah dikerjakannya” (QS. An-Najm: 39).

3—Rezeki sampingan bagi orang-orang pandai bersyukur.

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)

4—Rezeki istimewa dari arah yang tidak disangka-sangka bagi orang-orang yang bertakwa dan bertawakal pada Allah SWT.
.
“Barangsiapa yang bertaqwa kepadaا Allah  nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah nescaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS.Ath-Thalaq:2-3)

— Peringkat rezeki yang keempat ini adalah rezeki yang istimewa, tidak semua orang boleh mampu mendapatnya. 

Rezeki ini akan Allah berikan dari arah yang tidak disangka-sangka. Mungkin disaat seseorang berada dalam keadaan yang sangat ia memerlukan.

Hati Sering Bolak-Balik

$
0
0
Punca Tiada Ketetapan Pada Hati.

1. Hati merupakan raja dalam struktur badan manusia.  (Hadis Riwayat al-Bukhari no, 52,Bab Iman. Muslim no.1599, Bab Jual Beli). 

Imam al-Qurtubi menceritakan kisah seorang Muazzin di Mesir yang telah murtad kerana ternoda dengan seorang gadis beragama Kristian, kemudian mereka berkahwin. Akibat dalam suatu kemalangan, lelaki itu mengakhiri hayatnya dalam keadaan hina, dalam agama Kristian.(Lihat Kitab al-Tazkirah: Bab Su'al-Katimah.)

Oleh itu, amatlah penting memohon kepada ketetapan hati agar sentiasa berada dalam rahmat-Nya, ketika hidup atau mati.

2. Daripada Anas berkata; Maka kami (Para Sahabat) berkata;

Wahai Rasulullah..! Kami telah beriman kepadamu dan kepada Wahyu yang engkau bawa, maka apakah engkau masih khuwatirkan kami?

Baginda Nabi SAW menjawab:

نَعَمْ إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
 

"Ya, sesungguhnya hati itu berada di antara jari-jari Allah ‘azza wajalla, Dialah yang membolak-balikkannya."
(HR. Ahmad; Ibnu ‘Adi berkata di dalamnya terdapat perawi yang bernama Abu Sufyan dan dia tidak mengapa.)

3. Dalam riwayat lain, Ummu Salamah r.ha berkata, doa ini merupakan DOA yang paling banyak dibaca oleh Nabi SAW.

اللَّهُمَّ مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ


"Ya Allah, yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu".
(Bacalah doa ini setiap kali solat Fardu dan solat-solat Sunat yang kita kerjakan)

(HR. Ahmad; dalam sanadnya terdapat “Syahar bin Hawsyab” dan dia didhaifkan para ulama)

4. Apkah punca hati itu berbolak-balik?

i. Memakan dari sumber haram dan subhah.
ii. Rendahnya keimanan kepada Allah dan jauh dari Allah.
iii. Sombong, riak dan takabur
iv. Dekatnya diri dengan maksiat.


Oleh kerana hati itu sentiasa dalam bolak-balik, "maka setiap ibadah yang dilakukan seperti solat, amalan-amalan sunat, puasa kita akan bermusim." Apatah lagi, untuk istiqamah dalam semuah ibadah yang dilakukan, umpama "Lalang Ditiup Angin).

Jauhi Mengumpat Dan Mencerca Orang Lain

$
0
0

Ayat ini biasa kita dengar. Betul ke mengata depan-depan tak salah (tak berdosa)? Kalau kita lihat surah al Humazah ayat 1, 

Allah سبحانه وتعالى berfirman: 

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ [الهمزة : 1

Ertinya: Kecelakaan / lembah neraka bagi orang yang "HUMAZAH" dan "LUMAZAH"
(Surah al Humazah ayat 1)


Apa makna humazah dan lumazah?

1. Kata Ibnu Abbas:

عن ابن عباس أن الهمزة : الذي يغتاب واللمزة : العياب .
 

Ertinya: al Humazah itu yang mengumpat (dibelakang) dan al Lumazah itu yang mengaibkan.

2. Pendapat ulama' lain:

وقال أبو العالية والحسن ومجاهد وعطاء بن أبي رباح : الهمزة : الذي يغتاب ويطعن في وجه الرجل ، واللمزة : الذي يغتابه من خلفه إذا غاب

Kata Abu Al Aliah, al Hasan, Mujahid, Ata' bin Abi Rabah: al HUMAZAH ialah yang mengumpat dan mencerca di depan muka seseorang dan al LUMAZAH ialah yang mengumpat orang yang di belakangnya .

Jadi kalau mengikut tafsiran ulama, kata- kata: "SAYA TAK MENGUMPAT, SAYA KATA DEPAN-DEPAN" adalah tidak betul. Ini kerana kata di depan juga termasuk dalam kategori yang dilarang dalam Islam sebagaimana tafsiran surah al Humazah tadi. Semoga kita dapat memperbetulkan anggapan kita dan amalan kita.
Dipetik dari Tafsir al Qurtubi

Mencari Kebahagiaan Hidup :

$
0
0
Tidak diragukan lagi bahwa setiap insan pasti mendambakan (pada dirinya) kebahagiaan hidup atau kehidupan yang baik.

Namun pandangan masing-masing orang tentang kebahagiaan hidup itu berbeda-beda. Sebagian orang ada yang memandang bahwa ukuran kebahagiaan adalah keberhasilan dalam meraih dunia dengan segala kelezatan hidupnya. Padahal tidaklah demikian hakikatnya.

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ (14)

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali ‘Imran: 14)

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ (26)

“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS Ar-Ra’d 26)

Inilah segolongan manusia yang sempit akal dan pandangannya. Mereka merasa heran dan kagum dengan kehidupan dunia dan mencukupkan semangat dirinya terhadap kehidupan dunia.

Keadaan mereka yang seperti ini disebabkan oleh:

Tidak ada pada dirinya keimanan kepada akhirat.


Atau beriman kepada akhirat namun tersibukkan dirinya dengan urusan dunia.
Sehingga kehidupannya adalah kehidupan yang rugi dan celaka, walaupun ia diberikan kemudahan oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala untuk meraih harta, perhiasan dan berbagai kelezatan dunia, namun hakikatnya dia sedang mengalami istidraj (keleluasaan) dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Kemudian ia akan mengalami kerugian yang abadi.


Sebagaimana firman Allah Subhanallahu wa Ta’ala :

فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوٰلُهُمْ وَلَآ أَوْلٰدُهُمْ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُم بِهَا فِى الْحَيَوٰةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنفُسُهُمْ وَهُمْ كٰفِرُونَ (55)

“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (QS At-Taubah 55)

Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan tentang ayat di atas: “Janganlah kamu tertipu terhadap harta benda dan anak-anak (yang Allah berikan kepada) orang kafir di kehidupan dunia, hanya saja Allah menghendaki yang demikian, agar Dia mengadzab mereka di akhirat kelak.” Inilah yang dinamakan dengan istidraj. 

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman : 

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مَالٍ وَبَنِينَ (55) نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَا يَشْعُرُونَ (56)

“Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS Al Mu’minun: 55-56)

Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan dunia kepada siapa saja yang Allah cintai dan yang tidak Allah cintai. Namun, tidaklah Allah memberikan agama ini, kecuali kepada siapa yang Allah Subhanallahu wa Ta’ala cintai. Sebesar apapun seseorang diberikan kekayaan dunia, niscaya lambat laun ia yang akan meninggalkan dunia atau dunia yang akan meninggalkannya.

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ (20)

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan antara kamu serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
(QS Al Hadid: 20)


Mencari dunia terkait dengan keperluan hidup adalah sesuatu yang mulia jika dilakukan dalam rangka membantunya untuk taat kepada Allah. Karena dunia adalah ladang beramal untuk kehidupan di akhirat. Hanya saja, sikap yang tercela adalah menjadikan semangatnya yang tinggi untuk meraih dunia. Sehingga tidaklah ia mengarahkan pandangannya kecuali kepada dunia. Tidak peduli darimana ia mendapatkan harta dengan cara yang halal ataukah haram? Dialah sahabat dunia, yang telah menjadikan dunia sebagai tujuan utama dan semangat yang tinggi untuk mendapatkannya, dengan persangkaan bahwa dengannya akan tercapai kebahagiaan hidup.

Adapula yang memandang bahwa kebahagiaan hidup hanya bisa diraih dengan iman dan amal shalih dengan tetap mencari apa yang dibutuhkan dalam kehidupan dunia ini. Mereka mengatakan dalam doanya: “Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat dan lindungilah kami dari adzab neraka.” Mereka menggabungkan dalam doa mereka agar Allah memberikan kepada mereka kebaikan di dunia dan akhirat. Merekalah orang-orang yang akan mendapatkan kebahagiaan hidup.

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (97)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal soleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An Nahl 97)

Barangsiapa yang beramal soleh baik dari kalangan laki-laki atau perempuan dalam keadaan iman, maka Allah akan memberikan kepadanya kebahagiaaan hidup. Di dunia ia merasakan kebahagiaan hidup diatas iman, hatinya tenang, lapang dan senang. Mereka hidup dalam keadaan berzikir kepada Allah, merasakan kenikmatan dalam beribadah kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala.

Hadis-hadis Palsu

$
0
0


Tulisan Emye Yahya 

22 Desember 2013

Jawaban atas Hadits-Hadits Palsu ala FFI
14 Desember 2013 pukul 16:01
Assalamu'alaikum...

Mengingat di forum-forum diskusi, ataupun 'forum' debat (kusir) di socmed banyak sekali kafir harbi yang membuat hujatan, fitnah dan ''pertanyaan-pertanyaan" seputar agama Islam, selalu menyertakan 'hadits-hadits' yang 100% PALSU, maka saya merasa perlu untuk mencatatnya, dan mencopy dan saya paste di sini dan juga blog saya. Setidaknya ada cukup banyak halaman yang bisa setiap saat di akses untuk setiap saat kita perlu mencari tahu kebenaran hadits kafir apakah palsu atau asli. Dan juga untuk bahan membantah tegas fitnah mereka. Untuk kali ini, dalam bentuk catatan. Mohon di koreksi seandainya ada yang salah ataupun kurang lengkap. Semoga bermanfaat, Aaamiin..,

Berikut hadits-hadits palsu dan jawabannya tersebut:

1. PALSU:
Hadis Sahih Bukhari Volume 5, Book 59, Number 713:Dikisahkan oleh Aisha:Pada waktu sakitnya sebelum dia mati, sang Nabi sering mengatakan, “Wahai Aisha! Aku masih merasa kesakitan karena daging yang kumakan di Khaybar, dan sekarang aku merasa urat nadiku dipotong oleh racun itu.”

JAWABAN:
Yang diatas itu Hadits Palsu. Ini Hadits yang benar :
44.427/4081. Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basyar Telah menceritakan kepada kami Gundar Telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Sa’ad dari Urwah dari Aisyah dia berkata; Aku pernah mendengar bahwa seorang nabi tidak akan meninggal hingga dia di suruh memilih antara dunia dan akhirat. Aisyah berkata; Kemudian ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sakit yang menyebabkan kematiannya, aku mendengar beliau menuturkan dengan terputus-putus, beliau bersabda: Bersama orang-orang yang telah Allah beri nikmat kepada mereka, baik dari para nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shalih dan mereka itulah sebaik-baik teman. Aisyah berkata; Aku mengira pada waktu itulah beliau diberi pilihan.

45.107/4220. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin Hausyab Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa’ad dari Bapaknya dari ‘Urwah dari ‘Aisyah radliallahu ‘anha ia berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Tidaklah seorang nabi sakit kecuali akan diberi pilihan antara dunia dan akhirat. Aisyah berkata; Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sakit yang menyebabkan kematiannya, aku mendengar beliau menuturkan dengan terputus-putus, beliau bersabda: Bersama orang-orang yang telah Allah beri nikmat kepada mereka, baik dari para nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang shalih dan mereka itulah sebaik-baik teman. Maka aku tahu bahwa waktu itu beliau sedang diberi pilihan.


2. PALSU:
Sahih Bukhari Volume 8, Buku 73, Nomer 151
Dinyatakan ‘Aisha:Aku biasa bermain dengan boneka2 di depan sang Nabi, dan kawan2 perempuanku juga biasa bermain bersamaku. Kalau Rasul Allah biasanya masuk ke dalam (tempat tinggalku) mereka lalu bersembunyi, tapi sang Nabi lalu memanggil mereka untuk bergabung dan bermain bersamaku. (Bermain dengan boneka2 atau bentuk2 yang serupa itu dilarang, tapi dalam kasus ini diizinkan sebab Aisha saat itu masih anak kecil, belum mencapai usia pubertas) (Fateh-al-Bari halaman 143, Vol.13)

JAWABAN:
Hadits Palsu yang diatas. Yang Shahih adalah Hadits yang dibawah ini :
58.153/5665. Telah menceritakan kepada kami Muhammad telah mengabarkan kepada kami Abu Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Ayahnya dari Aisyah radliallahu ‘anha dia berkata; Aku pernah bermain bersama anak-anak perempuan di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan aku juga mempunyai teman-teman yang biasa bermain denganku, apabila Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam masuk, mereka bersembunyi dari beliau. Sehingga beliau memanggil mereka supaya bermain bersamaku.


========================================================================
Muhammad itu memang benar telah disunat :Hadits tentang sunat nya Muhammad.
Rasulullah SAW bersabda : Diantara kemuliaan yang diberikan Allah SWT kepadaku adalah, aku dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan, karena itu tidak ada orang yang melihat aurat/kemaluanku. (HR. al- Thabrani, Abu Nuaym, al Khatib dan ibn Asakir) (diriwayatkan dari Ibn Abbas, Ibn Umar, Anas, Abu Hurairah. menurut Diya al Maqdisi,hadits ini shahih. Al Hakim selain menilai shahih, juga mengatakan mutawatir. Lihat al Khasa is al kubra, Jlid.1, hal. 90-91)
========================================================================


3.PALSU:
Mutiara Hadits 2002 jilid III no.152
"Muhammad Berkata; Nafsihi bi yadihi Isabnu Maryama artinya NAFASKU ADA DI TANGAN ISA PUTERA MARYAM".

JAWABAN:
Yang diatas itu Hadits Palsu. Ini Hadits yang benar :
Dari Annas ra bahwasanya ada seorang yang datang kepada Rasulullah saw dan berkata :
"Wahai Rasulullah, apakah aku tidak bisa masuk surga karena mukaku yang jelek dan hitam ini? “tanya seseorang. "Laa walladzi nafsi bi yadhi, maa aiganta bi rabbika wa aamanta bimaa jaa’a bihi rasuluhu".
"Tidak!! Demi ALLAH yang jiwaku dalam kekuasaan Nya, selama kau yakin pada Tuhanmu dan percaya pada ajaran Rasul Nya.” jawab Rasulullah saw.


4. PALSU:
"Muhamad diracun orang yahudi dan mati";Hadist Sahih Al-Bukhari Volume 5, Book 59, Number 713.

JAWABAN:
Yang diatas itu Hadits Palsu. Ini Hadits yang benar :
Hadis Sahih Bukhari 3.786:Dikisahkan oleh Anas bin Malik:Seorang wanita Yahudi membawa daging domba (masak) beracun untuk sang Nabi yang lalu memakannya. Wanita itu lalu dihadapkan kepada Muhammad dan Muhammad ditanyai pengikutnya, “Haruskah kita bunuh dia?” Dia berkata,”Tidak” Aku terus mengamati akibat racun itu di mulut Rasul Allah.

Hadis Sahih Bukhari 4, Buku 53, Nomer 394:
Dikisahkan oleh Abu Hurairah:Ketika Khaibar dikalahkan, sup domba beracun disuguhkan pada sang Nabi (SAW) sebagai hadiah (dari orang-orang Yahudi).
Sang Nabi memerintah,”Kumpulkan semua orang Yahudi yang ada di sini, berdiri di hadapanku.”
Orang-orang Yahudi dikumpulkan dan sang Nabi berkata (pada mereka),”Aku akan bertanya pada kalian. Maukah kalian menjawab dengan jujur?” Mereka berkata,”Ya.”
Sang Nabi bertanya,”Siapakah ayah kalian?” Mereka menjawab,”Ini dan itu”
Dia berkata,”Kalian bohong, ayah kalian bukan ini dan itu.” Mereka berkata,”Kau benar.”
Dia berkata,”Maukah kalian menjawab jujur jika aku tanya sesuatu?” Mereka menjawab,”Ya, wahai Abu Al-Qasim, dan jika kami harus berbohong, kau dapat menyadari kebohongan kami seperti tadi kau telah ketahui tentang ayah kami.”
Lalu dia bertanya,”Siapakah yang akan masuk neraka?” Mereka berkata,”Kami akan berada di neraka untuk jangka waktu sebentar, dan setelah itu kau akan mengganti posisi kami.” Sang Nabi berkata,”Kalian dikutuk dan dihina di neraka! Demi Allah, kami tidak akan pernah mengganti posisi kalian di neraka.” Lalu dia bertanya,” Maukah kalian menjawab jujur jika aku tanya sesuatu?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Abu Al-Qasim.” Dia bertanya,”Apakah kau telah meracuni sup domba ini?” Mereka menjawab,”Ya.” Dia bertanya,”Mengapa kau lakukan itu?” Mereka menjawab, “Kami ingin tahu jika kau ini pembohong dan kalau kau memang pembohong, kami akan menyingkirkanmu, dan jika tau memang adalah seorang nabi, maka racun itu tidak akan mempan pada dirimu.”

Daru Ibn Sa’d halaman 249:
Sebenarnya seorang wanita Yahudi menyajikan (daging) kambing beracun kepada Rasul Allah. Dia mengambil sedikit daging, memasukannya ke dalam mulutnya, mengunyahnya dan lalu memuntahkannya. Lalu dia berkata kepada para pengikutnya: “Berhenti! Sungguh, kaki domba ini berkata padaku bahwa dia telah diracuni.” Lalu dia meminta wanita Yahudi itu dipanggil dan dia bertanya padanya, “Apa yang menyebabkanmu melakukan hal itu?” Dia menjawab,”Aku ingin tahu apakah kau ini benar2 nabi; jika memang benar maka Allah tentunya akan memberitahu dirimu,dan jika kau ternyata berbohong maka aku akan dapat membebaskan masyarakat dari dirimu.”

Dari Tabari Volume 8, halaman 123, 124:
Ketika Rasul Allah beristirahat dari pekerjaannya, Zaynab bt. al-Harith, istri dari Sallam b. Mishkam, menyajikan baginya sebuah daging domba bakar. Dia telah bertanya sebelumnya bagian domba manakah yang paling disukai Rasul Allah dan diberitahu bagian kaki depannya. Lalu dia membubuhi bagian itu dengan racun, dan dia juga meracuni bagian lainnya. Setelah itu dia menghidangkan daging itu. Ketika daging itu disajikan di hadapan Rasul Allah, dia mengambil bagian kaki depannya dan mengunyah sebagian kecil, tapi tidak ditelannya. Di sebelah dia terdapat Bishr b. al-Bara b. Marur yang seperti Rasul Allah juga mengambil bagian daging itu. Akan tetapi Bishr menelan daging itu ketika sang Rasul Allah memuntahkan daging dan berkata, “Tulang ini memberitahu diriku bahwa ia diracuni.” Dia bertanya, “Apa yang membuatmu melakukan ini?” Wanita itu menjawab, “Bagaimana kau telah memperlakukan masyarakatku sudah nyata di hadapanmu. Jadi aku berkata, “Jika dia memang benar-benar nabi, maka dia akan diberitahu; tapi jika dia seorang raja, maka aku akan dapat menyingkirkannya.”". Sang Nabi mengampuninya. Bishr mati karena daging yang dimakannya.


5. PALSU:
Sahih Bukhari. 62. no. 17.
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah: Ketika saya menikah, Rasulullah berkata kepada saya, “Wanita tipe seperti apa yang kamu nikahi?” Saya menjawab. “Saya telah menikahi seorang ibu muda”. Dia (Rasulullah) berkata, “Kenapa? Apakah kamu tidak menyukai perawan-perawan cilik sehingga bisa meraba-raba mereka? Jabir juga berkata: Rasullulah berkata, “Kenapa kamu tidak menikahi seorang gadis belia sehingga kamu bisa bermain2 dengan dia dan dia bermain2 dengan kamu?”

JAWABAN:
Hadits yang sengaja dirubah diatas. Ini yang asli :
18.50/1955: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Wahhab telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah dari Wahab bin Kaisan dari Jabir bin ‘Abdullah radliallahu ‘anhu berkata: Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu peperangan lalu untaku berjalan lambat hingga aku kelelahan. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku. Jabir berkata: Aku katakan kepada Beliau (setelah bertanya kepadaku): Iya. Beliau bertanya: Apa sebabnya? Aku katakan: Untaku berjalan sangat lambat hingga aku kelelahan dan tertinggal. Kemudian Beliau berhenti turun dan memukul untaku dengan tongkat Beliau lalu berkata: Kendarailah. Maka aku mengendarainya. Sungguh aku melihat unta itu mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bertanya kepadaku: Apakah kamu sudah menikah? Aku jawab: Sudah. Beliau bertanya lagi: Dengan seorang gadis atau janda? Aku jawab: Janda. Beliau berkata: Mengapa tidak dengan seorang gadis sehingga kamu dapat bersenda gurau dengannya dan dia bisa bersenda gurau denganmu. Aku katakan: Sesungguhnya aku punya saudara-saudara perempuan. Aku ingin jika aku menikahi seorang wanita dia adalah orang yang akan tetap dapat menyatukan saudara-saudara perempuanku itu, menyisir dan membimbing mereka. Beliau berkata: Sungguh kamu sudah terlambat maka jika kamu bisa mendahului maka kamu akan menjadi orang yang hebat. Kemudian Beliau berkata: Apakah kamu akan menjual untamu? Aku jawab: Ya. Maka Beliau membeli untaku dengan satu ‘uqiyah, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba sebelum aku tiba, aku tiba setelah tengah hari. Lalu kami datang ke masjid dan aku dapati Beliau di pintu masjid, lalu Beliau berkata: Baru sekarang kamu tiba? Aku jawab: Ya. Maka beliau berkata: Biarkanlah untamu itu. Maka Beliau masuk ke dalam masjid lalu shalat dua raka’at, dan akupun masuk ke masjid lalu shalat. Kemudian Beliau memerintahkan Bilal untuk menimbang baginya satu ‘uqiyah. Lalu Bilal menimbang satu ‘uqiyah untukku dengan timbangan yang akurat. Kemudian aku pergi hingga berpaling meninggalkan Beliau. Kemudian Beliau berkata: Panggilah Jabir untuk menemuiku. Aku katakan: Sekarang Beliau mengembalikan unta itu kepadaku padahal tidak ada yang lebih aku benci kecuali unta itu. Beliau berkata: Ambillah untamu dan harga jualnya tetap buatmu.


6. PALSU:
MUHAMMAD SERING MEMAKAI PAKAIAN WANITA,
See: www.hadith.al-islam.com

Sahih Muslim, number 44154415

صحيح مسلم

صحيح البخاري .. كتاب الهبة و فضلها و التحريض عليها .. باب من أهدى إلى صاحبه و تحرى بعض نسائه دون بعض

فدار إليها فكلمته فقال لها لا تؤذيني في عائشة فإن الوحي لم يأتني وأنا في ثوب امرأة إلا عائشة
“so he turned to her so she talked to him so he said: do not hurt me in Aisha, because the revelation did not come to me when I am in the dress of any other woman except with I am in the dress of Aisha.”

Hadis ini panjang, tapi diambil yang substansi-nya saja:“Lalu dia (Muhammad) berpaling pada Aisha agar aisha berbicara padanya, lalu dia berkata: Jangan sakiti aku Aisha, karena wahyu tidak datang padaku ketika AKU MEMAKAI PAKAIAN WANITA lain kecuali memakai pakaianmu Aisha.”

APAKAH MUNGKIN MUHAMMAD MENGIDAP KELAINAN TRANSVESTITE?

Jawaban lengkapnya :
Aisyah berkata: Kaum muslimin selalu menunggu datangnya hariku untuk memberikan hadiah mereka kepada Nabi. Maka para maduku berkumpul dikediaman Ummu Salamah (untuk merundingkannya), mereka berkata:”Wahai Ummu Salamah, kaum muslimin selalu menunggu datangnya Aisyah untuk memberikan hadiah mereka pada Rasulullah, tentu tidak hanya Aisyah saja yang menginginkannya, melainkan kita semua juga sama sepertinya. Oleh karena itu sampaikanlah kepada Nabi keinginan kami, agar beliau menyampaikan kepada kaum muslimin untuk memberikan hadiah mereka dimanapun beliau berada.” Maka Ummu Salamah pun berbicara kepada Nabi mengenai hal itu (pada hari gilirannya), namun Nabi mengacuhkannya. Kemudian pada hari (gilirannya) yang lain beliau datang kembali dan Ummu Salamah menyampaikan hal yang sama, ia berkata:”Wahai Rasulullah, para maduku mengadu bahwa kaum muslimin selalu menunggu hari Aisyah untuk memberikan hadiah mereka. Sampaikanlah kepada mereka untuk memberikan hadiah dimanapun engkau berada.” Namun Nabi masih saja mengacuhkannya. Dan pada saat Ummu Salamah menyampaikan hal yang sama untuk yang ke tiga kalinya, Nabi berkata:”Wahai Ummu Salamah, janganlah kamu menyakitiku dengan (memintaku untuk mengurangi hak) Aisyah, karena wahyu tidak diturunkan kepadaku saat aku berada diselimut istri-istriku kecuali (ketika aku bersama Aisyah).” (HR.Al-Bukhari)


7. PALSU:
Sahih Bukhari 43, Nomer 648:
Sang Nabi tidak mengunjungi istri2nya karena Hafsa membocorkan rahasia kepada Aisha, dan sang Nabi berkata bahwa dia tidak akan mengunjungi para istrinya selama sebulan karena dia marah pada mereka ketika Allah membatalkan sumpahnya untuk tidak menyentuh Maria lagi.

JAWABAN:
Hadits palsu ala Domba FFi diatas. Yang dibawah Hadits Shahih 8.30/365.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdurrahim berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata, telah mengabarkan kepada kami Humaid Ath Thawil dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah terjatuh dari kudanya hingga mengakibatkan betisnya atau bahunya terluka. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjauhi isteri-isterinya selama sebulan. Beliau lalu duduk di ruangan yang agak tinggi yang tangganya terbuat dari kayu. Para sahabatnya lalu mengunjunginya, Beliau lalu shalat mengimami mereka dengan duduk sedangkan para sahabatnya shalat dengan berdiri. Setelah salam, beliau bersabda: Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diikuti. Jika imam bertakbir maka takbirlah kalian, jika rukuk maka rukuklah kalian, jika sujud maka sujudlah kalian, dan jika ia shalat dengan berdiri maka shalatlah kalian dengan berdiri. Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam turun kembali setelah dua puluh sembilan hari. Mereka pun berkata, Wahai Rasulullah, bukankan engkau mengasingkan diri selama satu bulan? Beliau menjawab: Satu bulan itu dua puluh sembilan hari.


8. PALSU:
Diriwayatkan dari Ibnu Abi‘Ashim, Nabi Muhammadbersabda: “Sesungguhnya ‘Arsysebelumnya berada di atas air.Setelah Allah menciptakan langit(ke-7), ‘Arsy itu ditempatkan dilangit yg ke-7. Dia jadikan awansebagai saringan untuk hujan.Apabila tidak dijadikan sepertiitu, tentu bumi akan tenggelamterendam air. ”yang diatas Hadits palsu.

JAWABAN:
Ini yang hadits shahih :
45.203/4316. Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib Telah menceritakan kepada kami Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Allah Azza wa Jalla berfirman: ‘Berinfaklah, maka aku akan berinfak kepadamu.’ Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya tangan Allah terisi penuh, pemberian-Nya siang maupun malam tidak pernah menguranginya. Juga beliau bersabda: Tidakkah kalian melihat bagaimana Allah telah memberikan nafkah (rezeki) semenjak Dia mencipta langit dan bumi. Sesungguhnya Allah tidak pernah berkurang apa yang ada pada tangan kanan-Nya. Beliau bersabda: Dan ‘Arsy-Nya ada di atas air, di tangan-Nya yang lain terdapat neraca, Dia merendahkan dan meninggikan.

77.47/6869. Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Hammam telah menceritakan kepada kami Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tangan kanan Allah selalu penuh dan sama sekali tidak pernah kurang karena berderma (infak), Dia sangat dermawan baik malam maupun siang, tidakkah kalian tahu apa yang telah diinfakan-Nya semenjak Ia mencipta langit dan bumi dan itu semua tidak mengurangi apa yang berada di tangan kanan-Nya? Dan arsy-Nya berada diatas air, dan ditangan-Nya yang lain urusan menjulurkan atau menahan, karenanya Dia meninggikan atau merendahkan.”


9. PALSU:
Sahih Bukhari 18:167
Diceritakan oleh Abu Musa: Saat terjadi gerhana Matahari, Rasulullah terperanjat ketakutan. Ia mengira kalau kalau saat itu Hari Kiamat.

JAWABAN:
Hadits diatas telah pelintir oleh Kristen. Hadits Palsu, Ini hadits yang benar :
11.173/999. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al ‘Ala berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid bin ‘Abdullah dari Abu Burdah dari Abu Musa berkata, “Ketika terjadi gerhana matahari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dengan tergesa-gesa seolah akan terjadi hari kiamat. Beliau lantas mendatangi masjid dan shalat dengan berdiri, rukuk dan sujud yang paling panjang, yang pernah aku lihat dari yang beliau pernah lakukan. Kemudian beliau bersabda: “Inilah dua tanda-tanda yang Allah kirimkan, ia tidak terjadi karena hidup atau matinya seseorang, tetapi ‘(Dia, Allah mempertakuti hamba-hambaNya dengannya) ‘ (Qs. Az ZUmar: 16). Maka jika kalian melihat sesuatu padanya (gerhana), maka segeralah untuk mengingat Allah, berdoa dan minta ampunan.”


10. PALSU:
Sahih Bukhari V.5 B.59 N.512
Dinarasikan oleh ‘Abdul ‘Aziz: “Kata Anas, ketika nabi menyerbu Khaibar orang2 di kota berseru “Muhamad dan pasukannya datang”. Kami mengalahkan mereka semua, menjadikan mereka tawanan dan harta rampokan dikumpulkan. Nabi membunuh para pria yang melawan, membantai anak-anak keturunan mereka dan mengumpulkan para wanita menjadi tawanan”


JAWABAN:
Yang diatas Hadits palsu, ini yang hadits shahih :
8.23/358. Telah menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ibrahim berkata, telah menceritakan kepada kami Ima’il bin ‘Ulayyah berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berperang di Khaibar. Maka kami melaksanakan shalat shubuh di sana di hari yang masih sangat gelap, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Thalhah mengendarai tunggangannya, sementara aku memboncenmg Abu Thalhah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu melewati jalan sempit di Khaibar dan saat itu sungguh lututku menyentuh paha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu beliau menyingkap sarung dari pahanya hingga aku dapat melihat paha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang putih. Ketika memasuki desa beliau bersabda: Allahu Akbar, binasalah Khaibar dan penduduknya! Sungguh, jika kami mendatangi halaman suatu Kaum, maka (amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu) ‘ (Qs. Asf Shaffaat: 177). Beliau mengucapkan kalimat ayat ini tiga kali. Anas bin Malik melanjutkan, (Saat itu) orang-orang keluar untuk bekerja, mereka lantas berkata, ‘Muhammad datang! ‘ ‘Abdul ‘Aziz berkata, Sebagian sahabat kami menyebutkan, Pasukan (datang)! ‘ Maka kami pun menaklukan mereka, para tawanan lantas dikumpukan. Kemudian datanglah Dihyah Al Kalbi seraya berkata, Wahai Nabi Allah, berikan aku seorang wanita dari tawanan itu! Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, Pergi dan bawalah seorang tawanan wanita. Dihyah lantas mengambil Shafiyah binti Huyai. Tiba-tiba datang seseorang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, Wahai Nabi Allah, Tuan telah memberikan Shafiyah binti Huyai kepada Dihyah! Padahal dia adalah wanita yang terhormat dari suku Quraizhoh dan suku Nadlit. Dia tidak layak kecuali untuk Tuan. Beliau lalu bersabda: Panggillah Dihyah dan wanita itu. Maka Dihyah datang dengan membawa Shafiah. Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat Shafiah, beliau berkata, Ambillah wanita tawanan yang lain selain dia. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerdekakan wanita tersebut dan menikahinya. Tsabit berkata kepada Anas bin Malik, Apa yang menjadi maharnya? Anas menjawab, Maharnya adalah kemerdekaan wanita itu, beliau memerdekakan dan menikahinya. Saat berada diperjalanan, Ummu Sulaim merias Shafiah lalu menyerahkannya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saat malam tiba, sehingga jadilah beliau pengantin. Beliau lalu bersabda: Siapa saja dari kalian yang memeliki sesuatu hendaklah ia bawa kemari. Beliau lantas menggelar hamparan terbuat dari kulit, lalu berdatanganlah orang-orang dengan membawa apa yang mereka miliki. Ada yang membawa kurma dan ada yang membawa keju/lemak. Anas mengatakan, Aku kira ia juga menyebutkan sawiq (makanan yang dibuat dari biji gandung dan adonan tepung gandum). Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mencampur makanan-makanan tersebut. Maka itulah walimahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

11.69/895. Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari ‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib dan Tsabit Al Banani dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat Shubuh dalam keadaan masih gelap, kemudian beliau mengendarai tunggangannya seraya bersabda: Allahu Akbar, hancurlah Khaibar! Sesungguhnya kami apabila mendatangi perkampungan suatu kaum, (maka amat buruklah pagi hari yang dialami orang-orang yang diperingatkan tersebut) (Qs. Ash Shaaffaat: 177). Orang-orang Khaibar keluar seraya berkata, Muhammad dan Al Khamis! Tabit berkata, Al Khamis artinya pasukan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun mengalahkan mereka, membunuh pasukan dan menawan tawanan. Maka Shafiah menjadi bagian Dihyah Al Kalbi, kemudian ia menjadi milik Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau kemudian menikahinya, dan maharnya adalah pembebasannya. ‘Abdul ‘Azizi berkata kepada Tsabit, Wahai Abu Muhammad, apakah kamu bertanya kepada Anas bin Malik, apa yang Beliau jadikan mahar untuk wanita tersebut? Tsabit menjawab, ‘Maharnya adalah pembebasannya.’ Ia pun tersenyum.

18.171/2076. Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Tsabit dari Anas radliallahu ‘anhu berkata; Diantara tawanan (perang Khaibar) ada Shafiyah (binti Huyyay) kemudian dia menjadi hak milik Dihyah Al Kalbiy dan kemudian Shafiyah menjadi milik Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

44.225/3879. Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Tsabit dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkata; bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melaksanakan shalat Shubuh dekat Khaibar ketika hari masih gelap, kemudian bersabda: Allahu Akbar, hancurlah Khoibar. Sesungguhnya kami apabila mendatangi perkampungan suatu kaum, (maka amat buruklah pagi hari yang dialami orang-orang yang diperingatkan tersebut). QS Ash Shaffat; 177. Ketika penduduk Khaibar keluar dan berjalan dalam kegelapan. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membunuh para pasukan mereka dan menawan anak-anak mereka. Dan diantara tawanan tersebut terdapat seorang wanita bernama Shafiyah, semula ia tawanan milik Dihyah Al Kalbi lalu diberikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian beliau menikahinya dan menjadikan pembebasannya sebagai mahar pernikahannya. Abdul ‘Aziz berkata kepada Tsabit: Wahai Abu Muhammad, apakah kamu pernah bertanya kepada Anas, Apa yang beliau jadikan maharnya?. Maka Tsabit menganggukkan kepalanya tanda membenarkan.


11. PALSU:
“Demi Allah yang jiwaku ditanganNya, sesungguhnya telah dekat masanya ISA ANAK MARYAM akan turun di tengah-tengah kamu. Dia akan menjadi hakim yang adil.” (Hadits Shahih Muslim 127).

JAWABAN:
Hadits diatas telah dikurangi ayat nya, dibawah ini Hadits yang lengkap:
18.165/2070. Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari Ibnu Al Musayyab bahwa dia mendengar Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; Bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Demi Dzat yang jiwaku dalam genggamanNya, sungguh tiada lama lagi akan segera turun Ibnu Maryam (Isa Alaihissalam) yang akan menjadi hakim yang adil, menghancurkan salib, membunuh babi, membebaskan jizyah dan harta benda melimpah ruah sehingga tidak ada seorangpun yang mau menerimanya.


12. PALSU:
Muhammad berkata: “Jibril membawakanku makanan satu periuk. Kumakan makanan itu dan kekuatan seks-ku bertambah menjadi sama dengan empatpuluh orang.” (Tabaqat Vol 8, Page 200).

JAWABAN:
Hadits Palsu yang diatas. Yang dibawah ini Hadits Shahih:
13.18/1325. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al ‘Alaa’ telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dari Buraid dari Abu Burdah dari Abu Musa radliallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: “Pasti akan datang pada manusia suatu zaman yang ketika seseorang berkeliling membawa shadaqah emas, lalu ia tidak mendapati seseorang yang mau menerimanya lagi. Lalu akan terlihat satu orang laki-laki akan diikuti oleh empat puluh orang wanita, yang mereka mencari kepuasan dengannya karena sedikitnya jumlah laki-laki dan banyaknya wanita.”


13. PALSU:
Hadits Shahih Bukhari 1574
Doa Nabi Muhammad SAW sebelum beliau wafat:Ya Allah! Ampunilah saya! Kasihanilah saya dan hubungkanlah saya dengan Teman Yang Maha Tinggi

JAWABAN:
Yang diatas adalah Hadits Palsu, ini Hadits yang benar :
44.450/4104. Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Muhammad Telah menceritakan kepada kami Abdullah, Yunus berkata; Az Zuhri berkata; Telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Al Musayyab -di antara orang-orang yang berilmu-, bahwa Aisyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata; Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada dalam keadaan sehat wal afiat, beliau pernah bersabda: ‘Sesungguhnya seorang nabi tidaklah diwafatkan hingga diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga lalu ia dipersilahkan untuk memilih.’ Aisyah berkata; Ketika malaikat pencabut nyawa datang kepada Rasulullah, sementara kepala beliau berada di pangkuan saya, maka Rasulullah pingsan beberapa saat. Tak lama kemudian ia sadar kembali. Setelah itu, beliau menatap pandangannya ke atas sambil mengucapkan: Ya Allah, pertemukanlah aku dengan kekasihku, Allah Yang Maha Tinggi! ‘ Aisyah berkata; Dengan demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memilih untuk hidup Iebih lama lagi bersama kami. Aisyah pernah berkata; Saya teringat ucapan yang pernah beliau sampaikan kepada kami ketika beliau masih sehat; Itulah kata-kata terakhir yang pernah beliau ucapkan, yaitu: ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan kekasihku Yang Maha Tinggi.’

60.44/5872. Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ufair dia berkata; telah menceritakan kepadaku Al Laits dia berkata; telah menceritakan kepadaku ‘Uqail dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadaku Sa’id bin Musayyab dan ‘Urwah bin Zubair – ia termasuk kalangan ahli ilmu- bahwa Aisyah radliallahu ‘anha berkata; Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alahi wasallam masih dalam keadaan sehat wal afiat, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya seorang nabi tidaklah diwafatkan hingga diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga lalu ia dipersilahkan untuk memilih.’ Ketika (malaikat pencabut nyawa) datang kepada beliau, sementara kepala beliau berada di pangkuan saya, maka Rasulullah pingsan beberapa saat. Tak lama kemudian ia sadar kembali. Setelah itu, beliau menatap pandangannya ke atas sambil mengucapkan: Ya Allah, pertemukanlah aku dengan kekasihku, Allah Yang Maha Tinggi! ‘ Aku berkata; Dengan demikian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memilih untuk hidup lebih lama lagi bersama kami dan saya tahu bahwa itu adalah ucapan yang pernah beliau sampaikan kepada kami ketika beliau masih sehat. Aisyah mengatakan; Itulah kata-kata terakhir yang pernah beliau ucapkan, yaitu: ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan kekasihku Yang Maha Tinggi.’

44.430/4084. Telah menceritakan kepada kami Muhammad Telah menceritakan kepada kami Affan dari Shakhr bin Juwairiyah dari Abdurrahman bin Al Qasim dari Bapaknya dari Aisyah bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersandar di dadaku, Abdurrahman bin Abu Bakr masuk ke rumah sambil membawa kayu siwak yang biasa dia pakai. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun melihat kepadanya. Aku berkata kepadanya; ‘Berikan siwak itu kepadaku wahai Abdurrahman! ‘ Lalu dia memberikannya kepadaku. Kemudian aku bersihkan, dan aku kunyah setelah itu aku berikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersiwak dengannya. Aku tidak pernah melihat sebelumnya beliau bersiwak sebaik itu. Setelah selesai, beliau mengangkat tangannya, atau jarinya seraya berkata; ‘Arrafiiqul A’laa, Arrafiiqul A’laa (Ya Allah, sekarang aku memilih kekasihku yang tertinggi sekarang aku memilih kekasihku yang tertinggi) sebanyak tiga kali. Lalu beliau wafat. Aisyah berkata; ‘Beliau wafat di antara dagu dan tenggorokanku.’


14. PALSU:
Sahih Bukhari 7.72.786
Diriwayatkan Abu Huraira: Sang Nabi berkata, “Yahudi dan Kristen tidak mengecat rambut mereka jadi kau harus melakukan kebalikan dari yang mereka lakukan.”

JAWABAN:
Hadits diatas Palsu, yang dibawah Hadits Shahih:
57.108/5444. Telah menceritakan kepada kami Mu’alla bin Asad telah menceritakan kepada kami Wuhaib dari Ayyub dari Muhammad bin Sirin dia berkata; saya bertanya kepada Anas Apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyemir rambutnya? dia menjawab; Beliau tidak menyemir rambut karena ubannya kecuali hanya sedikit.


15. PALSU:
Sahih Muslim no. 3388:
Jabir melaporkan: Kami dulu mempraktekkan azl semasa hidup Rasulullah. Berita ini (praktek azl) terdengar oleh Rasulullah , dan ia tidak melarang kami.

JAWABAN:
Hadits Palsu kristen kafir yang diatas.Ini Hadits Shahih nya dibawah :
62.9/6113. Telah menceritakan kepada kami Hibban bin Musa telah memberitakan kepada kami Abdullah, telah memberitakan kepada kami Yunus dari Az Zuhri menuturkan; telah memberitakan kepadaku Abdullah bin Muhairiz Al Jumahi bahsawanya Abu Said Al Khudzri memberitakan kepada dia, bahwa ketika ia duduk-duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ada seorang laki-laki anshar dan berujar; ‘Wahai Rasulullah, kami memperoleh tawanan wanita namun kami juga menyukai harta, bagaimana tanggapan anda mengenai ‘azl? ‘ Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: apa kalian mengerjakan itu dengan anggapan tidak akan mendatangkan anak? Hendaklah tidak usah kalian lakukan, sebab tidaklah sebuah jiwa yang telah Allah tetapkan untuk muncul selain musti akan terjadi

16. PALSU:
Sahih Bukhari 59, no 637:
Dikisahkan oleh Buraida: Nabi mengirim Ali ke Khalid untuk membawa Khumus (barang rampasan) dan aku membenci Ali, dan Ali yang yang telah mandi (setelah melakukan hubungan seksual dengan seorang tawanan wanita). Aku berkata kepada Khalid, ” Apakah kau tidak melihatnya (yang dilakukan Ali)?” Ketika kami bertemu Nabi aku menyebutkan peristiwa itu kepadanya. Ia berkata, ” O Buraida! Apakah kamu membenci Ali?” Aku berkata, ” Ya.” Ia berkata, ” Apakah kamu benci dia, karena ia mendapat lebih banyak dari khumus (rampasan) tersebut.”

JAWABAN:
Hadits Palsu kristen kafir yang diatas.Ini Hadits Shahih nya dibawah :
44.349/4003. Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basysyar Telah menceritakan kepada kami Rauh bin ‘Ubadah Telah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Suaid bin Manjuf dari ‘Abdullah bin Buraidah dari Bapaknya dia berkata; Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam mengutus ‘Ali untuk menemui Khalid bin Al Walid agar mengambil seperlima harta rampasan perang. Aku adalah orang yang membenci Ali yang pada waktu itu dia sudah mandi. Lalu aku berkata kepada Khalid; ‘Apa kau tidak melihat apa yang dilakukannya? Tatkala aku menemui Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam aku sampaikan kepada beliau perihal Ali maka beliau bersabda: Wahai Buraidah! Apakah kau membenci ‘Ali? aku Buraidah menjawab: ‘Ya.’ Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda: Jangan membencinya karena ia berhak mendapatkan yang lebih dari itu dari harta rampasan perang.


17. PALSU:
Sahih Muslim no. 3373:
Abu Sa’id al-Khudri melaporkan: Kami menangkap tawanan-tawanan wanita dan kami ingin melakukan ‘azl/coitus interruptus [*] dengan mereka.

[*] Azl / coitus interruptus = penyemburan sperma diluar vagina.

JAWABAN:
Hadits Palsu kristen kafir yang diatas. Dikurangi ayat nya.Ini Hadits Shahih nya dibawah :
77.38/6860. Telah menceritakan kepada kami Ishaq telah menceritakan kepada kami Affan telah menceritakan kepada kami Wuhaib telah menceritakan kepada kami Musa -yaitu Ibn Uqbah- telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Yahya bin Hibban dari Ibn Muhairiz dari Abu Sa’id Al Khudri saat perang bani Musthaliq, bahwa para sahabat mendapatkan para tawanan wanita, dan mereka ingin menikmatinya (jimak) namun tidak menginginkan para tawanan wanita itu hamil. Maka mereka bertanya kepada nabi tentang ‘azl (mengeluarkan sperma di luar kenaluan wanita), maka Nabi bertanya: ‘Bukan sebaiknyakah kalian tidak melakukannya, sebab Allah telah menetapkan siapa saja yang hidup hingga hari kiamat tiba? ‘ Sedang Mujahid berkata dari Qaza’ah aku mendengar Abu Sa’id berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Tidaklah manusia yang dicipta melainkan Allah lah yang menciptanya.”

Source: http://answeringkristen.wordpress.com/jawaban-atas-hadits-hadits-palsu-ala-ffi/
*NOTHING CHANGES, JUST REARRANGES.. FOR ME, THIS TIME....

Buku Kisah Palsu Tetapi Masyhur.

$
0
0
Kisah ini bukan sekadar penyedap bicara. Jikalau benarnya tiada, maka dongeng nilainya lantas hilang hikmahnya. Jikalau kebetulan betulpun dianggap salah, apatah lagi yang tidak benar terutama berkaitan manusia.

Buku ini wajib dibaca oleh pendakwah, motivator, penceramah, pendidik, ibubapa, mahupun sesiapa sahaja supaya dapat kita betulkan yang biasa dan biasakan yang betul.

(Ustaz Ahmad Husni bin Abdul Rahman)

Isi Kandungan

Bahagian 1

Bab 1: Hadith Maudhu’

-Pengenalan Hadith Maudhu’

-Faktor Pendorong kepada Pemalsuan Hadith ataupun Cerita Palsu

-Kaedah Mengenali Hadith Palsu

Bab 2: Israiliyyat

-Sejarah Ringkas Kemunculan Israiliyyat

-Pembahagian Israiliyyat

-Pendirian Ulama Tentang Israiliyat

Bab 3: Kesan kepada Masyarakat

Bab 4: Kaedah Memperbaiki

Bahagian 2

Kisah 1

Abdul Rahman bin ‘Auf Merangkak Masuk Syurga Disebabkan Terlalu Kaya.

Kisah 2

Saidina Umar r.a. Membunuh Anak Perempuan Beliau ketika Zaman Jahiliah.

Kisah 3

Wanita yang Berpoligami akan Mendapat Payung Emas di Syurga.

Kisah 4

Cerita Palsu Bubur Asyura

Kisah 5

Nabi Adam a.s. dan Hawa dengan Pokok Khuldi

Kisah 6

Kayu Kokka dan Bahtera Nabi Nuh a.s.

Kisah 7

Telaga Zam-Zam Terhasil daripada Hentakan Kaki Nabi Ismail a.s.

Kisah 8

Haram Melihat Kemaluan Suami ataupun Isteri ketika Jimak kerana Zuriat akan Mewarisi Penyakit Buta.

Kisah 9

Rejab Bulan Allah s.w.t., Syaaban Bulanku, Ramadhan Bulan Umatku

Kisah 10

Bahasa Penduduk Syurga adalah Bahasa Arab

Kisah 11

Menuntut Ilmu dari dalam Buaian Sehingga ke Liang Lahad

Kisah 12

Sesiapa yang Tidak Menziarahi Makam Nabi Muhammad s.a.w., Dia Bukan dalam Kalangan Umatku

Kisah 13

Sa’labah, Sahabat Nabi Muhammad s.a.w. yang Tidak Membayar Zakat

Kisah 14

Talak Boleh Menggoncangkan Arasy Allah s.w.t.

Kisah 15

Hindun Memamah Hati Sidina Hamzah

Kisah 16

Hajarul Aswad Sebagai Wakil Tangan Allah s.w.t. di Muka Bumi

Kisah 17

Gabenor Hajjaj Seorang yang Jahat

Kisah 18

Cincin Nabi Sulaiman a.s..

Kisah 19

Al-Qamah yang Derhaka kepada Ibunya.

Kisah 20

Ruh Orang yang Sudah Meninggal akan Kembali Menziarahi Kaum Kerabat

Kisah 21

Cerita Palsu dalam Kisah Nabi Daud a.s..

Kisah 22

Ukasyah yang Ingin Memukul Nabi Muhammad s.a.w. sebelum Baginda Wafat.

Kisah 23

Wanita Bongkok Menandakan Umur Dunia Semakin Tua

Kisah 24

Fadhilat Setiap Malam Solat Terawih.

Kisah 25

Zulkarnain Bukan Alexander The Great.

Kisah 26

Anak Hasil Zina Tidak Masuk Syurga.

Kisah 27

Sejarah Terciptanya Rokok.

Kisah 28

Biawak Beriman.

Kisah 29

Kepalsuan Ucapan Ummati Ummati (Umatku) di Akhir Hayat Baginda s.a.w.

Kisah 30

Kepalsuan Fadhilat Memotong Kuku.

Kisah 31

Bilangan Nabi dan Rasul Seramai 124,000 Orang.

Kisah 32

Wanita Menyediakan Rotan untuk Suami Memukulnya Sekiranya Dia Tersalah.

Kisah 33

Kunyah 40 Kali apabila Makan.

Kisah 34

Jangan Baring ketika Azan kerana Mayat Akan Menjadi Berat

Kisah 35

Merasa Sedikit Garam sebelum Makan

Kisah 36

Allah s.w.t. Bertemu Nabi Ibrahim a.s.

Kisah 37

Nabi Harun a.s. Pencipta Patung Berhala untuk Disembah

Kisah 38

Kepala Nabi Adam a.s. Mencecah Langit.

Kisah 39

Peristiwa Pelik dalam Israk dan Mikraj.

Kisah 40

Makan Buah Tembikai Supaya Mendapat Anak yang Cantik
 
 Tulisan : Mustafar Mohd Suki

Hadis-hadis Lemah dan Palsu.

$
0
0

Beberapa Hadits-hadits Dho’if yang Terkenal (Masyur) di Masyarakat Kita

Hadits-hadits lemah (Dho’if) yang tersebar di kalangan kaum muslimin banyak sekali, namun mereka tak sadar bahwa hadits-hadits Dho’if bukanlah berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, oleh karena itu kita tidak boleh berhujjah dan beramal dengan hadits dhoif tersebut.

Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri Cina

Hadits dho’if (lemah), apalagi palsu, tidak boleh dijadikan dalil, dan hujjah dalam menetapkan suatu aqidah, dan hukum syar’i di dalam Islam. Demikian pula, tidak boleh diyakini hadits tersebut sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-

Diantara hadits-hadits dho’if ‘lemah’, hadits yang masyhur digunakan oleh para khatib, dan da’ii dalam mendorong manusia untuk menuntut ilmu dimana pun tempatnya, sekalipun jauhnya sampai ke negeri Tirai Bambu, Cina.

Hadits ini diriwayatkan oleh Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, beliau bersabda,

اطلبوا العلم ولو بالصين

Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina”. [HR. Ibnu Addi dalam Al-Kamil (207/2), Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbihan (2/106), Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (9/364), Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhol (241/324), Ibnu Abdil Barr dalam Al-Jami’ (1/7-8), dan lainnya, semuanya dari jalur Al-Hasan bin ‘Athiyah, ia berkata, Abu ‘Atikah Thorif bin Sulaiman telah menceritakan kami dari Anas secara marfu’]

Ini adalah hadits dhaif jiddan (lemah sekali), bahkan sebagian ahli hadits menghukuminya sebagai hadits batil, tidak ada asalnya. Ibnul Jauziy –rahimahullah- berkata dalam Al-Maudhu’at (1/215) berkata, ‘’Ibnu Hibban berkata, hadits ini batil, tidak ada asalnya’’. Oleh karena ini, Syaikh Al-Albaniy –rahimahullah- menilai hadits ini sebagai hadits batil dan lemah dalam Adh-Dhaifah (416).

As-Suyuthiy dalam Al-La’ali’ Al-Mashnu’ah (1/193) menyebutkan dua jalur lain bagi hadits ini, barangkali bisa menguatkan hadits di atas. Ternyata, kedua jalur tersebut sama nasibnya dengan hadits di atas, bahkan lebih parah. Jalur yang pertama, terdapat seorang rawi pendusta, yaitu Ya’qub bin Ishaq Al-Asqalaniy. Jalur yang kedua, terdapat rawi yang suka memalsukan hadits, yaitu Al-Juwaibariy. Ringkasnya, hadits ini batil, tidak boleh diamalkan, dijadikan hujjah, dan diyakini sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Tuntutlah Duniamu

اِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا, وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا

Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup akan selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok”.
Ini bukanlah sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, walaupun masyhur di lisan kebanyakan muballigh di zaman ini. Mereka menyangka bahwa ini adalah sabda beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-. Sangkaan seperti ini tidaklah muncul dari mereka, kecuali karena kebodohan mereka tentang hadits. Di samping itu, mereka hanya “mencuri dengar” dari kebanyakan manusia, tanpa melihat sisi keabsahannya.
Hadits ini diriwayatkan dua sahabat. Namun kedua hadits tersebut lemah, karena di dalamnya terdapat inqitho’ (keterputusan) antara rawi dari sahabat dengan sahabat Abdullah bin Amer. Satunya lagi, Cuma disebutkan oleh Al-Qurthubiy, tanpa sanad. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy men-dho’if-kan (melemahkan) hadits ini dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah (no. 8).

Surat Yasin Hatinya Al-Qur’an
Banyak hadits-hadits yang tersebar di kalangan masyarakat menjelaskan keutamaan-keutamaan sebagian surat-surat Al-Qur’an. Namun sayangnya, banyak di antara hadits itu yang lemah, bahkan palsu. Maka cobalah perhatikan hadits berikut:

إن لكل شيء قلبا, وإن قلب القرآن (يس) , من قرأها فكأنما قرأ القرآن عشر مرات

Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, sedang hatinya Al-Qur’an adalah Surat Yasin. Barang siapa yang membacanya, maka seakan-akan ia telah membaca Al-Qua’an sebanyak 10 kali“. [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (4/46), dan Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (2/456)]
Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat dua rawi hadits yang tertuduh dusta, yaitu: Harun Abu Muhammad, dan Muqotil bin Sulaiman. Karenanya, Ahli Hadits zaman ini, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- menggolongkannya sebagai hadits palsu dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no.169).

Perselisihan Umatku adalah Rahmat

Sudah menjadi takdir Allah -Azza wa Jalla-, adanya perpecahan di dalam Islam dan memang hal tersebut telah disampaikan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- . Di negara kita sendiri, sekte-sekte dan aliran sesat yang menyandarkan diri kepada Islam sudah terlalu banyak. Apabila kita memperingatkan dan membantah kesesatan aliran-aliran tersebut, maka sebagian kaum muslimin membela aliran-aliran tersebut. Mereka berdalil dengan hadits berikut,
إِخْتِلَافُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ
Padahal hadits ini dho’if (palsu), bahkan tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata, “Hadits ini tak ada asalnya. Para ahli hadits telah mengerahkan tenaga untuk mendapatkan sanadnya, namun tak mampu”.
Dari segi makna, haditsjugabatil. Ibnu Hazm -rahimahullah- dalam Al-Ihkam (5/64) berkata, “Ini merupakan ucapan yang paling batil, karena andaikan ikhtilaf (perselisihan)itu rahmat, maka kesepakatan adalah kemurkaan. Karena, disana tak ada sesuatu, kecuali kesepakatan, dan perselihan; tak ada, kecuali rahmat atau kemurkaan“.

Barangsiapa Mengenal Dirinya, Dia Akan Mengenal Rabb-Nya

Di sani ada sebuah hadits yang palsu, dan tidak ada asalnya, namun sering digunakan oleh sebagian orang sufi untuk menguatkan kesesatan mereka. Hadits itu berbunyi,
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبّـَهُ
Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia akan mengenal Rabb (Tuhan)-Nya”.
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- dalam Adh-Dha’ifah (1/165) berkata, “Hadits ini tidak ada asalnya” [Adh-Dha’ifah (1/165)]. An-Nawawiy berkata, “Hadits ini tidak tsabit (tidak shahih)” [Al-Maqashid (198) oleh As-Sakhowiy].
As-Suyuthiy berkata, “Hadits ini tidak shahih” [Lihat Al-Qoul Asybah (2/351 Al-Hawi)].
Ringkasnya, hadits ini merupakan hadits palsu yang tidak ada asalnya. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh mengamalkannya, dan meyakininya sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Keutamaan Menamatkan Al-Quran

Membaca Al-Qur’an, apalagi menamatkannya merupakan keutamaan besar bagi seorang hamba, karena setiap hurufnya diberi pahala oleh Allah -Ta’ala- . keutamaan tersebut telah dijelaskan dalam beberapa hadits, tapi bukan hadits berikut, karena haditsnya palsu. Bunyi hadits palsu ini:
إِذَا خَتَمَ الْعَبْدُ الْقُرْآنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سِتُّوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ
Jika seorang hamba telah menamatkan Al Qur’an, maka akan bershalawat kepadanya 60.000 malaikat ketika ia menamatkannya” . [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/112)].
Hadits ini palsu disebabkan oleh rawi yang bernama Al-Hasan bin Ali bin Zakariyya, dan Abdullah bin Sam’an. Kedua orang ini adalah pendusta, biasa memalsukan hadits. Syaikh Al-Albaniy menyatakan kepalsuan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2550).

Macam-macam Wanita

Di dunia ini wanita ini bermacam-macam jenisnya. Ada yang seperti kantong plastik, setelah dimamfaatkan dibuang. Ada juga yang sama sekali tidak ada mamfaatnya, bahkan merusak yang lain. Namun yang terbaik adalah wanita yang banyak memberi mamfaat bagi dirinya, dan orang lain, terutama suami. Dia membantu diri dan suaminya di atas ketaatan. Konon kabarnya nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
النِّسَاءُ عَلَى ثَََََلَاثَةِ أَصْنَافٍ صِنْفٍ كاَلْوِعَاءِ تَحْمِلُ وَتَضَعُ وَصِنْفٍ كَالْعَرِّ وَهُوَ الْجَرَبُ وَصِنْفٍ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ تُعِيْنُ زَوْجَهَا عَلَى إِيْمَانِهِ فَهِيَ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الْكَنْزِ
Wanita-wanita itu ada tiga macam: kelompok wanita seperti bejana, ia hamil dan melahirkan; kelompok wanita seperti koreng – yaitu kudis- ; kelompok wanita yang amat penyayang, dan banyak melahirkan, serta membantu suaminya di atas keimanannya. Wanita ini lebih baik bagi suaminya dibandingkan harta simpanan“. [HR.Tamam Ar-Raziy dalam Al-Fawa’id (206/2)].
Namun sayangnya hadits ini adalah hadits dho’if mungkar, karena ada seorang rawi yang bernama Abdullah bin Dinar. Dia adalah seorang rawi yang mungkar haditsnya sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu abi Hatim dalam Al-Ilal (2/310). Jadi, hadits ini tidak boleh dianggap sebagai sabda nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- . karenanya, Syaikh Al-Albaniy memasukkan hadits ini dalam silsilah hadits dhoi’f dalam Adh-Dho’ifah (714). 

Memandang Wanita Cantik

Dan mungkin juga ada di antara kaum muslimin yang sering sekali memandang setiap wanita yang cantik dengan tujuan mempertajam penglihatannya, beramal dengan hadits berikut;
النََّظَرُ إِلىَ وَجْهِ المَرْأَةِ الحَسْنَاءِ وَالخُضْرَةِ يَزِيْدَانِ فِيْ البَصَرِ
Memandang wajah wanita cantik dan yang hijau-hijau menambah ketajaman penglihatan” .[HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya’ (3/201-202), dan Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (4/106)]
Memiliki pandangan yang tajam dan penglihatan yang jernih merupakan nikmat yang besar dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga terkadang seseorang menempuh berbagai cara untuk memperoleh penglihatan yang tajam. Dan mungkin juga ada di antara kaum muslimin yang sering sekali memandang setiap wanita yang cantik dengan tujuan mempertajam penglihatannya, beramal dengan hadits berikut;
النََّظَرُ إِلىَ وَجْهِ المَرْأَةِ الحَسْنَاءِ وَالخُضْرَةِ يَزِيْدَانِ فِيْ البَصَرِ
Memandang wajah wanita cantik dan yang hijau-hijau menambah ketajaman penglihatan” .[HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya’ (3/201-202), dan Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (4/106)]
Hadits ini maudhu’ (palsu), karena dalamnya ada rawi yang dho’if, dan tidak ditemukan ada seorang ahli hadits yang menyebutkan biografinya. Rawi itu ialah Ibrahim bin Habib bin Sallam Al-Makkiy. Karenanya, Adz-Dzahabiy berkata, “Hadits batil”. Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar Al-Munif berkata, “Hadits ini dan semisalnya adalah buatan orang-orang zindiq (munafiq)” [Lihat Adh-Dho’ifah (133)]

Menjaga Mata ketika Jima’ (Bersetubuh)

Melihat kemaluan istri ketika berhubungan adalah boleh berdasarkan hadits-hadits shahih. Adapun hadits yang berbunyi:
إِذَا جَامَعَ أَحَدُكُمْ زَوْجَتَهُ أَوْ جَاِريَتَهُ فَلَا يَنْظُرْ إِلَى فَرْجِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يُوْرِثُ الْعَمَى
Apabila seorang diantara kalian berhubungan dengan istrinya atau budaknya, maka janganlah ia melihat kepada kemaluannya, karena hal itu akan mewariskan kebutaan“. [HR. Ibnu Adi dalam Al-Kamil (2/75)].
Maka hadits ini adalah palsu karena dalam sanadnya terdapat Baqiyah ibnul Walid. Dia adalah seorang mudallis yang biasa meriwayatkan dari orang-orang pendusta sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Hibban. Lihat Adh-Dho’ifah (195) 

Merayu Istri

Bercumbu dan merayu istri adalah perkara yang dianjurkan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Namun jangan kalian tertipu dengan hadits palsu berikut ini:
زينوا مجالس نسائكم بالمغزل
Hiasilah majelis istri-istri kalian dengan rayuan“. [HR. Ibnu Adi dalam Al-Kamil fi Adh-Dhu’afaa’ (6/130), dan Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (5/280)]
Hadits ini palsu, karena dalam rawi hadits ini terdapat Muhammad bin Ziyad Al-Yasykuriy. Dia seorang pendusta lagi suka memalsukan hadits. Lihat Adh-Dho’ifah (1/72/no.19) karya Al-Albaniy -rahimahullah-.

Perbanyak Dzikir Sampai Dianggap Gila

Di antara kebiasaan orang-orang sufi, mereka berdzikir dengan cara melampaui batas syariat Islam, yaitu berdzikir dengan bilangan yang memberatkan diri seperti berdzikir sebanyak 70 ribu kali, 100 ribu kali. Padahal, maksimal dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebanyak 100 kali dalam dzikir-dzikir tertentu, bukan pada semua jenis dzikir.
Mereka membebani diri seperti ini, karena mendengar hadits berikut:
أَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِاللهِ حَتى يَقُوْلُوْا مَجْنُوْنٌ
Perbanyaklah dzikir sehingga orang-orang berkata, engkau gila”. [HR. Ahmad (3/68), Al-Hakim (1/499), dan Ibnu Asakir (6/29/2)]
Hadits ini lemah karena diriwayatkan oleh Darraj Abu Samhi. Dia lemah riwayatnya yang berasal dari Abul Haitsam. Di-dho’if-kan oleh syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (no. 517) (2/9). 

Barang Siapa Dunia adalah Cita-Citanya

Banyak hadits lemah dan palsu yang tersebar di masyarakat melalui lisan para khatib yang memiliki ilmu agama (khususnya ilmu hadits) sehingga banyak di antara masyarakat tertipu dan menyangkanya sebagai sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- .
Dia ntara hadits tersebut :
مَنْ أَصْبَحَ وَالدُّنْيِا أَكْثَرُ هَمِّهِ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فَيْ شَيْءٍ وَمَنْ لَمْ يَتَّقِ اللهَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِيْ شَيْءٍ وَمَنْ لَمْ يَهْتَمَّ لِلْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً فَلَيْسَ مِنْهُمْ
Barang siapa yang berada di waktu pagi, sedang dunia adalah cita-citanya yang terbesar, maka ia tidak akan berada dalam suatu (jaminan) dari Allah sedikit pun. Barang siapa yang tidak bertaqwa kepada Allah, maka ia tidak akan berada dalam suatu (jaminan) dari Allah sedikit pun. Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin seluruhnya, maka ia bukan termasuk di antara mereka“. [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/317) Al-Khatib dengan penggalan pertama dari hadits ini dalam Tarikh Bagdad (9/373)].
Hadits ini palsu, karena di dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh dusta, yaitu Ishaq bin Bisya. Hadits ini memiliki jalur periwayatan lain, namun ia tidak bisa menguatkan hadits di atas, karena kelemahannya tidak jauh beda dengannya. Oleh karenanya, Al-Albany menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dha’ifah (309) 

Sebab Kacaunya Bacaan Imam

Seorang imam terkadang salah dalam bacaannya. Jika ia salah, maka muncullah beberapa persangkaan yang buruk. Ada diantara mereka berpendapat bahwa kacaunya bacaan imam disebabkan adanya diantara jama’ah yang tak beres melaksanakan wudhu’ atau mandi junub. Ini didasari oleh hadits palsu yang bukan hujjah,seperti hadits yang berbunyi:
إِذَا صَلَّيْتُمْ خَلْفَ أَئِمَّتِكُمْ فَأَحْسِنُوْا
طُهُوْرَكُمْ فَإِنَّمَا يَرْتَجُّ عَلَى الْقَارِىءِ قِرَاءَتُهُ
بِسُوْءِ طُهْرِ الْمُصَلِّي خَلْفَهُ
Jika kalian sholat di belakang imam kalian, perbaikilah wudhu’ kalian, karena kacaunya bacaan imam bagi imam disebabkan oleh jeleknya wudhu’ orang yang ada di belakang imam“. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/63)]
Hadits ini palsu, sebab di dalamnya terdapat rowi yang majhul, seperti Abdullah bin Aun bin Mihroz, Abdullah bin Maimun. Rowi lain, Muhammad bin Al-Furrukhon, ia seorang yang tak tsiqoh. Dari sisi lain, sudah dimaklumi bahwa jika Ad-Dailamiy bersendirian dalam meriwayatkan hadits dalam kitabnya Musnad Al-Firdaus, maka hadits itu palsu. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy menyatakan palsunya hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2629).

Mengusap Kedua Kelopak Mata dengan Kedua Ibu Jari

Ada di antara kaum muslimin, biasa melakukan amalan yang terkadang tidak diketahui dasarnya. Setelah mengadakan pemeriksaan terhadap kitab-kitab hadits, ternyata berdasarkan hadits lemah, palsu, bahkan terkadang tidak ada dalilnya!!
Di antara amalan mereka ini yang tidak berdasar, yaitu mengusap kedua kelopak mata dengan kedua ibu jari. Mereka hanya berdasarkan hadits palsu yang dinisbahkan kepada Nabi Khidir.
Konon kabarnya Nabi Khidir -‘alaihis salam- berkata, “Barangsiapa yang mengucapkan selamat datang kekasihku dan penyejuk mataku, Muhammad bin Abdullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, kemudia ia mencium kedua ibu jarinya, dan meletakkannya pada kedua matanya, ketika ia mendengar muadzdzin berkata,
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً رَسُوْلُ اللهِ
Maka ia tidak sakit mata selamanya” [HR. Abul Abbas Ahmad bin Abu Bakr Ar-Raddad Al-Yamaniy dalam Mujibat Ar-Rahmah wa ‘Aza’im Al-Maghfirah dengan sanad yang terdapat di dalamnya beberapa orang majhul (tidak dikenal), disamping terputus sanadnya. Karenanya Syaikh Al-Albaniy melemahkan hadits ini dalam Adh-Dha’ifah (1/173) dari riwayat Ad-Dailamy dan Syaikh Masyhur Alu Salman dalam Al-Qoul Al-Mubin (hal.182)]

Keutamaan Memakai Sorban Ketika Sholat

Memakai sorban adalah sunnah dan ciri khas kaum muslimin, baik dalam sholat maupun di luar sholat, sebagaimana yang dijelaskan dalam beberapa hadits. Namun, tak ada satu hadits pun yang menjelaskan keutamaan tertentu memakai sorban saat sholat, kecuali haditsnya lemah atau palsu, seperti hadits berikut:
رَكْعَتَانِِ بِعِمَامَةٍ خَيْرٌ مِنْ سَبْعِيْنَ رَكْعَةً بَلَا عِمَامَةٍ
Sholat dua raka’at dengan memakai sorban lebih baik dibandingkan sholat 70 raka’at, tanpa sorban“. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthiy dalam Al-Jami’ Ash-Shoghir ()]
Hadits ini maudhu’ (palsu), sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (128), “Hadits ini palsu”. Selanjutnya, beliau juga komentari ulang hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (5699).

Sujud Menyentuh Tanah

Seorang ketika sujud dalam sholat, boleh ia memakai alas. Menyentuhkan telapak tangan, dahi, dan anggota sujud lainnya ke tanah, ini tak ada keutamaan tertentu baginya. Adapun hadits berikut:
إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلْيُبَاشِرْ بِكَفَّيْهِ الْأَرْضَ عَسَى اللهُ أَنْ يَفُكَّ عَنْهُ الْغُلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Jika seorang diantara kalian bersujud, maka hendaknya ia menyentuhkan kedua telapak tangannya ke tanah, semoga Allah melepaskan belenggu darinya pada hari kiamat“. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (6/58), cet. Dar Al-Haromain]
Hadits ini adalah dho’if (lemah), tak bisa dijadikan hujjah, karena di dalamnya ada rowi bermasalah: Ubaid bin Muhammad, seorang rowi yang memiliki hadits-hadits munkar [Lihat Al-Majma’ (2/311/no.2764)].Sebab inilah, Syaikh Al-Albaniy menggolongkan hadits ini lemah dalam Adh-Dho’ifah (2624) 

Jangan Shalat, Jangan Bicara

Jika khatib telah berada di atas mimbar dan muadzin berkumandang, maka seorang yang melaksanakan shalat tahiyyatul masjid atau shalat sunat muthlaq, ia terus dalam shalatnya, tanpa harus membatalkan shalatnya berdasarkan hadits-hadits yang shahih. Bahkan ia boleh berbicara dengan temannya dalam kondisi itu, jika ada hajat mendesak. Adapun hadits di bawah ini yang menjelaskan tentang tidak bolehnya shalat dan bicara dalam kondisi tersebut maka hadits ini batil. Berikut perinciannya:
إِذَا صَعِدَ الْخَطِيْبُ الْمِنْبَرَ ؛ فَلاَ صَلَاةَ وَلَا كَلاَمَ
Apabila khatib sudah naik mimbar, maka tidak ada lagi shalat dan tidak ada lagi ucapan.”
Hadits ini batil karena tidak ada asalnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (87). Namun perlu diketahui bahwa jika adzan sudah selesai ketika khatib berada di atas mimbar siap untuk berkhutbah, maka seorang tidak boleh lagi berbicara dan melakukan aktifitas apapun selain shalat tahiyatul masjid agar seluruh jama’ah memfokuskan diri untuk mendengarkan khutbah. 

Berzikir dengan Tasbih

Sebaik-baik pengingat adalah alat tasbih. Sesungguhnya sesuatu yang paling afdhol untuk ditempati bersujud adalah tanah dan sesuatu yang ditumbuhkan oleh tanah“. [HR.Ad-Dailamiy (4/98- sebagaimana dalam Mukhtashar-nya)]
Berdzikir adalah ibadah yang harus didasari dengan keikhlasan dan mutaba’ah (keteladanan) kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- . karenanya seorang tidak dianjurkan menggunakan alat tasbih ketika ia berdzikir sebab tidak ada contohnya dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berdzikir dengannya, tapi beliau hanya berdzikir dengan jari-jemarinya. Adapun hadits berikut, maka ia adalah hadits palsu, tidak boleh dijadikan hujjah dalam menetapkan sunnahnya berdzikir dengan alat tasbih
نِعْمَ الْمُذَكِّرُ السُّبْحَةُ وَإِنَّ
أَفْضَلَ مَا يُسْجَدُ عَلَيْهِ الْأَرْضُ وَمَا أَنْبَتَتْهُ الْأَرْضُ
Sebaik-baik pengingat adalah alat tasbih. Sesungguhnya sesuatu yang paling afdhol untuk ditempati bersujud adalah tanah dan sesuatu yang ditumbuhkan oleh tanah“. [HR.Ad-Dailamiy (4/98- sebagaimana dalam Mukhtashar-nya)]
Hadits ini adalah hadits yang palsu sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (83), karena adanya rawi-rawi yang majhul. Selain itu hadits ini secara makna adalah batil, sebab tasbih tidak ada di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. 

Menuntut Ilmu di Masa Muda

Keutamaan menuntut ilmu sangat banyak disebutkan dalam ayat-ayat maupun hadits-hadits shahih. Bahkan sampai di dalam hadits yang dho’if dan palsu, seperti berikut,
أَيُّمَا نَاشِئٍ نَشَأَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةِ حَتَّى يَكْبُرَ وَهُوَ عَلَى ذَلِكَ أَعْطَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوَابَ اثْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ صِدِّيْقًا
Anak muda mana pun yang tumbuh dalam menuntut ilmu, dan ibadah sampai ia menjadi tua, sedangkan dia masih tetap di atas hal itu, maka Allah akan memberikannya pada hari kiamat pahala 72 orang shiddiqin“. [HR.Tamam Ar-Raziy dalam Al-Fawaid (2428), Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Al-Ilm (1/82)].
Namun hadits ini derajatnya adalah dho’if jiddan (lemah sekali), bahkan boleh jadi hadits ini palsu, karena di dalamnya ada rawi yang bernama Yusuf bin Athiyyah. Dia adalah seorang yang mungkarul hadits. Bahkan An-Nasa’iy menilainya matruk (ditinggalkan karena biasa berdusta atas nama manusia). Karenanya Syaikh Al-Albaniy menghukumi hadits ini dho’if jiddan dalam Adh-Dho’ifah (700). 

Bersedihlah Ketika Membaca Al-Qur’an!

Ketika membaca Al-Qur’an memang kita dianjurkan untuk bersedih sebagai hasil renungan dan tadabbur makna-makna ayat sebagaimana yang dijelaskan dalam sunnah. Adapun hadits di bawah ini, sekalipun sebagian maknanya benar, namun ia bukan hujjah dalam hal ini, karena kelemahan hadits ini. Nash haditsnya:
اِقْرَؤُوْا الْقُرْآنَ بِحُزْنٍ فَإِنَّهُ نَزَلَ بِالْحُزْنِ
Bacalah Al-Qur’an dengan perasaan sedih, karena dia turun dengan kesedihan“. [HR. Al-Khollal dalam Al-Amr Bil Ma’ruf (20/2) dan Abu Sa’id Al-A’robiy dalam Mu’jam-nya (124/1)].
Dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Uwain bin Amr Al-Qoisiy, dia adalah seorang yang mungkarul hadits lagi majhul menurut Al-Bukhariy. Selain itu juga ada rawi yang bernama Ismail bin Saif, dia adalah seorang yang biasa mencuri hadits, dan meriwatkan hadits yang lemah dari orang-orang yang tsiqoh. Tak heran jika Al-Albaniy menyatakan hadits ini dho’if jiddan (lemahsekali) dalam kitabnya Adh-Dho’ifah (2523). 

Kekasih Allah

Orang yang bertaubat dari dosa-dosanya adalah orang yang terpuji di sisi Allah berdasarkan dalil-dalil dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Adapun hadits berikut ini, maka dia adalah hadits yang palsu, tidak ada asalnya:
التَّائِبُ حَبِيْبُ اللهِ
Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah.”
Hadits ini adalah hadits yang bukan berasal dari nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- . tak ada seorang imam ahlul hadits yang meriwayatkan hadits ini dalam kitab-kitab mereka. Hadits ini hanyalah disebutkan oleh Al-Ghazaliy dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin (4/434) dengan menyandarkannya kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , padahal hadits ini adalahhadits palsu, tidak ada asalnya! Lihat penjelasan palsunya hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (95) karya Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy 

Ikhlas 40 Hari

Ikhlash adalah sifat orang mukmin. Keutamaan ikhlash telah dimaklumi baik dalam hadits yang shohih, maupun hadits yang lemah. Namun kita tak butuh kepada hadits dho’if seperti di bawah ini, karena itu bukan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Konon kabarnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
من أخلص لله أريعين يوما ظهرت ينابيع الحكمة على لسانه
Barang siapa yang ikhlash karena Allah selama 40 hari, niscaya akan muncul mata air hikmah pada lisannya“. [HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (5/189)]
Hadits ini dho’if (lemah), karena terdapat inqitho’ (keterputusan) antara Makhul dengan Abu Ayyub Al-Anshoriy. Selain itu, Hajjaj bin Arthoh, rawi dari Makhul adalah seorang mudallis, dan ia meriwayatkannya secara mu’an’anah. Sedang seorang mudallis jika meriwayatkan hadits secara mu’an’anah (dengan memakai kata “dari”), maka haditsnya dho’if (lemah). Tak heran jika Syaikh Al-Albaniy melemahkannya dalam Adh-Dho’ifah (38)

Dunia dan Hakikatnya

Banyak sekali hadits-hadits palsu yang beredar di masyarakat. Ada yang keliru maknanya, dan ada yang bagus maknanya, seperti hadits ini:
أََََوْحَى اللهُ إِلَى الدُّنْيَا أَنِ اخْدِمِيْ مَنْ خَدَمَنِيْ وَأَتْعِبِيْ مَنْ خَدَمَكِ
Allah wahyukan kepada dunia, “Layanilah orang yang melayani-Ku, dan capekkanlah orang yang melayanimu“. [HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (8/44), dan Al-Hakim dalam Ma’rifah Ulum Al-Hadits (hal.101)]
Hadits ini palsu, karena Al-Husain bin DawudAl-Balkhiy yang banyak meriwayatkan naskah hadits palsu dari Yazid bin Harun. Karena itu, Al-Albaniy menyebutkan hadits ini dalam deretan hadits-hadits palsu dalam Adh-Dho’ifah

Hak Anak atas Orang Tua

Seyogyanya orang tua memilihkan nama yang baik untuk anaknya, dan mendidik akhlaknya sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi -Shollallahu‘alaihi wasallam- danpara sahabatnya. Adapun hadits yang berbunyi :
حَقُّ الْوَلَدِ عَلَى الْوَالِدِ أَنْ يُحَسِّنَ اسْمَهَ وَيُحَسِّنَ أَدَبَهُ
Hak seorang anak atas orang tuanya, orang tua memperbaiki nama anaknya, dan akhlaknya“. [HR. Abu Muhammad As-Siroj Al-Qoriy dalam Al-Fawaid (5/32/1-kumpulan 98), dan lainnya].
Maka hadits ini palsu, karena ada dua orang rawi : Muhammad Al-Fadhl adalah seorang pendusta, dan Muhammad bin Isa adalah orangnya matruk (ditinggalkan). Karenanya Al-Albaniy mencantumkan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (199) 

Jum’at Hajinya Orang Fakir

Ibadah haji adalah ibadah yang dicita-citakan oleh setiap orang sehingga setiap orang berusaha mengumpulkan harta demi ibadah itu. Namun sebagian diantara manusia ada yang tidak sempat melaksanakannya sehingga ia bersedih. Tapi kesedihan itu hilang karena ia mendengarkan sebuah hadits berikut :
الدَّجَاجُ غَنَمُ فٌقَرَاءِ أُمَّتِيْ وَاْلجُمُعَةُ حَجُّ فُقَرَائِهَا
Ayam adalah kambingnya orang fakir dari kalangan umatku, dan shalat jum’at hajinya orang fakir mereka” .[HR. Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin (3/90)]
Tapi ternyata sayangnya hadits ini palsu sehingga seorang muslim tidak boleh meyakini dan mengamalkannya. Dia palsu karena ada seorang rawi yang bernama Abdullah bin Zaid An-Naisaburiy. Dia adalah seorang pendusta yang suka memalsukan hadits. Lihat Adh-Dho’ifah (192) 

Nabi Ilyas dan Khidir Bersaudara Kandung

Ketika seseorang membaca kisah para nabi di luar Al-Qur’an, maka seorang harus berhati-hati, karena di sana banyak hadits-hadits yang lemah, bahkan palsu yang berbicara tentang kehidupan para nabi. Oleh karena itu seorang harus yakin betul bahwa hadits ini shahih berdasarkan keterangan para ulama, baru setelah itu dia yakini. Diantara hadits lemah yang menyebutkan kisah para nabi, hadits berikut ini:
إِلْيَاسُ وَالخَضِرُ أَخَوَانِ أَبُوْهُمَا مِنَ الفُرْسِ وَأُمُّهُمَا مِنَ الرُّوْمَ
Nabi Ilyas dan Khidir adalah dua orang bersaudara. Bapak mereka dari Persia, dan ibunya dari Romawi“. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/2/124)]
Hadits ini palsu, karena ada dua orang rawi bermasalah dalam memalsukan hadits, yaitu Ahmad bin Ghalib, dan Abdur Rahman bin Muhammad Al-Yahmadiy. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dho’ifah (2257). 

Penduduk Surga

Banyak sekali hadits-hadits palsu yang beredar di masyarakat. Terkadang maknanya lurus, namun terkadang juga menggelitik orang seperti hadits palsu berikut:
أَهْلُ الْجَنَّةِ جَرَدٌ إِلَّا مُوْسَى بْنَ عِمْرَانَ فَإِنَّ لَهُ لِحْيَةً إِلَى سُرَّتِهِ
Penduduk surga adalah belalang, kecuali Musa bin Imron, karena dia memiliki jenggot sampai ke pusarnya“.[HR.Al-Uqoiliy dalam Adh-Dhu’afaa’ (185), Ibnu Adi dalam Al-Kamil (4/48), dan Ar-Raziy dalam Al-Fawa’id (6/111/1)].
Hadits ini adalah hadits batil yang palsu. Dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang suka memalsukan hadits, yaitu Syaikhnya Ibnu Abi Kholid Al-Bashriy. Maka tak heran apabila syaikh Al-Albaniy mencantumkan hadits ini dalam kitabnya Adh-Dho’ifah (704). 

Amalan Sedikit, tapi Bermanfaat

Bermalas malasan dalam beribadah sudah menjadi kebiasaan sebagian kaum muslimin. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut diantaranya rasa takutnya kepada Allah masih kurang, keimanan terhadap Hari Pembalasan masih minim, dan ada juga yang malas karena mungkin beramal dengan hadits di bawah ini.
قَلِيْلُ العَمَلِ ينَْفَعُ مَعَ العِلْمِ، وَكَثيِْرُ العَمَلِ لَايَنْفَعُ مَعَ الجَهْلِ
Amalan yang sedikit akan bermanfaat, jika disertai oleh ilmu; dan amalan yang banyak tidak akan bermanfaat, jika disertai kejahilan“. [HR. Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayan Al-’Ilm wa Fadhlih (1/145)]
Hadits ini dhoif, bahkan palsu, disebabkan adanya 3 rawi: [1] Muhammad bin Rauh bin ‘Imran Al-Qutairiy (orangnya lemah), [2] Mu’ammal bin Abdur Rahman Ats-Tsaqofiy (orang dho’if). Ibnu Adi berkata,”Dominan haditsnya tidak terpelihara”; [3] Abbad bin Abdush Shomad. Ibnu Hibban berkata, “…Abbad bin Abdush Shomad menceritakan kami dari Anas tentang suatu naskah hadits, seluruhnya maudhu’ (palsu)”.Al-Albaniy berkata, “Hadits ini Palsu” [lihat Adh-Dho’ifah (369)] 

Kencing di Lubang

Kencing di lubang adalah perkara yang boleh, kecuali jika di dalamnya ada makhluk seperti semut, maka hendaknya kita jangan kencing di tempat itu demi menyayangi makhluk Allah yang kecil ini. Adapun hadits yang berikut, maka haditsnya dho’if:
Abdullah bin Sarjis -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ يُبَالَ فِيْ الْجُحْرِ
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melarang kencing di lubang“. [HR. Abu Dawud (29), dan An-Nasa’iy (34)].
Hadits ini adalah hadits yang lemah, karena adanya keterputusan antara Qotadah dan Abdullah bin Sarjis -radhiyallahu ‘anhu- . selain itu, Qotadah juga adalah seorang yang mudallis. Tak heran jika Syaikh Al-Albaniy men-dho’ifkan hadits ini dalam Al-Irwa’ (55) 

Solusi Terakhir ….

Talaq adalah solusi terakhir ketika terjadi cekcok yang parah antara suami-istri setelah melalui proses yang panjang berupa nasihat, dan usaha perbaikan lainnya. Jadi talaq adalah perkara yang halal yang tidak dibenci oleh Allah, jika dilakukan pada tempatnya. Adapun hadits yang menjelaskan bahwa talaq adalah perkara yang dibenci dalam segala hal, maka haditsnya dho’if sebagaimana perinciannya berikut ini:
أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ الطَّلَاقُ
Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah -Azza wa Jalla- adalah talaq“. [HR. Abu Dawud (2178) dan Ibnu Majah (2018)]
Hadits ini adalah hadits yang mudhtharib (goncang) sanadnya sebagaimana yang anda bisa lihat penjelasannya dalam Al-Irwa’ (2040) karya Syaikh Al-Albaniy. 

Do’a Keluar WC (bilik mandi / tandas)

Ada sebuah hadits yang menyebutkan do’a keluar WC. Do’a ini banyak disebarkan dan dimasyurkan di TPA dan TQA. Ternyata haditsnya lemah sebagaimana dalam penjelasan berikut ini:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَذْهَبَ عَنِّيَ الْأَذَى وَعَافَانِيْ
Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku gangguan (kotoran) ini, dan telah menyehatkan aku”. [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (301)]
Hadits ini adalah hadits yang dho’if, karena dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Ismail bin Muslim Al-Makkiy. Dia adalah seorang yang lemah haditsnya sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Hafizh dalam At-Taqrib. Hadits ini memiliki syahid dari riwayat Ibnu Sunniy dalam Amal Al-Yaum wal Lailah (29). Namun hadits ini juga lemah, karena ada seorang yang majhul dalam sanadnya, yaitu Al-Faidh. Hadits ini dilemahkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’ (53). 

Ketentuan dan Taqdir Allah

Ketentuan dan taqdir Allah adalah perkara ghaib yang tidak boleh ditetapkan dengan hadits lemah, apalagi palsu, seperti hadits ini:
إِذَا أَرَادَ اللهُ إِنْفَاذَ قَضَائِهِ وَقَدَرِهِ ؛ سَلَبَ ذَوَيْ الْعُقُوْلِ عُقُوْلَهُمْ حَتَّى يُنْفِذَ فِيْهِمْ قَضَاءَهُ وَقَدَرَهُ
Apabila Allah ingin melaksanakan ketentuan, dan taqdir-Nya, maka Allah akan menarik (menghilangkan) akalnya orang-orang yang memiliki pikiran sehingga Allah melaksanakan ketentuan, dan taqdir-Nya pada mereka“. [HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (14/99), Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/100), dari jalur Abu Nu’aim dalam Tarikh Ashbihan (2/332)]
Hadits ini lemah, bahkan boleh jadi palsu , karena rowi yang bernama Lahiq bin Al-Husain. Sebagian ahlul hadits menuduhnya pendusta, dan suka memalsukan hadits. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy memasukkannya dalam kitabnya Adh-Dho’ifah (2215) 

Taubat yang Benar

Seorang ketika telah bertaubat dari suatu dosa, hendaknya ia berusaha dengan sekuat tenaga meninggalkan dosa itu sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama’ kita. Adapun hadits berikut, maka ia adalah hadits dho’if (lemah):
التَّوْبَةُ مِنَ الذَّنْبِ أَنْ لَا تَعُوْدَ إِلَيْهِ أَبَدًا
Taubat dari dosa, engkau tidak kembali kepadanya selama-lamanya“. [HR. Abul Qosim Al-Hurfiy dalam Asyr Majalis min Al-Amali (230), dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (7036)]
Hadits ini lemah , karena dalam sanadnya terdapat rowi yang bernama Ibrahim bin Muslim Al-Hijriy; dia adalah seorang yang layyinul hadits (lembek haditsnya). Selain itu, juga ada Bakr bin Khunais, seorang yang shoduq (jujur), tapi memiliki beberapa kesalahan. Karenanya Syaikh Al-Albaniy melemahkannya dalam Adh-Dho’ifah (2233)

Adam Turun di India

Dalam kisah-kisah para naib dan rasul, disebutkan kisah masyhur bahwa Adam turun di negeri India, berdasarkan hadits yang lemah berikut ini,
نَزَلَ آدَمُ بِالْهِنْدِ وَاسْتَوْحَشَ فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ فَنَادَى بِالْأَذَانِ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مَرَّتَيْنِ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ مَرَّتَيْنِ قَالَ آدَمُ مَنْ مُحَمَّدٌ قَالَ آخِرُ وَلَدِكَ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ
Nabi Adam turun di India, dan beliau merasa asing. Maka turunlah Jibril seraya mengumandangkan adzan, “Allahu Akbar, Asyhadu Alla Ilaha illallah (dua kali), asyhadu anna Muhammdan rasulullah (dua kali). Adam bertanya, “Siapakah Muhammad itu?” Jibril menjawab, “Cucumu yang paling terakhir dari kalangan nabi“.”. [HR.Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (2/323/2)]
Hadits ini dho’if (lemah), atau palsu, karena ada seorang rawi dalam sanadnya yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Sulaiman. Orang yang bernama seperti ini ada dua; yang pertama dipanggil Al-Kufiy, orangnya majhul (tidak dikenal), sedang orang yang seperti ini haditsnya lemah. Yang satunya lagi, dikenal dengan Al-Khurasaniy. Orang ini tertuduh dusta. Jika dia yang terdapat dalam sanad ini, maka hadits ini palsu. Hadits ini di-dho’if-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (403). 

Bagi-bagi Kejelekan

Mengangkat dan merendahkan derajat suatu bangsa harus didasari oleh dalil dari Al-Qur’an dan sunnah. Adapun hadits di bawah, maka tidak boleh dijadikan dalil dalam merendahkan suku Barbar, karena kelemahan hadits ini:
الْخُبْثُ سَبْعُوْنَ جُزْءًا فَجُزْءٌُ فِيْ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَتِسْعٌ وَسِتُّوْنَ فِيْ الْبَرْبَرِ
Kejelekan ada 70 bagian; satu bagian pada jin dan manusia, dan 69 bagian pada orang-orang Barbar” . [HR. Ya’qub bin Sufyan Al-Fasawiy dalam Al-Ma’rifah wa At-Tarikh (2/489), Ath-Thobraniy dalam Al-Ausath (8672), dan Ibnu Qoni’ dalam Mu’jam Ash-Shahabah].
Mengangkat dan merendahkan derajat suatu bangsa harus didasari oleh dalil dari Al-Qur’an dan
Hadits ini adalah hadits yang lemah menurut penilaian Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam As-SilsilahAdh-Dho’ifah (2535), karena dalam hadits ini terdapat dua penyakit: Inqitho’ (keterputusan) antara Yazid bin Abi Habib dengan Abu Qois, dan terjadinya idhthirob (kesimpangsiuran) dari sisi sanad akibat kelemahan seorang rawi yang bernama Abu Sholih (dikenal dengan Katib Al-Laits).

Kisah Nabi Idris bersama Malaikat Maut

Disana ada sebuah kisah palsu yang dinisbahkan secara dusta kepada Nabi Idris -Shollallahu ‘alaihi wasallam- . Saking masyhurnya kisah ini, banyak penulis, dan majalah yang menukilnya, seperti kami pernah temukan dalam Majalah “Anak Shaleh”. Bunyi hadits itu:
إِنَّ إِدْرِيْسَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ صَدِيْقًا لِمَلَكِ الْمَوْتِ. فَسَأَلَهُ أَن يُرِيَهُ الْجَنَّةَ وَ النَّارَ, فَصَعَدَ إِدْرِيْسُ فَأَرَاهُ النَّارَ فَفَزِعَ مِنْهَا وَكَادَ يُغْشَى عَلَيْهِ, فَالْتَفَّ عَلَيْهِ مَلَكُ الْمَوْتِ بِجَنَاحِهِ, فَقَالَ مَلَكُ الْمَوْتِ: أَلَيْسَ قَدْ رَأَيْتَهَا؟ قَالَ: بَلىَ, وَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ قَطُّ. ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ حَتَّى أَرَاهُ الْجَنَّةَ, فَدَخَلَهَا, فَقَالَ مَلَكُ الْمَوْتِ: انْطَلِقْ قَدْ رَأَيْتَهَا. قَالَ إِلَى أَيْنَ؟ قَالَ مَلَكُ الْمَوْتِ: حَيْثُ كُنْتَ. قَالَ إِدْرِيْسُ: لَا وَاللهِ ! لَا أَخْرُجُ مِنْهَا بَعْدَ أَنْ دَخَلْتُهَا. فَقِيْلَ لِمَلَكِ الْمَوْتِ: أَلَيْسَ أَنْتَ قَدْ أَدْخَلْتَهُ إِيَّاهَا؟ وَإِنَّهُ لَيْسَ لِأَحَدٍ دَخَلَهَا أَنْ يَخْرُجَ مِنْهَا
Sesungguhnya Nabi Idris -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu berteman dengan Malaikat Maut. Lalu ia pun meminta kepadanya agar diperlihatkan surga dan neraka. Maka idris pun naik (ke langit), lalu Malaikat Maut memperlihatkan neraka kepadanya. Lalu Idris kaget sehingga hampir pinsang. Maka Malaikat Maut mengelilingkan sayapnya pada Idris seraya berkata, “Bukankah engkau telah melihatnya?” Idris berkata, “Ya, sama sekali aku belum pernah melihatnya seperti hari ini”. Kemudian, Malaikat Maut membawanya sampai ia memperlihatkan surga kepada Nabi Idris seraya masuk ke dalamnya. Malaikat Maut berkata, “Pergilah, sesungguhnya engkau telah melihatnya”. “Kemana?”, tanya Idris. “Ke tempatmu semula”, jawab Malaikat Maut. “Tidak ! Demi Allah, aku tak akan keluar setelah aku memasukinya”, tukas Idris. Lalu dikatakanlah kepada Malaikat Maut, “Bukankah engkau yang telah memasukkannya? Sesungguhnya seorang yang telah memasukinya tidak boleh keluar darinya“. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (2/177/1/7406)]
Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh dusta, yaitu Ibrahim bin Abdullah bin Khalid Al-Mishshishiy. Sebab itu, hadits ini dicantumkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam kumpulan hadits-hadits palsu di dalam kitabnyaAdh-Dho’ifah (339).

Empat Berkah dari Langit

Diantara hadits palsu yang beredar di masyarakat adalah berikut ini. Konon kabarnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ أَرْبَعَ بَرَكَاتٍ مِنَ السَمَاءِ إِلَى اْلأَرْضِ فَأَنْزَلَ الْحَدِيْدَ وَالنَّارَ وَالْمَاءَ وَالْمِلْحَ
Sesungguhnya Allah telah menurunkan empat berkah dari langit ke bumi; maka Allah menurunkan besi, api, air, dan garam“. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/2/221)]

Hadits ini palsu , tak benar datangnya dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dalam sanadnya terdapat Saif bin Muhammad, seorang pendusta !! Karenanya, Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy -rahimahullah- menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dho’ifah (3053).

Fadhilah Mendatangi Sholat Jama’ah

Fadhilah sholat berjama’ah banyak disebutkan dalam hadits-hadits shohih. Adapun hadits berikut adalah hadits lemah, tak boleh diamalkan, dan diyakini sebagai sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-:
اَلْمَشَّاؤُوْنَ إِلَى الْمَسَاجِدِ فِي الظُّلَمِ أُوْلَئِكَ الْخَوَّاضُوْنَ فِيْ رَحْمَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
Orang yang sering berjalan menuju masjid dalam kondisi gelap, mereka itu adalah orang yang berada dalam rahmat Allah –Azza wa Jalla-“. [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (779), Ibnu Adi dalam Al-Kamil (1/281), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (17/456) & (52/18)]
Hadits ini adalah dho’if (lemah), karena ada dua rowi yang bermasalah dalam sanadnya: Muhammad bin Rofi’, dan Isma’il bin Iyasy. Walau Isma’il tsiqoh, namun jika ia meriwayatkan hadits dari selain orang-orang Syam, maka haditsnya lemah!! Hadits ini ia riwayatkan dari Muhammad bin Rofi’, seorang penduduk Madinah. Ke-dho’if-an hadits ini telah ditegaskan oleh Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam Adh-Dho’ifah (3059)

Padamkan Neraka dengan Sholat

Jika kita mau mengoleksi hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan sholat, maka terlalu banyak. Namun disini kami mau ingatkan bahwa ada hadits lemah dalam hal ini, yaitu hadits yang berbunyi:
إِنَّ لِلّهِ تَعَالَى مَلَكًا يُنَادِيْ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ : يَا بَنِيْ آدَمَ قُوْمُوْا إِلَى نِيْرَانِكُمْ الَّتِيْ أَوْقَدْتُمُوْهَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَأَطْفِئُوْهَا بِالصَّلاَةِ
Sesungguhnya Allah -Ta’ala- memiliki seorang malaikat yang memanggil setiap kali sholat, “Wahai anak Adam, bangkitlah menuju api (neraka) kalian yang telah kalian nyalakan bagi diri kalian, maka padamkanlah api itu dengan sholat“. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (9452) dan Ash-Shoghir (1135), Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (3/42-43), dan lainnya]
Hadits ini lemah , karena ada seorang rawi bernama Yahya bin Zuhair Al-Qurosyiy. Dia adalah seorang majhul (tak dikenal). Olehnya, Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- melemahkan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (3057)

Orang Baik diperlukan Orang

Di antara hadits palsu yang biasa diucapkan oleh sebagian da’i-da’i adalah hadits berikut:
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا ؛ صَيَّرَ حَوَائِجَ النَّاسِ إِلَيْهِ
Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Allah akan menjadikan keperluan-keperluan  manusia kepadanya“. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/95)]
Hadits ini palsu disebabkan oleh adanya rowi dalam sanadnya yang bernama Yahya bin Syabib; dia seorang pemalsu hadits. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy meletakkan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2224)

Manusia yang Terburuk Kedudukannya

Banyak sekali hadits-hadits lemah yang tersebar di kalangan kaum muslimin, namun mereka tak sadar bahwa itu bukanlah sabda Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, seperti hadits:
إِنَّ مِنْ أَسْوَأِ النَّاسِ مَنْزِلَةً مَنْ أَذْهَبَ آخِرَتَهُ بِدُنْيَا غَيْرِهِ
“Sesungguhnya manusia yang paling buruk kedudukannya, orang yang menghilangkan (menghancurkan) akhiratnya dengan dunia orang lain“. [HR. Ath-Thoyalisiy dalam Al-Musnad (2398), dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul Iman (6938)]
Hadits ini adalah hadits dho’if (lemah), karena rowi yang bernama Syahr bin Hausyab, seorang jelek hafalannya dan banyak me-mursal-kan hadits, dan Al-Hakam bin Dzakwan, seorang yang maqbul. Intinya, hadits ini lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (2229)

Ketentuan dan Taqdir Allah

Ketentuan dan taqdir Allah adalah perkara ghaib yang tidak boleh ditetapkan dengan hadits lemah, apalagi palsu, seperti hadits ini:
إِذَا أَرَادَ اللهُ إِنْفَاذَ قَضَائِهِ وَقَدَرِهِ ؛ سَلَبَ ذَوَيْ الْعُقُوْلِ عُقُوْلَهُمْ حَتَّى يُنْفِذَ فِيْهِمْ قَضَاءَهُ وَقَدَرَهُ
Apabila Allah ingin melaksanakan ketentuan, dan taqdir-Nya, maka Allah akan menarik (menghilangkan) akalnya orang-orang yang memiliki pikiran sehingga Allah melaksanakan ketentuan, dan taqdir-Nya pada mereka“. [HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (14/99), Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/100), dari jalur Abu Nu’aim dalam Tarikh Ashbihan (2/332)]
Hadits ini lemah, bahkan boleh jadi palsu , karena rowi yang bernama Lahiq bin Al-Husain. Sebagian ahlul hadits menuduhnya pendusta, dan suka memalsukan hadits. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy memasukkannya dalam kitabnya Adh-Dho’ifah (2215)

Bertaqwa di Masa Tua

Bertaqwa kepada Allah bukan hanya di masa tua, bahkan juga harus di masa muda. Namun tentunya ketaqwaan lebih ditingkatkan lagi di masa tua berdasarkan hadits-hadits shohih !! Bukan berdasarkan hadits palsu ini:
إِذَا أَتَى عَلَى الْعَبْدِ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَخَافَ اللهَ تَعَالَى وَيَحْذَرَهُ
Jika telah datang (lewat) 40 tahun pada diri seorang hamba, maka wajib baginya untuk takut dan khawatir kepada Allah -Ta’ala-“. [HR. Ad-Dailamiy dalam Al-Firdaus (1/89)]
Hadits ini palsu, karena ada rowi dalam sanadnya yang bernama Ahmad bin Nashr bin Abdillah yang dikenal dengan Adz-Dari’. Dia adalah seorang pemalsu hadits, pendusta, dan dajjal. Karenanya, Al-Albaniy Al-Atsariy menyatakannya palsu dalam Adh-Dho’ifah (2200)

Memulai dengan Hamdalah

Ada sebuah hadits yang masyhur dalam kitab-kitab dan lisan manusia yang menjelaskan harusnya seseorang memulai segala urusan yang penting dengan membaca Alhamdulillah. Tapi hadits ini lemah sebagaimana berikut ini perinciannya:
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِالْحَمْدِ فَهُوَ أَقْطَعُ
Segala urusan penting yang tidak dimulai di dalamnya dengan alhamdulillah, maka urusan itu akan terputus“. [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (1894)]
Hadits ini lemah, karena ke-mursal-an yang terjadi pada sanadnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya (2/677), dan Syaikh Al-Albaniy. Karenanya, Al-Albaniy melemahkan hadits ini dalam Al-Irwa’ (2).

Tanda Tawadhu’

Tawadhu’ adalah perkara yang dianjurkan karena dia adalah akhlak yang mulia. Saking mulianya sampai dalam hadits yang palsu pun disebutkan kemuliannya, seperti hadits berikut:
مِنَ التَّوَاضُعِ أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ مِنْ سُؤْرِ أَخِيْهِ وَمَنْ شَرِبَ مِنْ سُؤْرِ أَخِيْهِ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى رُفِعَتْ لَهُ سَبْعُوْنَ دَرَجَةً وَمُحِيَتْ عَنْهُ سَبْعُوْنَ خَطِيْئَةً وَكُتِبَ لَهُ سَبْعُوْنَ دَرَجَةً
Di antara bentuk ketawadhu’an, seorang mau meminum sisa minuman saudaranya. Barangsiapa yang meminum sisa minum saudaranya, karena mencari wajah Allah -Ta’ala-, maka akan diangkat derajatnya sebanyak 70 derajat, dan akan dihapuskan 70 kesalahan darinya, serta dituliskan baginya 70 derajat.” [HR.Ad-Dauqutniy sebagaimana dalam Al-Maudhu’at (3/40) karya Ibnul Juaziy]
hadits ini adalah hadits yang palsu karena ada seorang rawi yang bernama Nuh bin Abi Maryam, dia adalah seorang yang tertuduh dusta. Selain itu hadits ini semakin lemah karena Ibnu Juraij (seorang rawi dalam hadits ini) adalah seorang yang mudallis, sedangkan ia meriwayatkannya secara mu’an’anah (menggunakan lafadz dari). Demikia penjelasan Syaikh Al-Albaniy secara ringkas dalam kitabnya Adh-Dho’ifah (79).

Orang-Orang yang Beruntung

Orang-orang yang beruntung banyak disinggung dalam Al-Qur’an dan sunnah yang shahihah. Bahkan dalam hadits yang dho’if pun, seperti hadits berikut:
أَفْلَحَ مَنْ كَانَ سُكُوْتُهُ تَفَكُّرًا وَنَظَرُهُ اِعْتِبَارًا أَفْلَحَ مَنْ وَجَدَ فِيْ صَحِيْفَتِهِ اِسْتِغْفَارًا كَثِيْرًا
Beruntunglah orang yang diamnya adalah tafakkur, pandangannya adalah ibroh, beruntunglah orang yang mendapatkan istighfar yang banyak dalam catatan amalannya” . [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/123)].
Hadits ini adalah dho’if, karena dalam sanadnya terdapat dua orang yang majhul (tidak dikenal), yaitu Abul Khushaib Ziyad bin Abdurrahman, dan Husain bin Mansur Al-Asadiy Al-Kufiy dan juga seorang yang lemah (Hibban ibnu Ali Al-Anaziy). Syaikh Al-Albaniy menghukumi hadits ini dho’if (lemah) dalam Adh-Dho’ifah (2519).

Makanan Dunia dan Akhirat

Banyak sekali hadits dho’if yang tersebar di masyarakat. Utamanya hadits-hadits yang berkaitan dengan janji-janji dan keutamaan, seperti hadits ini:
أَفْضَلُ طَعَامِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اللَّحْمُ
Seutama-utamanya makanan dunia dan akhirat adalah daging” . [HR. Al-Uqoiliy dalam Adh-Dhu’afa’ (1264)].
Hadits ini dihukumi dho’if jiddan oleh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy Al-Atsariy dalam Adh-Dho’ifah (2518), karena ada seorang rawi yang bernama Amr bin Bakr As-Saksakiy. Hadits-haditsnya menyerupai hadits palsu. Sebab itu Al-Hafizh menggelarinya dengan matruk (ditinggalkan karena biasa berdusta atas nama manusia). Selain itu, anaknya (Ibrahim bin Amr As-Saksakiy) yang meriwayatkan darinya senasib dengan ayahnya.

Berdzikir Setiap Saat

Berdzikir setiap saat merupakan perkara yang dianjurkan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits-hadits shohih, bahkan dalam hadits-hadits dho’if , seperti hadits ini:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ اللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ فَإِنَّهُ لَيْسَ عَمَلٌ أَحَبُّ إِلَى اللهِ تَعَالىَ وَلَا أَنْجَى لِعَبْدٍ مِنْ كُلِّ سَيِّئَةٍ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى
Perbanyaklah dzikir kepada Allah dalam segala kondisi, karena tak ada suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah -Ta’ala- , dan lebih menyelamatkan seorang hamba dari segala kejelekan di dunia, dan akhirat dibandingkan dzikir kepada Allah“. [HR. Adh-Dhiya’ Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtaroh (7/112/1)]
Hadits ini palsu, karena Abu Abdir Rahman Asy-Syamiy. Dia adalah seorang pendusta seperti yang dinyatakan oleh Al-Azdiy -rahimahullah-. Ada penguat bagi hadits ini dari riwayat Al-Baihaqiy , oh sayang hadits ini juga palsu, karena ada rowinya bernama Marwan bin Salim Al-Ghifariy Al-Jazariy; dia adalah pendusta. Lihat rincian palsunya hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2617)

Hati-hati dengan Dunia

Seorang manusia di dunia ibaratnya seorang musafir; ia singgah mengambil bekal menuju akhirat berupa amal sholih. Namun dunia terkadang memperdaya kebanyakan manusia :
إحذروا الدنيا فإنها أسحر من هاروت وماروت
Waspadalah terhadap dunia, karena ia lebih memperdaya dibandingkan Harut dan Marut“.
Namun sayang hadits ini adalah palsu, tak ada asalnya. Hadits ini disebutkan oleh Al-Ghozaliy dalam Ihya’ Ulumuddin, padahal ia palsu !! Al-Iroqiy dalam Takhrij Al-Ihya’ (3/177) menukil dari Adz-Dzahabiy bahwa hadits ini mungkar, tak ada asalnya. Sebab itu, Al-Albaniy menempatkannya dalam Adh-Dho’ifah (34) sebagai tempat bagi hadits palsu dan dho’if.

Siapa yang Adzan, itu yang Iqamat

Barangsiapa yang adzan, maka dialah yang iqamat”. [HR. Abud Dawud (514), At-Tirmidziy (199), dan lainnya]
Hadits ini lemah karena berasal dari Abdurrahman bin Ziyad Al-Afriqiy. Dia lemah hafalannya. Sebab itu Al-Albaniy melemahkannya dalam Adh-Dha’ifah (no. 35) dan Al-Irwa’ (237).
Syaikh Al-Albaniy berkata dalam Adh-Dha’ifah (1/110), “Di antara dampak negatif hadits ini, dia merupakan sebab timbul perselisihan di antara orang-orang yang mau shalat, sebagaimana hal itu sering terjadi. Yaitu ketika tukang adzan terlambat masuk mesjid karena ada udzur, sebagian orang yang hadir ingin meng-iqamati shalat, maka tak ada seorang pun di antara mereka kecuali ia menghalanginya seraya berhujjah dengan hadits ini. Orang miskin ini tidaklah tahu kalau haditsnya lemah, tidak boleh mengasalkannya kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, terlebih lagi melarang orang bersegera menuju ketaatan kepada Allah, yaitu meng-iqamati shalat”.

Barang Siapa yang tidak Mengenal Imamnya…

Ketaatan kepada penguasa merupakan perkara asasi di kalangan Ahlus Sunnah. Sebaliknya, mendurhakai mereka merupakan perkara yang diharamkan, apalagi jika sampai menghina, merendahkan mereka, dan mencabut tangan darinya, karena hal ini akan menimbulkan kerusakan di kalangan hamba-hamba Allah.
Banyak sekali dalil-dalil baik dalam Al-Kitab, maupun sunnah yang memerintahkan kita untuk taat kepada pemerintah muslim, dan mengharamkan durhaka kepada mereka.
Namun ada satu hal yang kami perlu ingatkan disini bahwa disana ada sebuah hadits yang dho’if dalam masalah ini,
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَعْرِفْ إِمَامَ زَمَانِـهِ مَاتَ مِيـْتَةً جَاهِلِيَّةً.
Barangsiapa yang tidak mengenal imam (penguasa) di zamannya, maka ia mati seperti matinya orang-orang jahiliyah”.
Ahmad bin Abdul Halim Al-Harraniy berkata, “Demi Allah, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah mengatakan demikian . . .”. [Lihat Adh-Dho’ifah (1/525)]
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menyatakan bahwa hadits ini tidak ada asal-muasalnya, “Hadits ini pernah aku lihat dalam sebagian kitab-kitab orang-orang Syi’ah dan sebagian kitab orang-orang Qodiyaniyyah (Ahmadiyyah). Mereka menjadikannya sebagai dalil tentang wajibnya berimam kepada si Pendusta mereka yang Mirza Ghulam Ahmad, si Nabi gadungan. Andaikan hadits ini shahih, niscaya tidak ada isyarat sedikit pun tentang sesuatu yang mereka sangka, paling tidak intinya kaum muslimin wajib mengangkat seorang pemerintah yang akan dibai’at”. [Lihat As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no. 350).

Agama Adalah Akal

Dalam ensiklopedia ini kami petikkan sebuah hadits yang biasa digunakan orang dan masyhur menunjukkan keutamaan akal dan pikiran. Namun, kebanyakan orang tidak mengenal kepalsuan hadits tersebut.
Adapun hadits yang dimaksud, lafazhnya sebagai berikut:
اَلدِّيْنُ هُوَ الْعَقْلُ, وَمَنْ لاَدِيْنَ لَهُ لاَ عَقْلَ لَهُ
Agama adalah akal pikiran, Barangsiapa yang tidak ada agamanya, maka tidak ada akal pikirannya”. [HR. An-Nasa`iy dalam Al-Kuna dari jalurnya Ad-Daulabiy dalam Al-Kuna wa Al-Asma’ (2/104) dari Abu Malik Bisyr bin Ghalib dan Az-Zuhri dari Majma’ bin Jariyah dari pamannya]
Hadits ini adalah hadits lemah yang batil karena ada rawinya yang majhul, yaitu Bisyr bin Gholib. Bahkan Ibnu Qayyim -rahimahullah- berkata dalam Al-Manar Al-Munif (hal. 25), “Hadits yang berbicara tentang akal seluruhnya palsu”.
Oleh karena itu Syaikh Al-Albaniy berkata, “Diantara hal yang perlu diingatkan bahwa semua hadits yang datang menyebutkan keutamaan akal adalah tidak shahih sedikit pun. Hadits-hadits tersebut berkisar antara lemah dan palsu. Sungguh aku telah memeriksa, diantaranya hadits yang dibawakan oleh Abu Bakr Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya Al-Aql wa Fadhluh, maka aku menemukannya sebagaimana yang telah aku utarakan, tidak ada yang shahih sama sekali”. [Lihat Adh-Dhi’ifah (1/54)]

Mengusap Tengkuk Ketika Wudhu’

Sebagian kaum muslimin, ketika dia berwudhu’, maka ia mengusap tengkuknya. Benarkah hal ini ada haditsnya yang bisa dijadikan hujjah?
Jawabannya: hadits ada namun ia merupakan hadits palsu.
مَسْحُ الرَقَبََةِ أَمَانٌ مِنَ الْغِلِّ
Mengusap tengkuk merupakan pelindung dari penyakit dengki”.
An-Nawawiy berkata dalam Al-Majmu’ (1/45), “Ini adalah hadits palsu, bukan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-”.
Syaikh Al-Albaniy berkata, “Hadits ini palsu”. [Lihat Adh-Dho’ifah (1/167)]
Dari sini, kita mengetahui tentang tidak disyari’atkannya mengusap tengkuk ketika berwudhu’, karena tidak ada hadits yang shahih menetapkannya. Adapun hadits ini – sebagaimana yang anda lihat- merupakan hadits palsu. Jadi, tidak boleh diamalkan dan dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu hukum.
<<<<<<< “Nasihat bagi Para Da’I” >>>>>>>>>
Jika kalian memberikan nasihat dan wejangan kepada para jama’ah, maka janganlah kalian menghiasi ceramah kalian dengan hadits-hadits dho’if, dan palsu. Sayangilah diri kalian sebelum kalian terkena sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-

وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya(110), dan Muslim dalam Shohih-nya (3)] 

Periksalah hadits-hadits yang kalian sampaikan dalam ceramah-ceramah kalian. Jika tidak tahu, maka belajarlah, dan tanya kepada orang-orang yang berilmu. Janganlah perasaan malu dan sombong membuat dirimu malu bertanya dan belajar sehingga engkau sendiri yang menggelincirkan dirimu dalam neraka, wal’iyadzu billah !!

Hukum Mengerjakan Kenduri Arwah Dan Membaca Tahlil.

$
0
0
Dalil-dalil Amalan Tahlil & Kenduri Arwah.
بسم الله الرحمن الحيم.
الحمدلله لا إله إلّا الله, و الصلاة و السلام على رسول الله, و على آله و صحبه و من ولاه. و بعد.
DEFINISI.
Tahlil :
Berasal daripada kalimah Arab هَلَّلَ يُهَلِّلُ تَهْلِيْلًا bermaksud mengucap kalimah لاإله إلا الله .
Menurut istilah, seperti yang disebut di dalam kitab Tahlilan Dalam Perspektif Al-Quran dan As-Sunnah oleh KH. Mahyudin Abdus-Shomad ialah bersama-sama mengucapkan kalimah toyyibah dan berdoa bagi orang yang sudah meninggal dunia.
Menurut pemahaman masyarakat Melayu kita pula ialahhimpunan zikir yang terkandung di antaranya surah-surah pilihan,ayat-ayat pilihan, solawat ke atas Nabi, tahlil ( لا إله إلا الله ), dan lain-lain lagi dan di akhiri dengan doa kepada si mati.
Dalam huraian di atas dapat kita fahami dan simpulkan bahawatahlil bukan sahaja mengucap kalimah لا إله إلا الله , tetapi juga membaca surah-surah pilihan, ayat-ayat pilihan, dan lain-lain lagi dari kalimah toyyibah. Seterusnya didoakan kepada Allah untuk si mati agar dirahmati dan diberi segala kebaikan.
Kenduri Arwah :
Menurut Kamus Dewan, kenduri arwah diertikan kenduri untuk memperingati ( mendoakan ) orang yang telah meninggal.
Seperti yang kita sedia maklum, apabila berlaku kematian di dalam masyarakat Melayu kita, keluarga si mati akan melakukan kenduri ( kenduri arwah ) yang mana sebelum jamuan dihidangkan bacaan tahlil akan dibacakan oleh jemaah yang hadir.
HUKUM & DALIL.
Secara umumnya, dapat kita katakan bahawa hukum membaca tahlil dan melakukan kenduri arwah adalah harus. Ini berdasar perbahasan ulama-ulama di dalam penulisan-penulisan mereka yang bersandarkan dari sumber-sumber hukum syarak. Setakat yang diketahui tiada larangan yang jelas dari nas-nas syarak yang melarang amalan tersebut. Dalil-dalil larangan yang didatangkan oleh golongan penentang amalan tersebut adalah tidak kukuh dan mereka seolah-olah bersifat terburu-buru dalam mengeluarkan hukum kerana banyak kecacatan terdapat dalam cara mereka mengeluarkan hukum.
Meskipun pada asalnya adalah harus kerana tiada nas yang sarih/nyata dalam amalan tahlil dan kenduri arwah ini, tidak bererti kita tidak mendapat apa-apa bila melakukannya kerana kandungantahlil itu adalah himpunan zikir dan juga doa untuk si mati yang merupakan tuntutan agama. Begitu juga dengan melakukan kenduri arwah. Apa salahnya memberi makan kepada orang?
Dalam perbahasan yang kecil ini dicuba semampu ada untuk mendatangkan dalil-dalil bagi permasalahan tahlil dan kenduri arwahyang dibangkitkan semula oleh golongan tertentu.
1 – Dalil umum keharusan bertahlil :
Dalil al-Quran :
Ritual bacaan tahlil pada hakikatnya adalah nama atau istilah untuk suatu acara berzikir dan berdoa atau bermunajat bersama kepada Allah dengan membaca kalimah-kalimah toyyibah seperti tahmid, takbir, tasbih, selawat, doa-doa dan lain-lain. Dan pada intinya ritual tersebut adalah doa yang dilakukan sejumlah orang untuk mendoakan si mati kerana Allah memerintahkan kita untuk berdoa kepadaNya seperti yang tersebut di dalam al-Quran:
- Surah Muhammad, 19 :
فَٱعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَاتِ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
Oleh itu, maka tetapkanlah pengetahuanmu dan keyakinanmu (wahai Muhammad) bahawa sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan mintalah ampun kepadaNya bagi salah silap yang engkau lakukan dan bagi dosa-dosa orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan dan (ingatlah), Allah mengetahui akan keadaan gerak-geri kamu (di dunia) dan keadaan penetapan kamu (di akhirat).
Dari ayat tersebut menerangkan bahwa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan mendapatkan manfaat dari istighfar orang mukmin lainnya untuknya.
- Surah Nuh, 28 :
رَّبِّ ٱغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِناً وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَاتِ وَلاَ تَزِدِ ٱلظَّالِمِينَ إِلاَّ تَبَاراً
Wahai Tuhanku! Ampunkanlah bagiku dan bagi kedua ibu bapaku, serta bagi sesiapa yang masuk ke rumahku dengan keadaan beriman dan (ampunkanlah) bagi sekalian orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan (dalam segala zaman) dan janganlah Engkau tambahi orang-orang yang zalim melainkan kebinasaan!
- Surah Ibrahim, 40-41 :
رَبِّ ٱجْعَلْنِي مُقِيمَ ٱلصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ
Wahai Tuhanku! Jadikanlah daku orang yang mendirikan sembahyang dan demikianlah juga zuriat keturunanku. Wahai Tuhan kami, perkenankanlah doa permohonanku.
رَبَّنَا ٱغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ ٱلْحِسَابُ
Wahai Tuhan kami! Berilah ampun bagiku dan bagi kedua ibu bapaku serta bagi orang-orang yang beriman, pada masa berlakunya hitungan amal dan pembalasan.
- Surah Al Hasyr, 10 :
وَٱلَّذِينَ جَآءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا ٱلَّذِينَ سَبَقُونَا بِٱلإِيمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِينَ آمَنُواْ رَبَّنَآ إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Dan orang-orang (Islam) yang datang kemudian daripada mereka (berdoa dengan) berkata: Wahai Tuhan Kami! Ampunkanlah dosa kami dan dosa saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati perasaan hasad dengki dan dendam terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya Engkau Amat Melimpah belas kasihan dan rahmatMu.
Beberapa ayat dan keterangan tersebut menjadi bukti nyata bahwa orang yang beriman tidak hanya memperoleh pahala dari perbuatannya sendiri bahkan mereka juga mendapat manfaat dari amalan orang lain.
Dalil al-Hadis :
Selain dalil daripada al-Quran yang menerangkan bahawa orang yang sudah meninggal dunia mendapat manfaat amalan orang lain, dalam al-Hadis juga tedapat keterangan yang menyatakan hal tersebut. Seperti Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radiallahuanhu :
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى الْمَيِّتِفَأَخْلِصُوْا لَهُ الدُّعَاَء (سنن الترمذى)
“Daripada Abu Hurairah radiallahuanhu, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, Jika kamu semua menyembahyangkan mayat, maka berdoalah dengan ikhlas untuknya. (Sunan At-Tirmizi)
Hadis tersebut secara jelas menerangkan bahawa Rasulullah ﷺmemerintahkan kepada umat islam untuk mendoakan orang yang sudah meninggal dunia dengan tulus ikhlas. Hal ini bererti bahawa doa yang dibaca dengan ikhlas bermanfaat bagi si mati yang dimaksudkan. Jika tidak ada manfaatnya nescaya Rasulullah tidak bersabda sedemikian. Setiap perkataan dan tingkah laku Rasulullah tidak sia-sia.
اَنَّ عَائِشةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا سَأَلَتِ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ أَقُوْلُ إِذَا اسْتَغْفَرْتُ لِاَهْلِ الْقُبُوْرِقَالَقُوْلِى اَلسَّلَامُ عَلَى أَهْلِ الْدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ وَإنَّاإنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُوْنَ (صحيح مسلم)
“Sesungguhnya Aisyah radiallahuanha bertanya kepada Rasulullah ﷺ; Apa yang harus dibaca ketika aku memohon ampun bagi ahli kubur? Rasulullah ﷺ menjawab; Ucapkanlah olehmu: Salam sejahtera atas engkau semua wahai ahli kubur dari golongan mukminin dan muslimin, semoga Allah melimpahkan Rahmat-Nya bagi orang-orang yang mendahului serta orang-orang yang datang kemudian dari kami, dan dengan izin Allah kami akan menyusul kalian.”
Hadis di atas menerangkan bahawa Rasulullah ﷺmenganjurkan untuk menziarahi kubur dan mengucapkan salam kepada ahli kubur serta mendoakannya dan ada juga hadis yang menerangkan bahawa Rasulullah ﷺ sering ziarah ke Makam Baqi’. Dapat difahami dari penjelasan tersebut, bahawa ahli kubur dapat mendengar salam dari orang yang mengucapkan salam kepada ahli kubur tersebut dan memperoleh manfaat dari doa tersebut.
Banyak lagi dalil dari al-Hadis yang menjelaskan bahawa amalan orang yang masih hidup dapat memanfaatkan orang-orang yang sudah meninggal dunia, dan dengan disebutkan beberapa dalil dari al-Hadis yang tersebut di atas dirasakan sudah memadai untuk difahami oleh kita yang awam ini.
Dalil Kaedah-kaedah Fikah :
– الأصل فى الأشياء الإباحة إلا إذا دل الدليل على تحريمه فهو حرام .
Hukum asal sesuatu ialah harus melainkan ada dalil yang mengharamkan, maka hukumnya haram.
Dalam permasalahan tahlil ini, kita tidak dapati dalil dari al-Quran mahu pun as-Sunnah yang secara jelas mengharamkan atau mengharuskan. Justeru, kita mengambil kira pada hukum asalnya iaitu harus kerana tiada larangan yang jelas.
– الأمور بمقاصدها .
Tiap-tiap perkara itu menurut apa yang diniatkan.
Daripada kaedah yang pertama tadi dapat kita fahami bahawa hukum asalnya adalah harus kerana tiada larangan yang jelas. Kaedah yang kedua ini pula menjelaskan kepada kita bahawa setiap apa yang kita lakukan tak dapat tidak berkait dengan apa yang kita niatkan. Jika kita niatkan bacaan tahlil tadi untuk si mati, dengan izin Allah sampai pahalanya kerana yang memberi itu adalah Allah.
2 - Dalil bacaan-bacaan dalam tahlil :
2.01 - Membaca Surah Al-Fatihah.
Dalil mengenai keutaman Surah Fatihah:
عَنْ أَبِي سَعِيدِ بْنِ الْمُعَلَّى قَالَ: قَالَ لِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُورَةٍ فِي الْقُرْآنِقَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ؟. فَأَخَذَ بِيَدِي فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ قُلْتَ لَأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَسُورَةٍ مِنَ الْقُرْآنِ. قَالَ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ. )رواهالبخاري(
Ertinya: “Daripada Abu Said al-Mualla radiallahuanhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku: “Mahukah aku ajarkan kepadamu surah yang paling agung dalam al-Quran sebelum engkau keluar dari masjid?”. Maka Rasulullah memegang tanganku. Dan ketika kami hendak keluar, aku bertanya: “Wahai Rasulullah! Engkau berkata bahawa Engkau akan mengajarkanku surah yang paling agung dalam al-Quran”. Baginda menjawab: “الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(Surah al-Fatihah), ia adalah tujuh ayat yang diulang-ulang (dibaca pada setiap sembahyang), ia adalah al-Quran yang agung yang diberikan kepadaKu”.
(Hadis riwayat al-Bukhari).
2.02 - Membaca Surah al-Ikhlas.
Dalil mengenai keutamaan Surah al-Ikhlas.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَصْحَابِهِ: أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَثُلُثَ الْقُرْآنِ فِي لَيْلَةٍ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِمْ وَقَالُوا أَيُّنَا يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ ثُلُثُالْقُرْآنِ .) رواه البخاري(
“ Daripada Abu Said al-Khudri radiallahuanhu, dia berkata: Nabi bersabda kepada para sahabatNya: “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga al-Quran dalam semalam?”. Maka mereka merasa berat dan berkata: “Siapakah di antara kami yang mampu melakukan itu, wahai Rasulullah?”. Jawab baginda: “اللَّهُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ(Surat al-Ikhlas) adalah sepertiga al-Quran”(Hadis riwayat al-Bukhari).
2.03 - Membaca Surah al-Falaq
2.04 - Membaca Surah an-Naas
Dalil keutamaan Surah al-Falaq dan an-Naas.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِوَيَنْفُثُ فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا. )رواه البخاري(
“ Daripada Aisyah radiallahuanha, bahawasanya Rasulullah bila sakit Baginda membaca sendiri al-Muawwizaat (Surah al-Ikhlas, Surah al-Falaq dan Surah an-Naas), kemudian meniupkannya. Dan apabila rasa sakitNya bertambah aku yang membacanya kemudian aku usapkan ke tanganNya mengharap keberkatan dari surah-surah tersebut”.
(Hadis riwayat al-Bukhari).
2.05 - Membaca Surah al-Baqarah ayat 1 sampai 5
2.06 - Membaca Surah al-Baqarah ayat 163
2.07 - Membaca Surah al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi)
2.08 - Membaca Surah al-Baqarah ayat 284 sampai akhir surah.
Dalil keutamaan ayat-ayat tersebut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: مَنْ قَرَأَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ فِي لَيْلَةٍ لَمْ يَدْخُلْ ذَلِكَ الْبَيْتَ شَيْطَانٌ تِلْكَاللَّيْلَةَ حَتَّى يُصْبِحَ أَرْبَعًا مِنْ أَوَّلِهَا وَآيَةُ الْكُرْسِيِّ وَآيَتَانِ بَعْدَهَا وَثَلَاثٌ خَوَاتِيمُهَا أَوَّلُهَا ( لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ).) رواه ابن ماجه(
“Daripada Abdullah Bin Mas’ud radiallahuanhu, dia berkata: “Barangsiapa membaca 10 ayat dari Surah al-Baqarah pada suatu malam, maka syaitan tidak masuk rumah itu pada malam itu sampai pagi, iaitu 4 ayat permulaan dari Surah al-Baqarah, Ayat Kursi dan 2 ayat sesudahnya, dan 3 ayat terakhir yang dimulai (لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ).” (Hadis riwayat: Ibnu Majah).
2.09 - Membaca Tahlil : لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Dalil mengenai keutamaan membaca tahlil (kalimah لا إله إلا الله ):
عَنْ جَابِرِ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ رَضِي اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: أَفْضَلُ الذِّكْرِ لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ الْحَمْدُ لِلَّهِ . )رواه الترمذي وابن ماجه(
“ Dari Jabir bin Abdullah radiallahuanhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik zikir adalah ucapan لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ, dan sebaik-baik doa adalah ucapan الْحَمْدُ لِلَّهِ”. (Hadis riwayat at-Tirmizi dan Ibnu Majah).
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌفَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌعَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى . )رواه مسلم(
“ Daripada Abu Zar radiallahuanhu, daripada Nabi , sesungguhnya Baginda bersabda: “Bahawasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan tahlil itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar makruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari Sembahyang Duha.”(Hadis riwayat Muslim).
Syeikh Ibnu Taimiyyah ditanya mengenai bertahlil. Apa katanya? Lihat dalam Majmuk al-Fatawanya ;
و سئل عمن ((هلل سبعين ألف مرة,و أهداه للميت,يكون براءة من النار)) حديث صحيح أم لا؟ و إذا هلل الإنسان و أهداه إلى الميت يصل إليه ثوابه, أم لا؟
فأجاب: إذا هلل الإنسان هكذا: سبعون ألف,أو أقل,أو أكثر,و أهديت إليه,نفعه الله بذلك,وليس هذا حديثا صحيحا,و لا ضعيفا.والله أعلم
Ibnu Taimiyyah ditanya mengenai orang yang: ((bertahlil 70000 kali dan dijadikan hadiah (pahalanya) kepada orang mati, agar menjadi kelepasan bagi si mati dari api neraka)). Adakah Hadis tersebut sahih atau tidak? Dan apabila bertahlil seseorang dan dihadiahkan (pahalanya) kepada orang mati adakah pahalanya sampai kepada si mati atau tidak?
Maka Ibnu Taimiyyah menjawab: 
Apabila bertahlil seseorang dengan yang sedemikian 70000 atau kurang atau lebih dan dihadiahkan kepada si mati, Allah menjadikannya bermanfaat baginya dengan yang sedemikian itu. Dan Hadis tersebut tidaklah sahih dan tidak juga doif (yakni tidak sabit kedudukan Hadis tersebut di sisi Ibnu Taimiyyah). Allah jualah Yang Maha Mengetahui.
2.10 - Membaca selawat Nabi.
Dalil keutamaan membaca selawat Nabi:
- Surah Al-Ahzab, 56 :
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلاَئِكَـتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِيِّ يٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ آمَنُواْ صَلُّواْ عَلَيْهِ وَسَلِّمُواْ تَسْلِيماً
Sesungguhnya Allah dan malaikatNya berselawat (memberi segala penghormatan dan kebaikan) kepada Nabi (Muhammad ﷺ ); wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu kepadaNya serta ucapkanlah salam sejahtera dengan penghormatan yang sepenuhnya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَالْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً (رواه الترمذي وقال: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ) ثُمَّ قَالَ: وَرُوِي عَنْ النَّبِيِّ صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا وَكَتَبَ لَهُ بِهَا عَشْرَ حَسَنَاتٍ.
“ Daripada Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah bersabda: “Manusia yang paling utama di sisiKu pada Hari Kiamat ialah yang paling banyak membaca selawat kepadaKu” (Hadis riwayat at-Tirmizi, dan dia berkata: Hadis ini Hasan Gharib). Kemudian dia berkata: Dan diriwayatkan daripada Nabi , sesungguhnya Baginda bersabda: “Barangsiapa membaca selawat kepadaKu sekali, maka Allah memberinya selawat (rahmat) kepadanya 10 kali dan mencatat 10 kebaikan untuknya”.
2.11 - Membaca doa.
Keutamaan berdoa:
- Surah Ghaafir, 60 :
وَقَالَ رَبُّكُـمُ ٱدْعُونِيۤ أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhan kamu berfirman: Berdoalah kamu kepadaKu nescaya Aku perkenankan doa permohonan kamu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong takbur daripada beribadat dan berdoa kepadaKu, akan masuk Neraka Jahanam dalam keadaan hina.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَالدُّعَاءِ.) رواه ابن ماجه و الترمذي, و قال هذا حديث حسن غريب(
“ Daripada Abu Hurairah radiallahuanhu, daripada Nabi ﷺ, baginda bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah daripada doa”.
(Hadis riwayat Ibnu Majah dan at-Tirmizi, kata at-Tirmizi: hadis ini Hasan Gharib)
Demikianlah dalil-dalil yang dijadikan landasan kepada amalan tahlil untuk mendoakan si mati agar diampuni kesalahan-kesalahanya ketika di dunia atau di tambah pahalanya oleh Allah. Jadi, kalau dikatakan bertahlil itu tidak ada dasar hukumnya, tidak ada dalilnya, atau tidak ada landasannya, maka jelas sekali kenyataan itu sebenarnya salah sesalah-salahnya. Dalil-dalil yang tertera sudah cukup untuk dijadikan dasar pengambilan hukum.
3- Dalil Kenduri Arwah :
Ada riwayat di dalam Sahih Bukhari :
حدثنا عمرو بن خالد قال حدثنا الليث عن يزيد عن أبي الخير عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما 
أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه وسلم : أيّ الإسلام خير؟ قال : تطعم الطعام وتقرأ السلام على من عرفت ومن لم تعرف.
Telah memberitahu kepada kami oleh ‘Amr Bin Khalid, beliau berkata : telah memberitahu kepada kami oleh Al-Lais daripada Yazid daripada Abil-Khair daripada ‘Abdullah Bin ‘Amr RadiaLlahu-‘anhuma bahawa seorang lelaki telah bertanya kepada Rasulullah ﷺ : Yang manakah pekerjaan Islam yang lebih baik? Jawab Nabi ﷺ : Memberi makanan kepada manusia dan sebarkan salam kepada orang yang kamu kenali atau pun tidak.
Memberi makanan dalam Hadis tersebut bersifat umum, tidak dikaitkan dengan perkara yang khusus. Termasuklah antaranya kenduri arwah, memberi makanan kepada peminta-peminta sedekah dan sebagainya. Menurut kaedah, kita tidak boleh mengkhususkan sesuatu hukum dengan dalil yang umum selagi mana tidak ada dalil yang mengkhususkannya.
Meskipun begitu, perlu diingatkan di sini bahawa mengadakan kenduri arwah dengan perbelanjaannya dari harta pusaka si mati yang sebahagian dari pewarisnya belum baligh yang masih belum tiba masa berhak menguruskan hartanya , maka haram. Sebaliknya jika harta pusaka tersebut telah dibahagikan dan diambil dari perwaris yang sudah berhak mengurus hartanya sendiri, atau harta yang selain dari pusaka si mati misalnya duit gaji anak / waris si mati sendiri, bukan merupakan wang harta pusaka, maka tiada halangan keharusannya mengadakan kenduri arwah dengan menggunakan harta yang begitu.
Hadis Towus (طاوس ) :
( ان الموت يفتنون فى قبورهم سبعا . فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام . )
Ertinya : Berkata Towus, bahawasanya segala orang yang mati itu difitnah di dalam kubur mereka dalam masa 7 hari. Maka adalah mereka itu ( para Sahabat) suka memberi makanan ganti daripada mereka itu ( orang-orang mati di dalam kubur ) pada demikian hari.
Maksud Hadis tersebut ialah orang-orang yang mati akan ditimpa dengan fitnah selama 7 hari pertama selepas dikebumikan. Para Sahabat suka berbuat kebajikan dengan memberi makanan pada hari tersebut supaya dengan pahala kebajikan tersebut dapat sampai kepada si mati dan dengan berkat amalan kebajikan tersebut dapat menyelamatkannya dari fitnah tersebut.
Berkata Imam as-Sayuti di dalam kitabnya الحاوي للفتاوي, Katanya : ( كانوا يستحبون )“Adalah manusia pada ketika itu melakukan amalan sedemikian pada zaman Nabi ﷺ, dan baginda tidak ingkar akan amalan tersebut.
PENUTUP.
Sebagai mengakhiri penulisan yang kecil ini, diseru kepada pencinta-pencinta agama agar dalamilah ilmu agama dengan bersungguh-sungguh. Jauhilah dari perbalahan yang tidak mendatangkan faedah. Semoga Allah merahmati kita semua.
Viewing all 92 articles
Browse latest View live